Rayna menangis tersedu-sedu melupakan perasaanya, hingga dirinya luruh ke lantai. Bukannya diantidak menerima takdir, hanya saja dia masih butuh waktu untuk menyusun puzzle demi puzzle apa yang sedang Tuhan berikan untuk dirinya. Rayna menumpahkan tangisnya, agar setelah dia keluar dari ruangan ini tidak ada lagi tangisan. Rayna harus kuat, dia tidak boleh lemah. Dia harus menghadapinya dengan tubuh yang tegap, dengan senyuman.Setelah puas meluapkan beban dihatinya, perlahan Rayna berdiri. Dia melihat pantulan dirinya di depan cermin. Dirapikan rambut dan bajunya yang nampak berantakan, lalu dia seka air matanya. Rayna menarik nafas dalam lalu dihembuskannya perlahan hingga beberapa kali. "Dimana dokter itu?" tanya Axel dengan wajah datarnya kepada Calvin. "Ada di dalam, bersama Tante" jawab Calvin.Tanpa menunggu lama Axel berjalan masuk ke dalam. Melihat kedatangan putranya Letisya menghampiri. "Ah, kau sudah datang. Rayna ada di dalam sedang kuminta mencoba gaunnya, tetapi sedari
Rayna menoleh kebelakang memastikan jika Axel tidak mengejarnya. Senyum merekah menghiasi bibirnya, Rayna menghembuskan nafas lega. "Terima kasih Tuhan, akhirnya sebentar lagi aku bisa pulang ke rumah. Kita lihat saja Axel, setelah ini apakah kau masih bisa bebas?" ujarnya lirih dengan percaya diri.Terdengar bunyi dering ponsel, sang pengemudi mengangkat panggilan teleponnya tampak berbicara dengan wajah serius. "Tolong menepi di rumah paling ujung" pinta Rayna dengan wajah sudah tidak sabar.Bertepatan dengan sang sopir menepikan mobilnya, ia memberikan ponselnya kepada Rayna. "Nona, ada yang ingin bicara denganmu" ujarnya sembari menyodorkan ponselnya.Rayna menatap heran pada sopir, ia menatap ponsel dengan bingung. "Hah?! untukku? kau mungkin salah orang" kata Rayna sembari mengerdikkan kedua bahunya."kau dokter Rayna bukan?" tanya sang sopir dengan yakin."ya itu aku, tapi,–" Rayna kembali menatap ragu ponsel.itu tetapi sejurus kemudian ia meraihnya."halo?" tanya Rayna sembari
Mark melajukan mobilnya dengan cepat, berharap bisa segera sampai di kantor Steve. Setibanya di sana, Steve sudah menunggunya di ruangannya."Mark, duduklah," ucap Steve seraya menunjuk ke kursi di depan meja kerjanya.Mark duduk, hatinya berdebar-debar. "Apa yang kamu temukan tentang Rayna, Steve?" tanyanya dengan nada penuh harap.Steve menarik napas dalam-dalam, "Kami menemukan mobil yang diduga digunakan oleh Axel. Tapi sayangnya, Rayna tidak ada di dalamnya."Mark merasa seakan dunia runtuh, "Lalu, Rayna di mana?""Kami masih mencari tahu, Mark. Tapi aku yakin kita akan menemukannya," jawab Steve dengan penuh keyakinan. ***Di tempat lain, Rayna duduk di belakang mobil Axel, menatap keluar jendela dengan rasa takut dan harap. Dia berharap Mark dan Steve bisa menemukannya.Axel, yang duduk di sebelahnya, tersenyum mengejek, "Kau tampak sangat takut, dokter. Apakah kau menyesal telah memilih untuk kembali padaku?"Rayna menatapnya dengan tajam, "Aku tidak pernah menyesal, Axel. Ak
Steve terkejut dengan pengakuan Deris. Dia merasa seperti seluruh dunianya runtuh. Bagaimana mungkin Axel adalah saudara kandungnya?"Kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?" tanya Steve dengan suara gemetar.Deris menatapnya dengan rasa menyesal, "Aku melakukan kesalahan besar dengan menyembunyikan ini darimu, Steve. Aku takut akan konsekuensinya, takut akan apa yang akan terjadi pada keluarga kita."Steve merasa campuran emosi yang tak terkendali. Kemarahan, kekecewaan, dan kebingungan berkecamuk di dalam dirinya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Sementara itu, Rayna masih berada dalam bahaya di tangan Axel. Dia merasa semakin terperangkap dan tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia berharap ada seseorang yang bisa membantunya.Steve memutuskan untuk menghadapi Axel dan mengungkapkan identitasnya sebagai saudara kandung. Dia tahu ini adalah risiko besar, tetapi dia tidak bisa lagi bersembunyi dalam bayang-bayang keluarganya.Dalam pertarungan yang penuh keteganga
Mereka tiba di rumah wanita tua itu, yang ternyata bernama nenek Rose. Rumahnya kecil namun hangat, dipenuhi dengan dekorasi vintage dan aroma kue yang menggoda. Oma Ira dengan senang hati menyambut mereka dengan teh hangat dan kue homemade."Selamat datang, anak-anak. Aku senang kalian datang," ucap Rose sambil tersenyum ramah."Terima kasih, Nek. Rumahmu begitu indah dan nyaman," kata Rayna sambil melihat-lihat sekeliling.Steve dan Mark juga mengangguk setuju. "Kami merasa seperti memiliki keluarga baru di sini," ucap Steve.Rose tersenyum dan mengelus kepala mereka. "Kalian adalah keluarga bagiku sekarang. Ayo, mari kita duduk dan menikmati teh dan kue ini."Selama beberapa minggu berikutnya, Steve, Mark, dan Rayna menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang mereka cari di rumah nenek Rose. Mereka merasa seperti memiliki keluarga baru, dan Nenek Rose dengan penuh kasih sayang menggantikan peran ibu yang mereka rindukan.Rose adalah sosok yang bijaksana dan penuh pengalaman. Dia serin
Setelah menjalani hari-hari dengan tenang dan bisa melakukan aktifitas seperti biasa. Rayna merasa ada sesuatu yang aneh. Beberapa hari ini dia merasa ada seseorang yang sedang mengawasinya, mengikutinya. Namun, setiap kali dia mengedarkan pandangan matanya untuk memastikan tidak ada siapapun. Bahkan semuanya terlihat normal-normal saja."Rayna, apa yang kau lakukan?" tanya Rose saat mereka sedang sarapan bersama.Rayna tersenyum tipis kalau berkata, "Ah, tidak ada nek. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu" kata Rayna mencoba menutupi sesuatu. Mark yang sedang bersiap untuk bekerja, keluar dengan wajah khawatir. "Ada apa Rayna? jika ada sesuatu kau harus mengatakannya padaku" kata Mark menatap Rayna tajam."Tidak apa-apa, Mark. Aku hanya merasa beberapa hari ini seperti ada yang mengikutiku" jawab Rayna akhirnya.Mark menatap khawatir pada Rayna. Biar bagaimanapun Axel pasti tidak akan diam begitu saja. Dia pasti akan tetap mengejar Rayna. Mark mengernyitkan dahinya berpikir. Kemudian
Rayna merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Dia tahu bahwa Axel adalah orang yang berbahaya dan tidak bisa dipercaya. Namun, dia juga ingin membantu kakaknya, Mark, untuk mengungkap kejahatan Axel. Dalam hatinya, Rayna tahu bahwa dia harus berhati-hati dan memikirkan langkah-langkahnya dengan baik.Dengan perasaan campur aduk, Rayna akhirnya memberanikan diri untuk memberikan jawaban kepada Axel. "Baiklah, Axel. Aku akan melanjutkan pernikahan ini, tapi hanya untuk membantu Mark mengumpulkan bukti terhadapmu. Jangan berharap aku akan menjadi istri yang patuh dan setia padamu," kata Rayna dengan tegas.Axel tersenyum puas mendengar jawaban Rayna. "Baguslah, dokter. Aku berharap kau tidak akan mengecewakan harapanku," kata Axel dengan nada sombong.Rayna mengangguk, mencoba menahan perasaan takutnya. Dia tahu bahwa perjalanan yang akan dia tempuh akan penuh dengan bahaya. Namun, dia juga tahu bahwa dia tidak sendirian. Dia memiliki dukungan dari kakaknya, Mark, dan juga Rose.Dalam
Dalam beberapa hari berikutnya, Rayna dan Axel terus menjalani kehidupan pernikahan pura-pura mereka. Mereka berdua berusaha mempertahankan penampilan normal di depan orang lain, sementara di balik layar, mereka berdua terlibat dalam permainan kucing dan tikus yang berbahaya.Rayna terus mencari bukti tentang kejahatan Axel, sementara Axel mencoba memastikan bahwa Rayna tidak mendapatkan apa pun yang bisa digunakan melawannya. Di tengah semua ini, perasaan baper yang tumbuh di antara mereka semakin membingungkan."Kau tahu, Rayna, aku merasa ada sesuatu yang berbeda tentangmu," kata Axel suatu hari ketika mereka sedang bersantai di ruang tamu.Rayna menatapnya dengan ekspresi terkejut. "Apa maksudmu, Axel?" tanya Rayna, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Axel tersenyum tipis. "Aku tidak tahu, Rayna. Mungkin aku salah," jawabnya, namun matanya menunjukkan bahwa dia tahu lebih banyak dari yang dia katakan.Sementara itu, Mark dan Rose semakin khawatir tentang keselamatan Rayna. Mer