Share

12. Sebuah pengingat

Author: Cutegurl
last update Last Updated: 2025-07-14 23:32:23

Ruangan VVIP itu kini tak lagi sehening kemarin. Beberapa alat bantu medis sudah dilepas, selang oksigen diganti dengan kanula ringan, dan monitor detak jantung yang sebelumnya berdentang cepat kini berbunyi dengan irama normal, nyaris menenangkan.

Di atas tempat tidur berlapis linen putih bersih, Bintang—gadis kecil dengan mata teduh dan rambut panjang selembut kapas—terbaring dalam posisi setengah duduk. Ia tampak lemah, tapi sorot matanya sudah kembali jernih. Di sebelah ranjangnya, Tuan Sujana masih setia duduk, tak berpaling sedetik pun.

Elvario berdiri di sisi kanan tempat tidur, stetoskop tergantung di lehernya, dan satu tablet medis menyala di tangannya.

“Bagaimana rasanya sekarang?” tanyanya, suara lembut tapi tak kehilangan ketegasan.

Bintang menoleh pelan, lalu menjawab dengan suara serak yang nyaris tak terdengar, “Agak pusing... tapi nggak sakit, Dok.”

El mengangguk. “Itu normal. Jantungmu sedang menyesuaikan diri setelah operasi besar. Tapi kamu kuat. Sangat kuat.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    131. Tiba-tiba, ada apa ini?

    Saat ia menoleh, pandangannya secara tak sengaja menangkap sosok yang sangat familiar. Di sisi tempat itu, Azalea sedang berbicara serius dengan seorang petugas medis, tangannya memegang clipboard berisi catatan korban. Rambutnya yang hitam berkilau terkena cahaya lampu sorot, wajahnya terlihat tegas sekaligus khawatir. Dalam sekejap, kelelahan El terasa seakan memudar. Senyum lembut terukir di wajahnya yang tampan, meski hanya samar. Senyum itu bukan untuk siapa pun, hanya untuk dirinya sendiri, yang mengatakan, kalau kehadiran Azalea di tengah situasi kacau ini menjadi semacam cahaya yang menenangkan bagi El. Selesai berbicara dengan petugas, Azalea berbalik. Seketika matanya menangkap sosok El yang berdiri tak jauh darinya, bajunya tampak koyak dan kotor, tubuhnya dipenuhi bekas darah orang lain. Sekejap ekspresi tegasnya berubah, matanya memandang khawatir, penuh rasa ingin tahu apakah pria itu baik-baik saja. “El!” seru Azalea sambil berlari kecil mendekat ke arah kekasih

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    130. Akhirnya

    El segera melompat keluar, menarik rekannya yang hampir terjepit. Dalam hitungan detik, mobil itu jatuh bebas, menghantam bebatuan di bawah dengan suara menggelegar. Api kecil langsung menyembur dari tangki yang bocor. Semua orang terpaku, menyadari betapa tipis jarak mereka dengan maut barusan. El menoleh ke atas, memastikan kedua korban yang sudah dievakuasi bergerak naik dengan aman. Dadanya naik-turun dengan cepat, tapi ia tidak boleh berhenti. Pandangannya kemudian tertuju pada mobil kedua, lebih jauh di dasar jurang, lampunya berkedip samar. “Dok, di bawah masih ada korban!” teriak salah seorang penyelamat, menunjuk ke arah mobil yang lebih dalam. El mengangguk mantap. “Kita turun lagi. Mereka sedang menunggu tangan kita.” Dengan hati-hati, tim mulai menuruni lereng yang lebih curam. Tanahnya licin, ranting-ranting patah berserakan, membuat langkah mereka menjadi sulit. El nyaris tergelincir, tapi tali pengaman menahannya. Sesampainya di bawah, pemandangannya ternyata

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    129. Menolong

    El merasakan ketegangan menjalar ke seluruh tubuhnya ketika kakinya menapak bebatuan licin di dinding jurang. Harness menahan tubuhnya, sementara tali yang digenggam tim SAR di atas berderit menahan beban. Pegangan tangan El pada tali-tali itu terasa erat, Setiap tempat yang menjadi pijakan kakinya terasa berbahaya; bebatuan kecil itu mudah lepas, dan menggelinding jatuh ke bawah, memantul di dinding jurang yang curam. Sesampainya di dasar, El segera menapakkan kakinya pada tanah yang dipenuhi batu-batu longsoran. Lampu mobil yang terguling menyorot sekitar dengan redup, membuat cahaya kuning temaramnya menambah suasana mencekam di tempat itu. El melihat mobil pertama yang tampak miring, karena tersangkut di batang pohon besar yang sudah retak separuh. “Korban di dalam mobil ini masih hidup, Dokter! Tapi pintu mobilnya terkunci rapat, dan kondisinya tampak parah,” seorang tim SAR melapor dengan suara yang terdengar tegang. El segera mendekat, langkahnya mengayun dengan c

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    128. Kondisi buruk

    Ketika El tiba di lokasi kecelakaan terjadi, aroma dari besi, asap, dan darah yang anyir langsung menusuk indera penciumannya. Pemandangan di depannya saat ini membuat napas El langsung tercekat: ada sekitar sepuluh mobil berserakan tak karuan di jalanan, beberapa dari mobil itu ringsek parah hingga saling menindih. Dan ada juga dua mobil yang terlihat tergantung di bawah jurang, hanya tersangkut bebatuan dan pepohonan. Suara tangis yang menyayat hati, jeritan kesakitan, dan teriakan panik memenuhi udara di tempat itu. Sirene ambulan meraung-raung, lampu strobo merah-biru memantul liar di permukaan jalan. El bergegas turun dari dalam mobilnya. Seorang paramedis tampak berlari ke arahnya, wajahnya terlihat penuh dengan keringat. “Dokter El! Syukurlah Anda datang. Situasinya saat ini sangat kacau, ada terlalu banyak korban. Kami bahkan kekurangan tangan untuk menolong mereka yang terjepit.” El mengangguk cepat mendengar laporan itu. “Tunjukkan semua titik korban. Saya akan b

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    127. Kejadian tidak terduga berurutan

    “Pak! Pak, bangun!” teriak seorang wanita. El dan Azalea sontak menoleh. Seorang pria paruh baya tergeletak tak berdaya di lantai, tubuhnya kejang-kejang hebat. Mulutnya keluar busa, matanya mendelik ke atas. Kakinya menghentak-hentak keras ke lantai. Refleks dokter dalam diri El langsung aktif. Ia langsung bangkit dan berdiri, bahkan kursinya hampir saja terjatuh. “Kami adalah dokter!” serunya dengan suara keras. “Semuanya tolong mundur, beri kami ruang!” Azalea segera menyusul El, wajahnya langsung berubah serius. “Jangan pegang tubuhnya sembarangan! Jauhkan benda berbahaya dari sekitarnya!” Orang-orang yang mendengar kalau El dan Azalea adalah seorang dokter, segera menjauh dari sana dan memberikan jalan. El berlutut di sisi pria itu, matanya menilai dengan tajam, dan dalam sekali lihat, ia langsung mengetahui apa yang terjadi pada pria itu. Kejang epilepsi… grand mal. “Azalea, tolong ambilkan jaketku, gulung, dan taruh di bawah kepalanya agar tidak terbentur,” perintah E

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    126. Menikmati waktu

    Keesokan paginya, sinar matahari menerobos masuk lewat jendela kamar El, menyentuh wajahnya yang masih lelah. Namun, janji yang ia buat pada Azalea kemarin, kembali menguatkan semangatnya. Hari ini, mereka sudah sepakat untuk pergi jalan-jalan bersama. Anggap saja sebagai kencan pertama mereka sejak menjadi sepasang kekasih. El kemudian bersiap dengan sederhana namun rapi, lalu menyalakan mobilnya dan menuju rumah Azalea. Sesampainya di sana, ia sempat berpikir untuk masuk dan menyapa orangtua kekasihnya itu sebagai bentuk sopan santunnya terhadap mereka. Tapi Azalea yang sudah menunggunya di teras rumah tersenyum sambil berkata lembut, “Orang tuaku sedang di luar kota, El. Jadi… hanya ada aku dan beberapa asisten rumah tangga.” El mengangguk pelan mendengar perkataan kekasihnya itu. Senyum samar muncul di wajahnya. “Kalau begitu, aku bisa menculikmu seharian penuh tanpa ada yang marah,” ucapnya, dengan setengah bercanda. Azalea tertawa kecil, matanya berkilat malu-malu saat men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status