Avrisha duduk diam di ruang tamu Kedua tangannya bertumpu di pangkuan, menggenggam ponsel.
Sekilas, wajahnya terlihat tenang. Tapi jika seseorang cukup jeli menatap matanya, maka akan terlihat badai yang menunggu waktu untuk mengamuk."Aku nggak bisa terus begini," batinnya. "Kirana minta mobil? Berarti dia udah dapat banyak sebelumnya sampai berani minta-minta gitu. Jangan-jangan Mas Arion udah beliin macem-macem di belakangku."Ia menelan ludah pahit-pahit. Detik berikutnya, jemarinya bergerak lincah membuka tab pencarian di ponsel. Ia mengetik kata kunci aplikasi penyadap ponsel.Beberapa hasil muncul. Aplikasi dengan ikon berbagai warna.“Spyera ... mSpy ... uMobix ...,” gumamnya lirih, membaca satu per satu deskripsi. “Real-time monitoring, lokasi GPS, semua chat, WhatsApp, Instagram, panggilan masuk dan keluar ....”Tangan Avrisha mulai gemetar. Rasanya aneh, begitu ilegal rasanya menggali kehidupan seseorang yang selama"Mas, kamu nggak lupa meeting pagi ini, kan?" ucap Avrisha pelan saat baru selesai sarapan.Arion mengangguk tanpa menoleh. “Iya. Aku jalan sekarang.”Avrisha hanya membalas dengan senyum kecil, memandangi punggung Arion yang menjauh. Saat suara mobil suaminya hilang, ia langsung berbalik arah, masuk ke kamar, mengganti baju, dan mengambil tas kecil yang telah ia siapkan sejak pagi tadi. Ia punya janji temu dengan orang yang pernah ia hindari bertahun-tahun lamanya, tetapi kini menjadi satu-satunya tempat ia bisa bersandar.***Restoran privat di sudut kota itu dipilih, hanya ada satu meja panjang, dan pelayan tak akan masuk tanpa bel.Avrisha melangkah masuk dengan napas sedikit tertahan. Aroma kopi dan kayu tua menyambutnya, menyatu dengan hawa dingin dari pendingin ruangan.Elvareno sudah duduk di sana, mengenakan kemeja hitam lengan panjang yang dilipat rapi hingga siku. “Kamu datang juga,” ucapnya pelan saat Avrisha duduk di seberangnya.“Maaf sedikit terlambat,” jawab Avrisha,
Avrisha duduk diam di ruang tamu Kedua tangannya bertumpu di pangkuan, menggenggam ponsel. Sekilas, wajahnya terlihat tenang. Tapi jika seseorang cukup jeli menatap matanya, maka akan terlihat badai yang menunggu waktu untuk mengamuk."Aku nggak bisa terus begini," batinnya. "Kirana minta mobil? Berarti dia udah dapat banyak sebelumnya sampai berani minta-minta gitu. Jangan-jangan Mas Arion udah beliin macem-macem di belakangku."Ia menelan ludah pahit-pahit. Detik berikutnya, jemarinya bergerak lincah membuka tab pencarian di ponsel. Ia mengetik kata kunci aplikasi penyadap ponsel.Beberapa hasil muncul. Aplikasi dengan ikon berbagai warna.“Spyera ... mSpy ... uMobix ...,” gumamnya lirih, membaca satu per satu deskripsi. “Real-time monitoring, lokasi GPS, semua chat, WhatsApp, Instagram, panggilan masuk dan keluar ....”Tangan Avrisha mulai gemetar. Rasanya aneh, begitu ilegal rasanya menggali kehidupan seseorang yang selama
Sore itu, setelah Renata pamit pulang, rumah akhirnya terasa lebih lapang. Tidak ada lagi suara nyinyir menyindir, membuat Avrisha sejenak bisa bernapas lega.Ia duduk di ruang makan, menatap secangkir teh yang tak disentuh. Jemarinya memainkan sisi cangkir, sesekali menarik napas panjang untuk menahan ledakan amarah yang masih berputar di kepala.Arion berjalan masuk, masih mengenakan kaos putih dan celana training abu yang sering dipakainya kalau sedang di rumah.“Kamu nggak makan?” tanyanya singkat.Avrisha menggeleng pelan. “Nggak lapar.”Suaminya menarik kursi, duduk di seberangnya sambil meneguk air putih. Hening sejenak. Sampai akhirnya, Avrisha angkat bicara.“Aku mau keluar sebentar.”Arion menoleh. “Kemana? Mau aku anterin?”“Enggak usah. Aku sama sopir aja,” sahutnya cepat.“Biar aku yang anter. Sekalian cari udara sore Sayang.”“Enggak,” jawab Avrisha dengan nada lebih tinggi. “Aku
“Aku benar-benar nggak ngerti kenapa dokter itu ngomong begitu,” ucap Kirana, serak.Mereka semua kini berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang. Kirana menyandarkan kepalanya di bahu Renata, sementara Avrisha duduk di depan bersama Arion.Renata langsung menggenggam tangan Kirana erat. “Sudah, Sayang, jangan dipikirin omongannya. Tante tahu kamu jujur, orang tadi badan kamu panas banget dan sampai menggigil."Kirana menarik napas panjang, lalu melirik Arion lewat kaca spion tengah. “Mas … kamu percaya aku, kan?”Arion diam. Pandangannya lurus ke depan, tak menjawab. Mendengar itu, Avrisha hanya bisa menarik napas panjang. Yang ditanya hanya suamimu, dirinya tidak. Apa Kirana tidak menganggap kehadirannya?Kirana kembali bicara, suaranya sedikit bergetar. “Tadi itu, beneran flek. Badanku demam, perut melilit, dan aku ngerasa kayak mau pingsan. Nggak mungkin aku pura-pura, Mas. Itu sama aja kayak mendoakan yang buruk buat anak ini
Jam menunjukkan pukul dua belas siang ketika suara klakson tajam membelah keheningan rumah. Avrisha yang sedang merapikan meja makan sontak menoleh ke jendela, napasnya tertahan saat melihat mobil yang sangat dikenalnya itu.“Itu … mobil Mama, ya?” bisiknya gugup, tangannya yang memegang serbet ikut gemetar.Arion berdiri dari sofa, merapikan kerah kausnya. "Iya, tadi Mama sempat nelpon. Katanya mau lihat Kirana."Avrisha hanya mengangguk pelan, menunduk. Ia menarik napas panjang, mencoba bersikap setenang mungkin.Pintu rumah terbuka. Sang Mama, Renata, dalam balutan dress hitam dan sorot matanya tajam seperti pisau, masuk dengan langkah angkuh. Di belakangnya, Pak Gatra, mengikuti tanpa banyak bicara."Ayo duduk dulu, Pa, Ma, aku sudah masak makan siang buat kita semua nanti,” ujar Avrisha yang berjalan dari ruang makan, sambil mengulas senyum ramah.“Ya,” jawab Gatra datar sambil langsung duduk di sofa.Sementara wanita paruh baya itu hanya menoleh sekilas. “Hmm.”Avrisha menarik n
"Aku mau pulang," ujar Avrisha lirih.Elvareno menoleh dari balik jendela besar, menatap wanita di belakangnya yang kini tampak lebih tenang meski matanya masih sembab."Aku antar," sahut pria itu singkat.Avrisha menggeleng pelan. "Nggak usah. Aku sendiri aja. Makasih, ya, atas bantuannya."Elvareno menatapnya beberapa detik, tak menjawab langsung. Wajahnya tetap datar, tapi ada sesuatu di sorot matanya yang membuat Avrisha sedikit gelisah."Aku bisa jaga jarak," gumam Elvareno."Jangan, El. Aku masih istri orang," sahut Avrisha pelan, tetapi mampu membuat Elvareno terhentak.Beberapa detik berlalu tanpa satu suara apa pun. Lalu Elvareno mengangguk kecil. Ia berjalan perlahan ke arah pintu dan membukakannya.Avrisha berdiri, tubuhnya masih terasa lemas, tapi ia memaksakan langkahnya tetap tegak."Sekali lagi makasih untuk semuanya," katanya, pelan, sebelum melangkah pergi."Hubungi aku, Av".Avrisha menunduk, memejamkan mata dan lantas menggeleng pelan. "Maaf, aku nggak bisa janji. K