Kedekatan Amel dengan Willy selalu menjadi bahan gosip di rumah sakit ini, bukan hanya Amel yang dijadikan bahan karena mereka lebih sering membahas mengenai dosen pembimbing Amel yaitu Tina. Ada saja yang dibahas mulai dari mantan suami sampai pasangan Tina saat ini, Amel hanya menggelengkan kepala mendengar pembicaraan mereka yang berputar pada hal itu saja.
“Bu Tina gimana sih kalau ngajar dan bimbing?,” tanya Fatma menatap Amel.
“Sama seperti dosen lain, mbak.”
“Kamu sudah bertemu dengan mantannya? Bagaimana perbedaan dengan yang sekarang?,” Amel menatap bingung.
“Sama – sama pria jadi ya sama,” jawaban Amel membuat Fatma cemberut.
“Lalu kamu sama Willy? Amel dia tuh cakep banget kamu beruntung banget sama dia,” sahut Chika salah satu petugas di rumah sakit.
“Dia yang sial dapat aku, mbak.”
Seketika seluruh orang yang ada di sana tertawa mendengar jawaban Amel, bagaimana bisa mereka berpikir bahwa Willy dan dirinya memiliki hubungan. Bantahan yang Amel berikan tidak berdampak apa pun dan seolah angin lalu bagi mereka semua, mereka lebih mempercayai apa yang dilihat bukan bantahan yang keluar dari bibir Amel. Rasanya Amel ingin menghajar Willy jika berita tersebut muncul tapi semakin ke sini Amel seolah udah kebal dan tidak peduli dengan semuanya.
“Gak dijemput sama sayang?,” Amel menatap Fatma lalu menggeleng pelan “hati – hati.”
Willy yang tidak bisa menjemput Amel membuatnya menggunakan kendaraan online, Gina sang bunda yang menatap kedatangan Amel hanya menatap sekilas karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya menyiapkan makan malam untuk keluarga. Amel segera keluar setelah membersihkan diri untuk membantu sang bunda.
“Gak sama Willy?,” Amel menggelengkan kepala “Satria sebentar lagi menikah nanti adik sendiri di sini loh.”
“Ada bunda sama ayah juga.”
Gina tersenyum menatap Amel, Gina mengakui meskipun anak bungsu dan satu – satunya perempuan tidak membuat Amel menjadi sosok yang manja bahkan jika harus disuruh memilih siapa yang lebih manja dengan cepat Gina akan menjawab kedua putranya Satria dan Musa. Setidaknya kehadiran Amel membuat Gina memiliki teman dan membantunya seperti saat ini, beberapa kali kedua orang tua Amel mendapatkan lamaran dari beberapa pria tapi tidak ada satu pun yang diterima karena Amel memang tidak ingin menikah sebelum yakin mencintai sang pria. Amel tahu jika kedua orang tuanya khawatir jika memiliki hubungan dengan Willy yang memiliki banyak perbedaan dengan mereka semua dan tentu saja Amel tidak mengambil resiko untuk hal tersebut.
“Pernikahannya bagaimana, bun?,” tanya Amel ketika sudah selesai meletakkan hasil masakan di meja.
“Sudah hampir selesai.”
Tidak lama kemudian kedua pria kesayangan telah sampai rumah dan setelah mereka semua membersihkan diri langsung menghabiskan makanan yang tersedia. Kegiatan wajib yang mereka lakukan adalah saling bertukar cerita mengenai kejadian hari ini dan persiapan Satria dalam menikah beberapa bulan lagi ini. Amel menatap mereka dan berharap mendapatkan pasangan seperti ayahnya dan kedua kakaknya, sejauh ini Amel belum menemukan pria yang tepat dari beberapa pelamar datang ke rumah.
Amel menatap pesan yang masuk dari Tina mengatakan kesalahan yang masih ditemukan pada berkas yang Amel berikan, Tina memberi waktu sampai lusa agar segera dikumpulkan dan mengejar Amel dari jadwal sidang yang tidak lama ini. Amel menatap pesan tersebut dan memutuskan untuk istirahat setelah tadi menghabiskan waktu di rumah sakit jiwa, setelah skripsi selesai Amel ingin istirahat terlebih dahulu baru memutuskan untuk mencari pekerjaan.
“Amel,” teriakan dan gedoran pintu membuat Amel menatap sekitar dan ternyata sudah siang dengan segera Amel menuju kamar mandi sebelum memutuskan keluar dari kamar.
“Hari ini mau ke mana?,” Johan menatap Amel dengan tanda tanya ketika melihat Amel.
“Revisi skripsi mungkin nongkrong di cafe sama Vina.”
“Kerja di rumah gak bisa?,” Amel menatap Satria lalu menggeleng pelan “jangan terlalu malam pulangnya dan makan yang benar.”
Amel hanya mengangguk karena Satria akan menjadi seorang yang sangat cerewet padahal tidak lama lagi akan menikah, jika melihat perjalanan cinta Satria yang selalu membuat Amel kagum di mana Mona sang calon kakak ipar ini sangat sabar menghadapi Satria yang nakal dan bahkan hampir menyentuh barang haram, Mona sangat sabar menghadapi Satria bagi Amel apa yang dilakukan Mona adalah cinta sebenarnya.
Amel menyiapkan diri untuk ke cafe bersama sahabatnya Vina, Amel memang sengaja tidak mengajak Willy karena ingin menghabiskan waktu dengan Vina sekalian bercerita banyak mengenai kejadian di rumah sakit. Vina adalah tukang gosip tapi tentu saja hanya bergosip di depan Amel bukan orang lain karena mereka berdua cocok ketika saling membicarakan banyak hal.
“Itu seperti mantan suami Bu Tina,” Amel mengikuti pandangan Vina dan membenarkan bahwa itu adalah pria yang dilihat di ruangan Tina kemarin.
“Kita fokus skripsi jangan peduli hal tidak penting,” Vina cemberut “aku pesan makan kamu mau?,” Vina menggelengkan kepala.
Amel memesankan makanan yang akan nanti menemani dirinya mengerjakan skripsi, di saat Amel menatap menu tidak menyadari jika ada pria yang berada di belakangnya yang sedang menahan diri untuk tidak memeluknya. Amel langsung menyebutkan pesanan yang akan dirinya makan nanti, kasir yang bertugas langsung menyebutkan kembali pesanan Amel.
“Saya bayar sekalian,” perkataan pria di belakang Amel membuatnya menatap yang bersangkutan.
“Jangan,” tolak Amel setelah sadar siapa pria tersebut.
Gerakan Amel kurang cepat karena pria itu langsung memberikan kartu dan menyebutkan pesanannya juga, Amel menatap tidak enak karena pertama kali Amel berinteraksi langsung dengan mantan suami Tina. Pria yang ada di belakang Amel adalah mantan suami Tina yang dirinya lihat kemarin dan saat ini pria tersebut ada di depannya dan membayar pesanan makanannya.
“Terima kasih, pak.”
“Anggap saja traktiran dari saya karena mungkin selama ini Tina selalu merepotkanmu.”
Amel tersenyum dan langsung menggelengkan kepala “Bu Tina banyak membantu saya jadi malah saya yang selalu merepotkan beliau.”
“Barry,” mengulurkan tangan pada Amel “Amel bukan? Saya sudah banyak mendengar tentang kamu dan terima kasih banyak.”
Amel menatap Barry dengan bingung pasalnya dirinya tidak melakukan apa pun pada Barry lantas apa yang membuat dirinya mengucapkan kata terima kasih, Amel segera kembali ke tempat di mana Vina setelah berpamitan dengan Barry yang menurutnya sedikit aneh. Amel menatap Vina yang masih sibuk menatap laptopnya yang berarti Vina tidak tahu apa saja yang terjadi barusan di depan kasir dengan mantan suami Tina.
“Pesanan kamu banyak sekali,” perkataan Vina membuat Amel menatap meja yang penuh dengan makanan “aku bilang kalau gak usah dipesankan kenapa jadi sebanyak ini.”
“Sudahlah lebih baik kita makan saja daripada terbuang percuma dan jadinya dosa nanti,” perkataan Amel membuat Vina mengangguk.
Amel berjanji kalau bertemu kembali akan mengucapkan terima kasih pada mantan suami Tina karena sudah memesankan makanan yang sangat banyak ini. Pandangan Amel jatuh ke Vina yang tampak lapar karena makan dengan sangat lahap, Amel tahu jika Vina menahan lapar tadi dan karena keterbatasan keuangan membuatnya menjadi seperti tadi.
Vina pulang terlebih dahulu daripada Amel karena Amel harus menunggu Satria menjemput dirinya yang katanya tidak jauh dari tempat ini. Seorang pelayan mendatangi Amel meletakkan makanan ringan dan minum membuat Amel menatap bingung dan pelayan hanya mengatakan ada tambahan pesanan dari pria yang tadi membayar pesanan Amel. Amel hanya bisa mengucapkan terima kasih dan menatap makanan yang ada di meja, melihat makanan ini membuat perut Amel lapar kembali padahal tadi sudah makan banyak dengan Vina.“Masih makan aja,” Amel menatap Satria yang sudah berdiri di depannya dan langsung mengambil tempat duduk di depan Amel.“Makan aja,” tawar Amel sambil menyerahkan minuman pada Satria.Satria hanya menggelengkan kepala dan setelah habis mereka langsung pulang karena memang hari sudah terlalu sore untuk mereka berada di cafe ini, tanpa Amel sadari sebenarnya Barry masih ada di dalam mengamati dirinya.Sampai di rumah A
Amel terkejut dengan keberadaan Barry bahkan tangannya sekarang berada di pinggang Amel dengan memeluknya erat, Amel hampir saja terjatuh karena terlalu asyik bermain ponsel dan menatap sekitar. Tidak ada niatan dari Barry melepaskan tangannya pada perut Amel, tidak ada yang menyadari jika kedua jantung mereka berdetak kencang.“Pak Barry kita sudah ditunggu klien,” suara wanita membuat Barry melepaskan tangannya pada pinggang Amel.Amel menatap punggung Barry yang sudah menjauh dan menyentuh dadanya yang berdebar kencang karena tangan Barry di perutnya. Amel langsung teringat tujuannya untuk membeli makan dengan segera melangkah ke food court dan membiarkan Willy seorang diri. Suasana yang rame membuat Amel kebingungan untuk duduk di mana, tempat pojok yang nyaman membuat Amel memilih berada di sana dan setelahnya memberi kabar pada Willy tentang keberadaannya.Sesuai prediksi Amel di mana Willy akan melupakan sekitar jika sudah be
Barry langsung menuju apartemen tempat biasa dirinya menghabiskan waktu jika tidak ada pekerjaan atau melarikan diri dari kembar. Barry beruntung karena keluarganya dan mendiang istrinya sangat membantu merawat kembar bahkan Tina dengan sukarela memberikan ASI pada kembar dengan mengikuti terapi agar payudaranya mengeluarkan susu atas permintaan istrinya.“Sudah selesai urusannya?,” Barry menatap Siska sang sekretaris yang duduk di sofa “siapa gadis itu?.”“Anak bimbingan Tina.”“Kamu menyukainya atau basa – basi?,” Siska menatap Barry tajam tapi sayangnya Barry tidak menjawab pertanyaan Siska “kita sudah bersama lama bahkan aku rela berselingkuh dan kita sampai memiliki anak lagi pula dulu seharusnya kamu membiarkan aku yang menyusui kembar bukan Tina.”“Itu permintaan terakhir istriku dan tidak mungkin aku ingkari.”Barry menarik Siska agar duduk di pangkuannya, dapat
Barry terkejut dengan pertanyaan Amel yang tidak di duga sama sekali, Amel masih tidak menyadari kata yang baru saja keluar dari bibirnya. Sebelum Amel berubah pikiran dengan cepat Barry mengajak Amel turun dan masuk ke dalam rumah, rumah ini masih ada yang membersihkan atas permintaan Barry takut sewaktu – waktu ada tamu atau dirinya ingin mengenang sang istri. Barry menatap Amel yang tampak menilai isi rumah ini lalu mengangguk perlahan, pandangan Amel teralihkan pada foto pernikahan yang dipajang di ruang keluarga.“Bukan Bu Tina?,” Amel menatap Barry bingung.Barry tersenyum “Tina adalah adik iparku jadi jelas bukan foto dia yang aku pajang bisa marah Raffi,” Barry melingkarkan lengannya dengan memeluk Amel “nanti kita ganti dengan foto kita,” bisik Barry sambil menahan nafsu untuk menyentuh Amel.“Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Amel tanpa melepaskan tangan Barry “orang tua aku ingin bertemu.”
Amel menyambut kedatangan Barry hari ini untuk bertemu keluarga terutama kedua orang tuanya, bahkan kakak Amel yang sudah tinggal jauh dari mereka menyempatkan waktu untuk pulang bersama keluarga kecilnya. Amel sedikit takut atas reaksi dari mereka semua nantinya dan hal ini pertama yang Amel alami karena selama ini tidak pernah sampai sejauh ini karena sudah langsung Amel tolak, tapi kali ini Amel yang menginginkan dan mereka sudah bertindak sangat jauh.“Amel,” panggil Gina “sudah datang ayo keluar.”Amel menghembuskan nafas panjang sebelum keluar, Amel dapat melihat bagaimana dewasanya Barry saat ini dan seketika Amel membayangkan kejadian kemarin yang hampir saja membuat dirinya melepas harta berharganya. Ketiga pria kesayangan Amel tampak serius berbicara dengan Barry, sedangkan Amel dan Gina hanya bisa diam dan memperhatikan bergantian.“Amel benar sudah siap menikah dengan Barry?,” pertanyaan Agus membuyarka
Barry mendengar apa yang Amel katakan tapi mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang ada dalam benak Amel, bagi Barry saat ini adalah menikmati Amel dan apabila dirinya tidak bisa akan menghubungi Siska demi hasratnya ini. Amel tahu jika Barry selalu menatap bagian bawahnya tapi mencoba untuk tidak sadar atas apa yang Barry lihat, tapi Amel melakukan beberapa gerakan yang semakin membuat Barry panas yaitu mengangkat sedikit bagian bawahnya sehingga terlihat dengan sangat jelas.Barry langsung menggendong Amel menuju kamarnya yang sudah dibersihkan oleh orang yang selalu Barry bayar, Barry meminta untuk dibersihkan dan mengisi bahan makanan jika tiba – tiba Amel memasak. Barry meletakkan Amel di ranjang dalam hitungan detik sudah mencium Amel dengan penuh gairah, sedangkan Amel hanya bisa membalas dan meletakkan tangannya di leher Barry untuk memperdalam ciuman mereka bahkan beberapa kali Amel meremas rambut Barry. Amel tidak tahu apa yang Barry lakukan karena
Dalam kamar Amel terngiang perkataan Barry dan membuat kewanitaannya basah, bertemu dengan Barry membangkitkan sisi liar Amel selama ini yang tidak terlihat, bahkan Amel melanggar aturan yang dibuatnya sendiri yaitu semua hal yang berkaitan dengan ranjang hanya akan terjadi setelah pernikahan dan nyatanya sekarang sudah dilakukannya.Amel hari ini ada sedikit kegiatan di kampus untuk bertemu Tina membicarakan tentang sidangnya yang beberapa hari lagi, berarti pernikahannya juga beberapa hari lagi membuat Amel semangat setiap mengingatnya. Tidak ada yang perlu disiapkan pada pernikahannya karena hanya diadakan di rumah dan setelah itu Barry mengajaknya tinggal di rumah mereka maksudnya rumah Barry dengan almarhumah istrinya.“Ini yang nikah dulu kamu,” goda Satria saat di meja makan “Barry pria yang cocok buat adik karena usia kalian jauh jadi lebih dewasa.”“Terima kasih dan semoga pilihan aku tidak salah.”
Amel tahu bahwa apa yang dilakukan saat ini salah, tapi sentuhan Barry membuatnya terlena bahkan mereka berdua saat ini sudah tanpa sehelai benang dan Barry bermain di bagian bawah tubuh Amel. Amel hanya bisa mendesah dan meremas rambut Barry atas apa yang dilakukan di bagian bawah tubuhnya, bahkan Amel semakin tidak tahan dan tidak lama kemudian cairan milik Amel keluar yang langsung disambut oleh Barry.“Bagaimana?,” Barry menatap wajah Amel yang mulai lemas “apa masih mau merasakan yang lebih?.”Amel mengangguk lemah “ajarin aku memuaskanmu.”Amel mengalungkan tangannya pada leher Barry dan menciumnya penuh dengan gairah, Barry yang mendapatkan perlakuan Amel sempat terkejut namun selanjutnya mencoba mengimbangi gerakan Amel, bahkan ciuman Amel sudah turun hingga ke bagian bawah Barry yang telah tegang. Amel perlahan memegangnya dan menggerakkan tangannya, tapi tidak lama kemudian Amel mendekatkan bibirnya pada milik Barry dan di