"Yuri minum susu basi, Papah mau bawa Yuri ke klinik."“Teledor banget sih Pah! Makanya kalau engngak bisa urus anak, enggak usah misahin kami sama Mamah! Awas aja kalau sampai Yuri kenapa-kenapa.”Sungguh aku sedang tak ingin mendengar ocehan anak itu. Aku hanya khawatir keselamatan Yuri. Meski begitu Rafa masih saja mengikuti.“Papah bawa Yuri ke klinik mana?”“Cahaya Medika, kamu enggak usah ikut, jagain Rio sama Adit, Papah buru-buru.”Mendengar hal itu Rafa menghentikan langkah. Syukurlah dia tak banyak protes. Hanya dia yang bisa kuandalkan. Andai ada kamu Wi, Mas yakin semua ini enggak akan terjadi. Aku berlari menuju parkiran. Sementara Yuri terus memuntahkan isi perutnya. Mau tak mau aku harus berkendara sambil menggendong Yuri, yang terus menangis. Sebenarnya Jarak rumah dan klinik cukup dekat, butuh waktu 10 menit untuk sampai ke sana, tetapi kali ini kenapa rasanya begitu jauh. Belum lagi saat Yuri yang lagi-lagi mengeluarkan isi perutnya. Aku tak mungkin melanjutkan perja
"Oke, aku memang sengaja bikin kamu tidur. Aku enggak mau ya kamu cuma mainin aku! hubungan kita sudah lama, tetapi kamu enggak pernah kasih aku kepastian.”“Enggak bisa! kamu harus jelaskan semuanya di hadapan Dewi, ayo ikut aku!”“Aku enggak mau! Ngapain juga aku jelaskan, memang kamu enggak mau nikah sama aku?”“Bukan begini caranya Eiden!”“Kalau aku enggak nekat kamu pikir Dewi mau lepaskan kamu gitu aja?”Aku menarik Eiden kali ini dengan sedikit paksaan, aku tak peduli meski ia meronta. Aku tetap bersi keras membawanya ke hadapan Dewi.“Kamu bisa minta apa pun, asal kali ini aja bantu aku menjelaskan semuanya ke Dewi.”“Segitu takutnya kamu kehilangan Dewi? Apa sih bagusnya dia?”“Kami sudah punya banyak anak, kamu enggak akan mengerti.”“Aku juga bisa kasih anak buat kamu Mas, kamu mau berapa pun aku bisa.”“Aku tanya sekali lagi, kamu mau atau tidak?”Eiden terdiam, padahal kami sudah duduk di mobil. Hanya butuh annggukan darinya, maka mobil akan segera melaju.“Iya aku mau,”
"Mas kenal sama perempuan yang baru masuk ke Spesialis Kulit dan Kelamin?”Pria itu rupanya juga tengah menatap ke arah Eiden dengan tatapan yang mencurigakan.“Iya teman saya.”“Ati-ati,” ucapnya seraya menyunggingkan bibir.Apanya yang hati-hati, perkataannya barusan sungguh memancing penasaran. Aku tak mau ambil pusing dengan urusan Eiden. Aku bahkan sedang menggendong jasad putriku, bagaimana bisa memikirkan orang lain.“Mari Mas.” Pria itu sudah berjalan lebih dulu, aku jauh tertinggal di belakang, aku lantas mengejarnya.“Kenapa anda mau menolong saya?” tanyaku.“Seminggu yang lalu putri saya meninggal dunia.” Laki-laki itu tertunduk, meski begitu kami terus berjalan. Katanya tak baik menunda pemakaman jenazah.“Innalillahi, saya turut berduka Mas.”“Mas tenang aja saya enggak akan membawa kabur mobilnya kok.”
Mereka yang tak pernah peduli akan kehadiran Tuhan di sisinya, justru sanksi sosial lah yang lebih memberi efek jera pada para pelaku kejahatan.“Sudah Pak RT orang Bapak kok tega banget ngeracun anaknya sendiri? Lapor polisi aja biar masuk penjara!” Di tengah kepanikan Eiden dengan wajah tak berdosanya, mendekatiku. Semua prang terdiam, seperti tengah memastikan sesuatu.“Loh ini kan perempuan yang di video ya?”“Iya benar, ini nih dasar pasangan mes*m!” umpat seorang wanita paruh baya, yang tampak berapi-api. Dia mendekati Eiden yang mulai ketakutan.Kenapa juga dia harus datang saat kondisi seperti ini.“Tuh Pak RT anaknya baru meninggal aja masih mau main belakang, coba kalau enggak ada kita-kita sudah zina lagi pasti!”“Arak aja, telanj*ng#n sekalian! Dasar perempuan engg#k bener!”Eiden yang makin ketakutan, dia segera pergi ke luar, diiringi sor
Jangan mengharapkan pertolongan orang lain, karena yang bisa membawamu keluar, ada pada kemauanmu sendiri.~PoV Dewi“Wi, kamu sudah lihat video suamimu dan selingkuhannya yang tersebar di media sosial?”“Untuk apa aku melihatnya, enggak penting, apa aku harus peduli dengan pembunuh itu, bahkan kalau hari ini dia mat* aku enggak akan sudi melihat jasadnya!” Risma yang sejak tadi ragu-ragu untuk bertanya akhirnya tak tahan lagi. Mungkin dia pikir hal itu akan memperparah luka di hatiku. Bukankah hidupku begitu menyedihkan. Ditinggalkan anak juga diselingkuhi suami di waktu yang bersamaan.“Astagfirullah, Wi.”“Kenapa?”“Aku tahu kamu sakit hati dengan perlakuan Mas Dani tetapi enggak baik menyumpahi orang lain meninggal.”“Terlalu banyak toleransi yang kuberikan Ris, saking bodohnha aku harus merelakan putriku satu-satunya..hiks hiks hiks.”“Dek Ris kamu apa-apan sih ngapain nunjukin v
"Sudahlah Bapak ini diajak ngomong baik-baik malah begini, Maaf ya Pak Dani, perbuatan Bapak dan ibu itu sudah melanggar norma dan agama, pokonya suka atau tidak suka, Bapak harus mengikuti keputusan saya!”“Saya enggak pernah nyentuh dia, Bapak lihat saya juga Cuma tiduran aja di vidio itu!” ucapku lantang.“Mas! Cukup ya aku juga punya harga diri!”“Kalau kamu punya harga diri kenPa.kamu taruh obat tidur di kopi terus membuka pakaianmu sendiri masuk ke kamarku!”Plakk!!“Cukup!” Dia berteriak seolah apa yang kukatakan tidaklah benar!Perempuan g*la!Aku lantas mencengkeram pergelangan tangannya kuat-kuat, membuatnya mendesis nyeri, sungguh aku menikmatinya, ini tak ada apa-apanya dibandingkan kamu yang membuatku kehilangan wajah, di hari pemakaman putriku sendiri.“Sudah! Cukup, terserah kalian mau ngomong apa yang jelas saya akan menikahkan kalian secepatnya! Apa pun alasannya!” Pak Rt menarik Eiden dari cengkeramanku. Tampak jejak merah gelap di s
“Dulu kamu pernah periksa ke Spesialis Kulit dan Kelamin kan? Kamu tuh sebenarnya sakit apa? Buat apa juga kamu sembunyikan semuanya dari suami kamu sendiri?”Mendadak Eiden berhenti merintih, dia berpaling menatapku, menampilkan ekspresi terkejutnya.“Hmm kamu jangan sembarangan nuduh, aku mana pernah periksa ke sana.” Seraya mengalihkan pandangan keluar. Aku bisa melihatnya berubah gugup. Saat bicara dia selalu saja menghindari terjadinya kontak mata denganku.“Aku masih normal Eiden!”“Aww sakit banget Mas!”“Ya sudah tahan lah, sebentar lagi sampai.”“Kita putar balik aja Mas, enggak usah periksa, aku istirahat aja di rumah.”“Kamu itu kenapa sih? Dibaiki malah enggak mau! Lihat aja, bengkak di leher kamu setiap hari semakin besar aja, aku aja yang lihat ngeri, belum lagi ruam kamu, udah hampir seluruh badan, masa iya kamu enggak merasa risi!”Eiden tak menjawab sekarang rintihan itu bercampur isaknya yang memilukan.Apa aku terlalu keras pada
“Bapak jangan ketawa terus dong, Arumi jadi takut, Bapak kenapa sih?”Aku bisa merasakan saat Arumi mengguncang tubuhku, setiap detik bahkan guncangannya semakin keras. Aku sampai terhuyung. Seseorang kemudian mendekat, aku tak peduli, kali ini aku hanya ingin tertawa. Hidupku hancur sehancur-hancurnya. Setiap malam aku bahkan tak mampu tidur nyenyak, bayang Si Bungsu yang menghampiri setiap malam, membuat rasa bersalah itu kian menyiksa jiwa. Nuraniku seakan berontak. Dewi tak mau menghukumku. Meski aku mencoba menghubungi Bude dan Padenya di kampung, namun jawabannya tetap sama. Suatu hari Dewi bahkan mengirimkan sebuah surat.“Aku melakukan semuanya demi anak. Jangan sampai anak-anak memiliki Ayah mantan narapidana, sudah cukup label Anak Tukang Selingkuh, yang tidak tahu kapan akan hilang. Jadi jangan menambah beban mereka dengan memenjarakan dirimu, bukankah ini lebih baik bagimu, kamu bisa bebas dengan istri barumu, nikmati saja hidupmu. Tak perlu merasa bersalah, buka