Melisa dan Riana sudah berada di dalam kamar tidur Riana—mertuanya itu. Riana mempersilahkan Melisa masuk dan duduk di sofa yang ada di dalam kamarnya. Selagi ia mencari baju-baju lamanya untuk Melisa. “Kamu sukanya pakai dress atau—““Terserah yang ada saja, Ma. Yang cocok sama aku,” kata Melisa memotong ucapan mertuanya. Riana menoleh seraya tersenyum. “Baiklah, tunggu sebentar. Mama carikan dulu, ya. Semoga saja ada yang cocok denganmu,” ujarnya sembari mencari-cari baju yang akan dikenakan Melisa yang ada di dalam lemari pakaiannya. Sementara di ruang tengah, Azham dan Rama masih duduk di sana dengan Damar yang masih fokus dengan pertandingan bola favoritnya. Dan Azham yang hanya duduk bersandar seraya memperhatikan tanpa minat. Mood Azham sudah jelek akibat mamanya yang datang membuat rusuh. Azham tidak pernah menyangka mamanya akan seagresif itu setelah memilik menantu. Tahu begitu, Azham tidak akan cepat-cepat menikah dan mungkin ia akan menolak mentah-menatah perjodohan i
Azham dan Melisa kini sudah berada di dalam kamar Azham yang ada di rumah Riana dan Rama. Mereka semua sudah makan malam juga berbincang-bincang ringan di ruang keluarga setelah makan malam. Kini saatnya mereka beristirahat dan tidur untuk mengumpulkan tenaga mereka untuk pagi nanti. Melisa yang ada di dalam kamar mandi ingin mengganti dressnya dengan baju tidur yang diberikan mama mertuanya. Melisa kira, baju tidur yang diberikan Riana padanya adalah piama atau apalah. Ternyata, yang diberikan Riana kepadanya adalah Lingeri yang berbahan tipis dan sangat minim. Melisa sampai terbengong-bengong menatap linger itu yang masih belum ia kenakan. Melisa mendecak merasa kalau mama mertuanya itu sedang mengerjainya. Melisa tidak mungkin memakainya. Sementara ia akan tidur bersama Azham. Apa yang akan dikatakan Azham padanya saat tahu Melisa memakai baju seperti itu. “Astaga, baju macam apa ini? Pasti ini Mama sengaja,” ujar Melisa seraya meletakkan lingeri itu di atas wastafel seraya me
Riana sejak tadi terkikik tanpa Rama tahu apa penyebabnya. Rama yang duduk bersandar di ranjang menatapnya dengan alis terangkat sebelah heran. “Bisa kau katakan ada apa, Riana? Kenapa sejak tadi kuperhatikan kau tertawa sendiri?” Riana yang mendengar itu menoleh seraya kembali tertawa. Sekarang tawanya sengaja dibesarkan. Riana terbahak-bahak membuat Rama semakin bingung. “Astaga, Pa. Aku tidak bisa menahan tawaku saat ini. Ini sangat menggelikan,” ujarnya. “Memang ada apa? Apa yang membuatmu geli begitu?” tanya Rama seraya membenahi duduknya menghadap Riana yang duduk di kursi meja riasnya. “Kau tahu, Azham belum menyentuh Melisa?” Alih-alih menjawab, Riana malah melontarkan pertanyaan yang sontak membuat Rama melongo. “Benarkah? Kau tahu itu dari mana?” tanya Rama heran. Riana menghentikan tawanya, lalu beranjak berdiri menghampiri suaminya ikut duduk di atas ranjang. “Aku tahu! Aku tahu semuanya, Pa.” Kening Rama mengerut, ia sama sekali tidak paham dengan yang dimaksud istr
“Zham, kok, mandi rambutnya nggak dibasahin?” tanya Riana sontak semuanya melirik dirinya. Azham menghela nafas kasar. Ia sudah menduga kalau semalam adalah rencananya. Untung saja Azham masih bisa menahan diri. Jadi, ia tidak masuk perangkap mamanya. “Melisa juga. Kamu, kok, mandi nggak basahin rambut?” Melisa menjadi heran. Sedangkan Azham melirik Melisa yang juga tengah meliriknya meminta penjelasan, tapi Azham hanya mengabaikannya. Sementara Rama menatap Azham dan Melisa secara bergantian. Lalu beralih menatap Riana yang seperti sedang kecewa. Ya, kecewa karena rencananya gagalMelisa sontak memegangi rambutnya yang diprotes oleh sang mertua. Ia benar-benar penasaran ada apa dengan rambutnya yang tidak basah. Sementara Rama menyembunyikan senyumnya saat mengetahui kalau rencana Riana gatot atau (gagal total). “Iya, Ma. ‘Kan Melisa nggak lagi keramas. Makanya, nggak basah.” Melisa menjawab itu dengan menatap semua orang yang melihatnya. “Iya, maksud Mama. Kenapa kamu nggak lag
Azham masuk ke dalam toilet khusus pria. Ia mencuci wajahnya. Entah kenapa, ia tadi kelepasan dan membuat Melisa terheran-heran dengan sikapnya. Bukan, bukan hanya Melisa. Melainkan dia pun merasakannya. Azham bingung dengan sikapnya tadi. Tidak tahu kenapa, Azham benar-benar merasa ketakutan. Ketakutan yang baru dirasakannya saat ini. Melihat Melisa turun dan mobil begitu saja dan melihat begitu pada kendaraan di lampu merah, membuat Azham merasa takut kalau Melisa akan kenapa-napa. Jantung Azham berdebar kencang saat itu. Membuatnya tak terkendali hingga memarahi dan membentak Melisa begitu saja. Azham menghela nafas kasar. “Ada apa dengan diriku saat ini?” gumamnya pelan seraya menatap wajahnya di pantulan cermin. Perasaan aneh seperti itu baru saja Azham rasakan, dan lebih anehnya itu dirasakannya hanya pada Melisa saja. Sungguh, membuat Azham kebingungan. Ada apa dengan dirinya selalu itu yang ditanyakan Azham pada dirinya sendiri. Sekali lagi, Azham membasuh wajahnya dengan
Azham baru saja menyelesaikan satu kelas, dan ingin melanjut satu kelas lagi. Namun, tiba-tiba Zera—sekretarisnya menelfon dirinya meminta Azham untuk segera ke kantor. Karena ada file penting yang harus ditanda tangani Azham sekarang. Azham sebenarnya menolak dan mengatakan akan datang nanti saja setelah ia menyelesaikan mengakar satu kelas. Tetapi, Zera memaksa dan mengatakan kalau file itu harus segera ditanda tangani untuk diberikan ke pada klien penting. Mau tidak mau, Azham pun mengiyakan. Dan mengatakan pada Zera kalau dirinya akan segera datang. Azham pun berangkat ke kantor setelah memberi satu perwakilan kelas tersebut. Kalau dirinya tidak bisa mengisi kelas hari ini. Karena ada urusan mendadak. Kalian bisa tahu, bagaimana senangnya mahasiswa satu kelas itu mendengar berita tersebut. Azham berjalan menuju parkiran, tapi belum juga ia sampai di parkiran kampus. Ia melihat Melisa dan Dea sedang berjalan entah akan kemana. Azham memanggil Melisa. Sontak, Dea dan Melisa meno
Riana berjalan menghampiri Rama—suaminya yang masih asyik di ruang tengah membaca koran. Riana mendekat dan langsung duduk di samping Rama. Rama yang menyadari kehadiran Riana lantas melirik ke samping sebentar, lalu kembali pada korannya. “Pa,” panggil Riana antusias. Riana ingin memberi tahu sesuatu kepada suaminya, itulah mengapa ia datang dengan wajah berseri-seri. “Hhmmm...” Hanya itu yang keluar dari mulut Rama membuat Riana kesal. Wajahnya yang tadi berseri bahagia. Kini berubah menjadi murung dan menatap kesal suaminya. “Ish, Pa,” protes Riana seraya menepuk lengan Rama pelan. Rama menghentikan kegiatan baca membacanya seraya melipat koran dan meletakkannya di atas meja. Lantas menatap ke arah Riana yang menatapnya jengkel. “Menyebalkan sekali,” gumam Riana pelan. “Ada apa memangnya, sih? Kaya ada hal penting saja yang ingin kamu katakan,” kata Rama. “Ck, entahlah Pa. Tadinya, memang penting. Tapi sekarang sudahlah, malas aku.” Riana memutar tubuhnya duduk dengan membel
“Saya tidak akan turun sebelum Pak Azham mengatakan alas—““Kau mau aku gendong masuk ke dalam gedung itu, Melisa?” ancam Azham cepat memotong ucapan Melisa. Melisa membulatkan matanya seraya melirik Azham sebal. “Bisa berhenti mengancam, Pak?” dengus Melisa. “Bisa!” sahut Azham spontan. “Baguslah,” kata Melisa lega. “Kalau kau berhenti membantah dan mengikuti apa kataku,” ucap Azham sontak membuat Melisa spontan menolehkan kepalanya menghadap Azham. Melisa menarik nafas seraya menggigit bibir dalamnya menahan kekesalannya pada Azham suaminya. Andai saja ia bisa sedikit saja menonjol wajah datar milik Azham. Melisa akan melakukannya sekarang. Namun itu tidak akan pernah terjadi. Sebab, Melisa bisa pastikan kalau nilainya akan anjlok dan gagal wisuda. Sehingga, akan membuatnya mengulang tahun depan lagi. Sungguh, kekesalan di hati Melisa sangat membuncah. Akan tetapi, tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa.“Isssshh...” desis Melisa seraya membuka pintu mobil dengan agak sed