Share

Air Mata Pernikahan

Dua hari kemudian.

"Saya terima nikah dan kawinnya Alzena Dinata binti Surya Dinata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"

Ucapan itu lah yang kini menggema di tiap sudut rumahnya, kalimat yang membuat Alzena dan Emilio kini sah menjadi suami istri

Berbeda dengan Aditya Dinata dan Maya Avira yang hari ini menjadi satu pasangan yang paling bahagia, karena akhirnya hari yang dinanti nantinya tiba juga.

Namun tidak untuk Alzena Dinata, justru hari ini adalah hari yang membuatnya sangat bersedih, lantaran sebuah pernikahan yang sama sekali tak ia inginkan terjadi, tak terasa setetes air mata terjatuh membasahi pipi wanita cantik dengan gaun pernikahan tersebut.

Tak menyangka jika pernikahan yang tak diinginkan ini akan benar benar terjadi, dan hari ini status singlenya telah berubah menjadi menikah.

"Maafin aku Jod, aku terpaksa melakukan ini," batin Alzena dengan pandangan yang terus menunduk.

Ia berusaha untuk menahan air matanya namun nyatanya tak berhasil, air mata itu tetap terjatuh dan hampir tak dapat terhenti, dibalik senyum semua orang yang hadir, terdapat sebuah luka yang sangat mendalam bagi Alzena.

Lalu bagaimana dengan Emil ? Meski pernikahan ini ia lakukan tanpa persiapan, namun hatinya tak sesakit yang dirasakan Alzena, nyatanya ia masih bisa tersenyum menghadapi semua yang terjadi hari ini.

"Emil, saya titip Alzena, tolong didik dia dengan baik, sayangi dia dalam kondisi apa pun, dan ingat, jangan pernah bermain kasar terhadap anak saya!"

"Pasti yah, saya akan selalu mengingat pesan ayah, dan saya juga pamit ingin membawa Alzena tinggal bersama saya."

Terdengar sepenggal percakapan itu ditelinga Alzena, dan membuat Alzena meneteskan air mata kembali, Tiba tiba terasa sebuah pelukan hangat yang Alzena rasa saat ia berusaha menghapus air matanya.

"Ayah!"

Ya pelukan itu adalah pelukan sayang dari Surya untuk Alzena.

"Jadi lah istri yang baik untuk suamimu Zen, Emil adalah laki laki yang harus kamu hormati setelah ayah, karena dia sekarang sudah sah menjadi suamimu, jangan membangkang ucapnya dan jangan pernah membuatnya sakit hati."

Kalimat itu kini terdengar mengiris hati, yang membuat hati Alzen terenyuh dan ingin menangis. Apakah pernikahan ini akan membuatnya berpisah dengan Surya? Apakah pernikahan ini akan menjadi akhir kebahagian yang Alzena rasa?

Ia terus berfikir mengapa takdir ini harus datang kepadanya, mungkin jika posisi Emil saat ini adalah Jody ia tak akan sesedih ini, malah justru ia akan bahagia karna ia sedang bersanding dengan laki laki yang memang ia cintai.

Sementara sekarang malah Emil yang kini berada disampingnya dan telah berstatus menjadi suaminya.

"Zen, selamat ya, karena kamu sekarang udah jadi seorang istri juga," tambah Maya sebagai kakak ipar Alzena.

Maya tak mengetahui betapa sakit nya hati Alzena saat ini, karena permasalahan ini tak ada seorang pun yang tau selain Surya, Adit, Alzena dan Emil sendiri.

Maya mengira perasaan Alzena saat ini sama seperti yang ia rasakan, bahagia setelah resmi menjadi seorang istri, ia pun mengira tangisan Alzena adalah tangisan bahagia, padahal ternyata itu adalah tangisan kesedihannya.

Hingga akhirnya acara pun selesai. Seperti yang diucapkan Emil pada Surya, bahwa ia akan membawa Alzena pulang bersamanya. Ke rumah yang sudah sejak lama disiapkan Emil untuk siapa pun wanita yang menjadi istrinya.

"Bapak tidur aja duluan, saya belum ngantuk," ucap Alzena setelah kini ia berada dalam satu ruangan dengan Emil.

Langkah Alzena perlahan menjauh menuju sebuah sofa yang juga berada di dalam ruangan yang sama.

"Zen, kenapa tidur di situ?" tanya Emil setelah ia melihat Alzena perlahan merebahkan tubuhnya disofa.

"Saya tidur disini aja pak," jawab Alzena yang membuat Emil melebarkan mata.

Melihat pemandangan itu membuat Emil seketika beranjak dari tidurnya. Kali ini Emil mulai faham mengapa Alzena melakukan hal seperti ini, bahkan ia lebih memilih tidur disofa dibanding tidur bersamanya.

Tak banyak berkata, Emil kini berjalan mendekati Alzena yang sudah berpura pura memejamkan mata.

"Kamu tidur di tempat tidur, biar saya yang tidur disofa ini!" ucap Emil yang membuat Alzena seketika membuka matanya kembali.

Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan, mengapa Emil mau mengalah untuknya? Ini hanya basa basi atau emang ia peduli?

"Ngga usah pak, biar saya aja yang tidur disini," ucap Alzena kekeh dengan keinginannya.

Menghadapi sikap Alzen yang ternyata sedikit batu, Emil kini terdiam, memikirkan bagaimana caranya agar Alzen tidak lagi tidur disofa seperti ini, badannya pasti akan terasa sakit jika tiap malam ia harus tidur di sofa kecil ini.

"Yasudah saya tidur di kamar tamu saja, agar kamu bisa tidur dengan nyenyak di kamar ini," ucap Emil yang kemudian melangkahkan kakinya keluar ruangan.

Melihat kepergian itu membuat Alzena terdiam, ia tertegun memperhatikan pilihan Emil, ia memilih keluar demi untuk keinginan sang istri yang tak ingin tidur bersamanya.

Setelah dirasa Emil tak mungkin lagi datang, kini Alzena pun melangkahkan kakinya menuju tempat tidur yang luas itu.

Alzena merebahkan tubuhnya secara perlahan, setelah kepalanya kini bersentuhan dengan bantal, tercium aroma wangi yang ia rasakan, hingga kini Alzena sedikit memutar wajahnya dan menghirup aroma wangi yang ternyata berasal dari sebuah bantal yang menjadi alas tidurnya.

Aroma itu adalah aroma wangi dari rambut Emilio, aromanya sangat lembut hingga membuatnya sedikit tenang.

Sementara Emil yang kini berada didalam kamar tamu, ia yang sudah berbaring dengan pandangan yang terus tertuju pada langit langit kamarnya.

Entah apa yang sedang ia fikirkan saat ini, hingga matanya sulit sekali terpejam. Hanya berkedip berulang kali dan fikiran yang tampak tak sinkron dengan hati nya.

Saat mata Alzena hendak terpejam, tiba tiba.. "dreeet dreet" sebuah panggilan masuk di ponsel nya, membuat mata Alzena kini terbuka kembali.

Nama Jody menari nari dilayar benda pipih itu, bukan langsung menjawab, Alzena justru bingung atas jawaban apa yang hendak ia beri pada Jody, jika sebuah pertanyaan terlontar nanti? Layar ponsel itu terus menyala dan getarannya tak terhenti, yang membuat Alzena mau tak mau menjawab panggilan itu.

"Iya Jod."

"Zen, kamu kemana aja sih? sehari ini aku ngga tau kabar kamu? kamu juga ngga kabarin aku apa apa, apa kamu masih marah sama aku? atas kejadian malam itu" ucap Jody yang membuat Alzena kini benar benar bingung.

Apa ia harus jujur dengan semua yang terjadi padanya hari ini? Tapi rasa nya berat sekali, yang jelas ia belum siap kehilangan Jody.

"Ngga kok Jod aku ngga marah sama kamu, tapi hari ini dirumah lagi ada acara, aku sibuk siapin semua nya."

"Acara, acara apa?"

"Kak Adit nikah!"

"Nikah, loh kenapa aku ngga diundang Zen?"

"Ngga ada yang diundang Jod, cuma ijab kabul aja kok tanpa pesta." jawab Alzena yang membuat Jody akhir nya terdiam dan mengangguk faham.

Tut tut tut!

Panggilan pun terputus, sementara Alzena yang kini terdiam dengan mata yang tampak memerah.

"Maafin aku ya Jod, aku belum bisa jujur sama kamu, karena aku belum siap kehilangan kamu Jod."

•••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status