Share

Perkara Tak Pamit

"Dia bener bener nyesel loh atas perbuatannya sama kamu tadi."

Tiba tiba terdengar ucapan itu, saat Alzena hendak melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Dan membuat Alzena seketika menoleh, ternyata ada Adit disana, dengan sebuah gitar yang perlahan ia mainkan, hingga membentuk bunyi indah dari petikan petikan yang terjadi.

"Sampe sampe dia rela nunggu kamu lama, demi bisa minta maaf langsung ke kamu, dia juga udah cerita ke kakak, atas kejadian apa yang buat kamu marah kaya gini."

"Terus, menurut kakak apa itu pantas dilakukan oleh seorang dosen pada mahasiswinya? Keterlaluan tau ngga ka? Zen malu, didepan temen temen dia biarin Zen berdiri kaya orang bodoh, dia kira Zen anak TK yang bisa diperlakukan seperti itu, dimana sih hatinya? Katanya calon suami tapi ngga menghargai calon istrinya."

"Jadi sekarang kamu udah bisa terima perjodohan itu?" tanya Adit yang malah keluar dari topik utama, membuat Alzena mengerutkan dahi dan memperhatikan wajah sang kakak dengan seksama.

"Kenapa malah bahas itu sih kak? Tema kita sekarang bukan itu ya!" ucap Alzena yang membuat Adit terkekeh.

Perlahan Adit pun menaruh gitarnya, yang kemudian melangkah mendekati gadis mungil dengan wajah muram, dibelainya rambut panjang berwarna hitam itu dengan lembut.

Seakan Adit ingin memberi kenyamanan disana, sebagai seorang kakak, hal ini wajib ia lakukan, demi kenyamanan dan ketenangan adiknya.

"Dia tadi minta maaf sama kakak, sama ayah juga. Katanya dia bener bener menyesal, dan berjanji ngga akan mengulanginya lagi. Lagian kamu juga sih Zen, dia kan emang orang yang disiplin, kamu malah pake terlambat segala."

"Zen ngga tau kak, Zen fikir jam di kamar Zen itu bener, tapi ternyata jamnya mungkin mati, Zen juga kan ngga bawa handphone, handphone Zen masih dibawa ayah, jadi Zen ngga tau waktu," cerocos Alzena dengan wajah cemberut.

"Ini handphone kamu," ucap Adit seraya memberikan ponsel Alzena kembali.

Melihat ponsel dihadapannya itu membuat Alzena perlahan tersenyum dan dengan cepat meraihnya.

"Alhamdulilah, akhirnya handphoneku kembali lagi."

Waktu terus berputar, hingga malam akhirnya tiba, seperti janji Alzena pada Jody yang hendak menemuinya pada pukul 20:00, Alzena kini melangkah dengan berhati hati, langkah nya bak seorang pencuri yang hendak merampas semua isi rumah.

Setelah berhasil keluar dari rumah, kini Alzena pun menghela nafas lega, ia berjalan hingga ujung gang untuk menemui Jody yang sudah menunggunya dan akan membawanya ke area balap liar malam ini.

Sementara Emil, yang kini menghentikan mobilnya, kala ia melihat Alzena yang jalan mengendap endap dan berlari menemui Jody.

Kini mereka pun melaju mengendarai motor sport berwarna merah milik Jody. Dan tanpa sepengetahuan Alzena dan Jody, Emil pun mengikuti kemana arah motor itu melaju.

Ditempat berbeda, sudah terdapat kerumunan para pemuda pemudi yang berantusias menyaksikan acara terlarang ini, sementara Alzena yang kini memasang wajah bahagia saat ia bisa kembali lagi ditempat ini bersama Jody.

Beberapa waktu lalu, kegiatan ini sempat terhenti setelah aksinya diketahui oleh pihak yang berwajib, namun kini kembali lagi mereka melakukan hal yang sama dan ditempat yang sama pula.

Disana sudah terdapat beberapa motor berjejeran yang hendak saling mendahului, termasuk Jody dengan motor sport berwarna merahnya Jody siap mengalahkan semua lawannya.

"Semangat sayang!" ucap Alzena dengan suara yang sedikit keras.

Karena kini tempat tak lagi sepi, karena adanya suara motor yang saling bersahutan. Ucapan itu membuat Jody mengacungkan jempol hingga membuat Alzena tersenyum.

"One two go.." ucap suara wanita yang tengah berdiri ditengah tengah para pembalap liar tersebut.

Dengan sebuah bendera yang di kibarkan, yang artinya balapan pun dimulai, beberapa motor yang sudah berjejer kini mulai melaju dan saling mendahului, Alzena tampak bahagia melihat Jody yang kini posisinya paling terdepan.

"Jody Jody Jody!" pekik Alzena bersamaan dengan para suporter nya, untuk memberikan semangat.

Tak lama kemudian, terdengar suara sirine mobil polisi mendekat ke lokasi, hingga membuat semuanya panik dan saling berlarian menyelamatkan diri masing masing.

Alih alih ikut berlari, Alzena justru hanya terdiam bingung dengan apa yang harus ia lakukan saat ini.

Sementara dari tempat yang tidak terlalu jauh, Emil terbelalak menyaksikan gerombolan laki laki berseragam itu berlari mendekat.

Tak berfikir lama, dengan cepat Emil pun keluar dari mobil, berlari menyelamatkan Alzena dan membawanya memasuki mobil kembali, lalu Emil pun melajukan mobilnya pergi.

Dan Jody yang kini sudah melajukan motornya sejauh mungkin, karena ternyata ia sudah tau lebih dulu atas kedatangan polisi polisi tersebut.

"Maafin aku Zen, aku tinggalin kamu ditempat itu, karena aku ngga mungkin balik ke lokasi." batin Jody dengan terus melajukan motornya.

Sementara Alzena yang kini melebarkan mata, setelah sadar ternyata Emil lah seseorang yang menolongnya.

"Pak Emil? Dari mana bapak tau kalau saya ada ditempat itu?"

"Karena dari tadi saya ikutin kamu, mulai dari kamu keluar rumah dengan cara mengendap endap, hingga kamu menemui Jody diujung gang dan pergi bersamanya ketempat balap motor itu, semua saya tau!" jawab Emil yang membuat Alzena melebarkan mata.

Sebagai laki laki yang bertanggung jawab, Emil pun mengantar Alzena kembali kerumah, dengan utuh dan selamat.

Karena mendapat serangan pertanyaan dari Surya, kini Emil pun menjelaskan semuanya, tentang apa yang terjadi pada Alzena anak gadisnya.

Ekspresi wajah laki laki berkaca mata itu seketika berubah setelah mendengar penjelasan dari Emil, tampaknya ia sangat kecewa, dengan kelakuan sang anak, yang semakin hari tak dapat dimengerti.

Setelah Emil kini berpamitan, Dengan cepat Surya pun beranjak, memperhatikan Alzena dengan pandangan tajam.

"Berani beraninya kamu pergi tanpa izin ayah, apa lagi perginya dengan Jody, siapa yang sudah mengajarimu seperti itu Zen? Ayah tidak pernah mengajarkan kamu hal buruk itu. Sudah berapa kali ayah bilang, jangan bergaul dengan Jody, ini akibatnya kalau kamu melawan ucapan ayah. Untung ada Emil yang mau menolong mu, kalau ngga, kamu sekarang udah mendekam di kantor polisi," ucap Surya Bernada tinggi.

Tampaknya kali ini ia benar benar marah dengan Alzena, kecewa dan sekaligus merasa tak dihormati sebagai ayah. Hanya karena ingin bersama Jody di area balap motor itu, hingga ia berani menentang ucapan sang ayah.

"Sekarang ayah ngga percaya lagi sama kamu Zen, kamu buat ayah kecewa. Ucapan ayah kamu anggap sampah. Mau ngga mau penikahan kalian harus dipercepat, karna ayah ngga mau lagi kamu bohongi, biar Emil yang mendidik kamu nanti, biar kamu tau bagaimana rasanya hidup tanpa didikan ayah lagi. Percuma ayah nasehatin kamu selama ini, ayah kasih pengertian ke kamu kalau akhirnya kamu masih berani bohongin ayah," tambah Surya dengan langkah yang sedikit menjauh.

"Lusa, mau ngga mau kalian harus menikah." tambah Surya yang membuat Alzena terbelalak.

Ingin sekali menolaknya, namun kini Alzena tak dapat lagi berkutik, karena amarah sang ayah yang kini memuncak. Mendengar semua amukannya dan mendengar semua ucapannya membuat Alzena terdiam.

Semua jawabannya pun akan menjadi percuma karena sang ayah tak mungkin lagi mendengarnya.

"Zen minta maaf yah, Zen salah. Zen janji ngga akan mengulanginya lagi," ucap Alzena dengan terus menunduk.

Melihat ekspresi bersalah Alzena membuat Surya tak sampai hati, hatinya merasa iba dan tak tega.

Perlahan Surya pun mendekat dan merengkuh tubuh mungil putrinya itu, membelai rambutnya dengan lembut seakan akan ia menyesal telah memarahinya.

"Maafin ayah nak, ayah ngga bermaksut buat kamu takut, ayah ngga bermaksut marah sama kamu. Ini semua karena ayah sangat menyayangimu Zen, ayah ngga mau kamu salah bergaul, ayah ngga mau masa depan kamu kenapa napa. Maafin ayah ya Zen," ucap Surya dalam dekapannya.

Mendengar ucapan itu membuat Alzena meneteskan air mata, dan perlahan mengangguk.

"Alzen juga minta maaf yah, udah buat ayah kecewa."

•••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status