Share

Apa Dosen Sesibuk Itu?

"Kamu atur saja semuanya, sementara ini jangan dulu menghubungi saya masalah pekerjaan, kirim kan saja melalui email tentang semua laporan masuk, dan kamu yang harus menangani. saya percaya dengan kamu Do."

"Baik Tuan, terimakasih atas kepercayaannya. Kalau begitu saya mohon izin."

"Silahkan."

Sepenggal kalimat yang samar samar terdengar ditelinga Alzena. Wanita yang sedang bergelut dengan banyaknya tugas kuliah itu sedikit melirik pada arah sang suami yang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Apa dia bicara dengan prof Dirga? Tapi kok beda.." batinnya kala memikirkan sebuah kalimat yang tak sengaja ia dengar itu.

Tiba tiba..

Dreet dreet!

Sebuah panggilan masuk di ponsel Alzena. Sementara letak ponsel itu tak jauh dari pandangan Emil, yang dengan mudah dapat melirik dan melihat siapa seseorang yang sedang menghubungi istrinya tersebut?

Jody, nama itu yang kini menari nari dilayar ponsel Alzena, membuat Emil terdiam dan kembali mengalihkan pandangannya.

"Zen, ada telfon masuk!" ucap Emil dengan pandangan yang kembali tertuju pada layar ponsel dalam genggamannya.

Entah, apa yang sedang dilakukan laki laki itu hingga pandangannya sedari tadi tak beralih dari benda pipih tersebut.

Dengan cepat Alzena pun meraih ponselnya, dan memperhatikan siapa sang penelepon? setelah nama Jody terlihat di pandangannya, kini Alzena sedikit melirik pada Emil, apa mungkin Emil tak melihat siapa peneleponnya?

"Angkat saja telfonnya, mungkin dia rindu," ucap Emil yang lalu beranjak meninggalkan tempat.

Setelah memperhatikan kepergian laki laki bertubuh ideal itu, Alzena pun menjawab panggilannya.

"Ada apa Jod?"

"Zen, ada sesuatu yang mau aku bicarakan. Apa kamu ada waktu?" Ucap Jody yang membuat Alzena terdiam.

Sedikit berfikir bagaimana caranya ia meminta izin pada sang suami, untuk pergi menemui kekasihnya? dan harus beralasan apa? Ah.. sungguh merepotkan.

Karena bingung harus menjawab apa, Alzena dengan cepat memutuskan panggilannya, masalah jika Jody marah, itu urusan nanti yang terpenting saat ini, tak membuat Alzena kebingungan.

"Cari aman dulu deh," gumamnya setelah panggilan berakhir.

Lelah, karena sebuah tugas yang akhirnya terselesaikan, rasa kantuk yang kini menghampiri, menggiring Alzena memasuki ruang kamarnya.

Alzena memejamkan mata, hingga tertidur pulas.

Beberapa jam kemudian. Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari.

Alzena yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan berjalan menuju dapur untuk menuang air kedalam sebuah gelas yang sudah ia siapkan.

Ditenggaknya air itu hingga tandas. Dan melanjutkan langkahnya memasuki ruang kamar kembali, namun langkahnya seketika terhenti saat ia melihat sedikit cahaya yang keluar dari satu ruangan.

Melihat pintu yang tak tertutup rapat, membuat Alzena ingin melangkah mendekat. Belum lama berada dirumah ini, hingga Alzena tak tau ruangan apa yang hendak ia datangi kali ini.

Perlahan Alzena mengarahkan pandangannya pada sebuah ruangan yang tampak bercat putih itu. Dengan sedikit membuka pintu, agar pandangannya sedikit leluasa.

Terkejut saat ia dapati Emil disana, dengan sebuah labtop dihadapannya, tampaknya ia sangat serius hingga kehadiran Alzena pun tak disadarinya.

"Dia ngapain? Kerja, emang harus sampe jam segini? Apakah seorang dosen sesibuk ini? Sampai sampai waktunya tidur dia gunakan untuk bekerja," batin Alzena dengan pendangan yang terus tertuju pada fokusnya Emil memperhatikan layar labtop.

Setelah cukup lama terdiam memperhatikan Emil, rasa kantuk kini menghampirinya lagi, hingga Alzena kembali melangkah menuju kamarnya, dan seketika mata itu terpejam setelah merasa nyaman dengan posisi tidurnya.

Hingga kini terdengar suara ayam berkokok yang menandakan hari sudah pagi, dan membuat Alzena membuka mata.

Seperti biasa setelah menunaikan ibadahnya, Aktifitas selanjutnya adalah memasak. Hal ini sering dilakukan Alzena, bahkan jauh sebelum ia menikah dengan Emil.

Sementara Emil yang kini pun terduduk tak jauh dari tempat dimana Alzena bergelut dengan perkakas memasaknya. Menyeruput kopi buatan sang istri, yang rasanya membuat lidah bergoyang.

"Apa seorang dosen, sesibuk itu ya pak?"

Tiba tiba terlontar sebuah pertanyaan dari bibir Alzena yang tengah menyiapkan sarapan pagi ini, pertanyaan itu membuat Emil mengerutkan dahi.

"Apa maksudmu?"

"Semalam saya ngga sengaja liat bapak diruang kerja. Jam dua malam, bapak masih fokus dengan layar labtop. Emang ngga sakit tuh matanya? Selama itu didepan labtop," jawab Alzena tanpa memandang.

Gerak tangannya tetep gesit dengan aktifitas menyajikan sarapan untuk sang suami. Meski pernikahan ini tak ia inginkan, namun Alzena adalah wanita yang penuh tanggung jawab.

Ia tau apa yang harus ia lakukan, kala gelar istri sudah ia sandang. Menyiapkan segala kebutuhan sang suami termasuk urusan perutnya.

"Kamu ngintip?"

"Ngga, cuma ngga sengaja lihat aja."

Belum sempat Emil menjawab tiba tiba..

"Dreet dreet" sebuah panggilan masuk ke ponsel Alzena. Kembali nama Jody menari nari disana.

"Iya Jod."

"Zen, aku jemput ya, kita ke kampus bareng."

"Ngga usah Jod, aku udah pesen taxy, kamu berangkat sendiri aja ya."

Mendengar jawaban itu membuat Emil sedikit tersenyum. Tak menyangka jika Alzena akan menolak permintaan kekasihnya.

Meski tinggal satu rumah, Alzena dan Emil tak pernah semobil bersama, khususnya saat pergi ke kampus, karena Alzena yang tak mau jika semua penghuni kampus termasuk Jody, menyadari kedekatannya dengan Emil.

"Tumben nolak, bukankah biasanya kamu selalu bahagia, saat kekasihmu itu menjemput?" celetuk Emil setelah panggilan Alzena dan Jody berakhir.

Mendengar kalimat itu membuat Alzena melirik, dan menatap tajam ke wajah tampan laki laki dihadapannya itu.

"Jangan cari masalah deh pak, saya ngga mau ya, berdebat sama bapak, ini masih pagi," jawab Alzena yang membuat Emil tersenyum tak sedap.

"Lagi pula, bukan kah suamimu ini satu kampus denganmu Zen? Kenapa kamu ngga berangkat bareng saya saja? Apa harus naik taxy online?"

"Ngga, bapak mau pernikahan kita terbongkar? Bapak sih seneng, tapi saya yang belum siap..."

"Ya, belum siap kehilangan Jody kan?" sambar Emil yang lalu beranjak meninggalkan tempat.

Kepergian laki laki bertubuh ideal itu tak lepas dari pandangan Alzena. Apa ia bersalah? Jika membahas Jody dihadapan sang suami? Namun, tujuan sebenarnya hanya untuk memberi pengertiannya saja, jika sekarang belum saatnya Jody tau.

Dan Emil yang kini melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, namun arahnya kali ini bukan menuju kampus, entah kemana Emil akan pergi?

"Saya kesana sekarang, tolong siapkan semuanya, karena saya tidak punya banyak waktu."

Sepenggal kalimat yang Emil ucapkan melalui media ponselnya.

"Baik tuan, hanya ada tiga berkas yang perlu ditanda tangani oleh tua," sahut sang penelpon.

Menambah kecepatan mobil, Emil menuju ke suatu tempat. Sementara Alzena yang kini telah sampai dikampus lebih dulu.

Langkahnya kini terhenti dan pandangannya terus tertuju pada beberapa mobil yang tengah terparkir di parkiran kampus. Ia tertegun kala tak ia dapati mobil Emil diantaranya.

"Dia belum sampek? Apa dia ngga ke kampus? terus dia pergi kemana?" Batin Alzena terdiam memperhatikan jejeran mobil.

Tiba tiba "tiiiin" suara klakson mobil yang membuatnya terperanjak.

"Riska."

Ya, itu adalah mobil Riska, sahabatnya.

"Zen, kamu ngapain sih? Kok berdiri disini?" Tanya Riska setelah berada dekat dengan Alzena.

"Aku? Emm.. ngga papa, nungguin kamu," jawabnya beralibi.

"Serius. Wah senengnya, yaudah yuk masuk," ajak Riska yang kini membawa Alzena melangkah.

Sesampainya didepan ruangan Emil, kembali langkah Alzena terhenti, ia dapati sebuah ruangan yang masih tampak sunyi.

"Ternyata bener dia belum dateng, terus dia pergi kemana? Bukankah seharusnya dia udah sampek? dia kan berangkat lebih dulu dari aku," batinnya dengan pandangan yang terus tertuju pada pintu yang masih tertutup rapat itu.

Melihat Alzena yang tiba tiba terdiam, membuat Riska bingung. Sebenarnya hal apa yang sedang difikirkan sang sahabat?

"Zen, kamu kenapa sih?" Tanyanya yang seketika membuyarkan lamunan Alzena.

"Emm, ngga papa kok Ris, yuk jalan lagi," ajak Alzena yang kini melangkah lebih dulu dari Rizka.

Memperhatikan gelagat aneh sang sahabat membuat Rizka menggelengkan kepala.

"Sedikit aneh, setelah menikah," gumam Riska yang akhirnya kembali melangkah mengikuti Alzena.

"Dia kemana?"

Kembali Alzena memikirkan sang suami yang belum juga sampai tempat tujuannya. Terduduk di bangkunya, Alzena merenung karena pikirannya terus dipenuhi dengan kepergian Emil yang entah dimana.

"Wait, kenapa juga aku bingung? Biarin aja deh bukan urusan aku juga kan? Harusnya yang kamu fikirin saat ini tu Jody Zen, bukan om om suami kamu itu"

•••

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Satria Agus
cukup mengasikan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status