"Jadi, kalian merestui pernikahan ayah dengan Sabrina?" Tanya Surya memastikan kalimat yang baru saja diucapkan oleh Alzena dan Adit, anaknya.Mendengar ucapan itu membuat Surya tersenyum, ia bahagia ternyata tak perlu berusaha keras untuk membujuk kedua anaknya itu, hari ini mereka yang datang dengan sendirinya, untuk memberinya izin menikahi Sabrina."Alzen mau, secepatnya ayah harus nikahin Sabrina, besok mungkin," ucap Alzena yang membuat Surya melebarkan mata."Besok?"Benar benar tak dapat dicerna oleh otak, sebelumnya tidak merestui, dan sekarang tiba tiba datang, bahkan memintanya untuk menikah besok, ada apa dengan Alzena? Surya tak tau hal apa yang difikirkan putrinya saat ini."Iya yah, Besok. bukankah lebih cepat lebih baik?" ucap Alzena.Sementara Adit dan Emil yang hanya terdiam mendengar setiap ucapan yang dilontarkan Alzena. Hadir sebuah tanya dalam hati Emil, mengapa harus terburu buru seperti ini?"Zen, semua butuh persiapan nak, kalau besok, sepertinya terlalu cepat
"Apa? lusa? why so fast? apa ngga terburu buru mas?" ucap Sabrina setelah Surya datang memberitahu niat kedua anaknya."Sayang, kamu kan tau untuk dapetin restu mereka ngga mudah, jadi mumpung mereka sedang berbaik hati, lebih baik kita gunakan sebaik mungkin."Mendengar ucapan Surya, Sabrina pun melangkah menjauh, menggelengkan kepala serta rasa tak percaya. Entah mengapa tiba tiba hadir rasa keraguan dalam hatinya, setelah ia melihat Emil berada didekatnya kembali.Atau mungkin perasaan Sabrina masih sama seperti dulu? mencintai Emil bahkan berharap menjadi tunangannya lagi."Kalau secepat itu, i am so sorry mas, sepertinya aku ngga bisa," tambah Sabrina yang membuat Surya melebarkan mata."Why?""This is too fast, aku ngga bisa dengan sesuatu yang terburu buru, setidaknya menikah itu perlu persiapan, tidak hanya sebuah kalimat ijab kabul yang kamu ucapkan nanti. Aku juga harus menghubungi kedua orang tuaku di London, dan mereka very busy, so ngga akan bisa secepat itu datang ke In
Tidak Sabrina, tidak Riska, keduanya sama saja, dua wanita yang membuat hati Alzena resah. Melihat langkah tegap Emil yang kini memasuki ruang kelasnya.Melihat itu tak membuat Alzena beranjak, justru ia tak menghiraukannya, ia tetap saja duduk terdiam dikantin, menyeruput segelas jus dingin untuk mendinginkan otaknya.Ia tetap terdiam, meski ia tau bahwa ini waktunya Emil masuk untuk memberi materi dikelasnya, karena rasa kesal yang masih terus bersarang dalam hatinya. Sementara pandangan Emil yang kini tertuju tajam pada sebuah bangku yang kosong dihadapannya."Kemana Zen?" batin Emil dengan terus memperhatikan bangku kosong dengan sebuah tas yang tampak disana."Ada yang tau Alzena dimana?" tanya Emil pada seisi kelas, hingga membuat semua mata kini tertuju pada bangku kosong tersebut, termasuk Riska."Tadi saya lihat dikantin pak," celetuk seorang mahasiswi yang membuat Emil melebarkan mata.Dikantin? bukankah ini saatnya belajar? tapi mengapa ia masih saja duduk dikantin dengan
"Silahkan mas," ucap Zahra seraya meletakan segelas teh hangat dihadapan Emil."Terimakasih. oiya Zen, sekali lagi aku minta maaf, atas masalah kemarin," ucap Emil yang membuat Alzena menghela nafas dan perlahan terduduk disebuah kursi yang tak jauh dari Emil."Ngga papa, mau gimana lagi yang namanya dosen killer ngga akan pernah bisa berubah.""Untuk menebus kesalahanku, bagaimana kalau hari ini kita liburan, kuliah kan libur, jadi kita bisa manfaatin buat liburan," ajak Emil yang membuat Alzena mengkerlingkan matanya.Tawaran yang menarik. Pasalnya selama menikah, ini pertama kalinya Emil memberikan penawaran menarik seperti ini."Liburan? tumben pak dosen mau liburan?""Dosen juga perlu healing kali," jawab Emil yang membuat Alzena tertawa.Terdengar lucu kala Emil mengikuti cara bicara anak muda jaman sekarang."Ngga pantes pake bahasa begitu.""Memang kenapa? aku jadi merasa tua banget," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Tanpa berbasa basi, kini Alzena pun beranjak, dan mel
"Kamu masih menyimpan foto itu mas?" celetuk Alzena yang membuat Emil kini memperhatikannya.Perlahan langkahnya mendekat. dan mulai membuka suara untuk menjelaskan jika foto itu adalah foto sepuluh tahun yang lalu, foto dimana Emil dan Sabrina masih berhubungan dekat."Karena sejak hari itu aku belum lagi mendatangi villa ini, jadi belum sempat membuangnya. Dan kamu ngga usah khawatir, bukankah foto itu sudah ngga ada sekarang?"Entahlah, seseorang dimasa depan tak akan pernah bisa membuatnya lupa akan masa lalunya. Bagaimanapun mereka punya masa lalu yang serius, jadi jika ditanyakan dan diceritakan tidak akan pernah selesai. Kini Alzena hanya bisa menghela nafas, dan mencoba mengerti dengan apa yang disampaikan Emil. Jam menunjukan pukul 19:00, saatnya makan malam hampir tiba."Assalamualaikum," ucap Adit, Maya, Surya dan Sabrina kala kini memasuki villa milik Emil.Disambut hangat oleh Alzena, Emil dan kedua orang tuanya yang sudah berada lebih dulu ditempat."Walaikum salam, si
Setelah beberapa hari libur, kini Alzena dan Emil kembali beraktifitas seperti biasanya. Emil kembali bekerja sebagai Dosen di universitas dimana istrinya berkuliah. Seperti biasa Emil dan Alzena yang berangkat tak pernah bersama, karena sebuah pernikahan yang masih harus di rahasiakan.Emil yang kini sudah berangkat lebih dulu memenuhi panggilan prof Dirga, sementara Alzena yang kini tengah berada dijalan hendak melaju ke kampus.Tiba tiba "ciiiit..."Sopir taxy online itu menginjak rem mobilnya secara tiba tiba."Ada apa pak?" tanya Alzena pada laki laki berambut coklat tersebut."Ada orang mba didepan kayanya mau bunuh diri," jawabnya yang membuat Alzena terkejut.Bunuh diri? siapa seseorang itu, mengapa cara berpikirnya dangkal sekali? dengan cepat kini sopir pun keluar dari mobil dan menghampiri seseorang yang tengah meringkuk tepat didepan mobilnya.Karena penasaran, kini Alzena pun mengikutinya, ia dapati seorang laki laki berambut gondrong meringkuk disana."Mas, mas ngga pap
"Ekhem seneng ya yang habis ditembak Riska," ucap Alzena pada Emil yang kini melangkah melintasinya.Mendengar ucapan itu membuat Emil tersenyum, yang lalu dengan cepat mendekat dan terduduk disebelah Alzena."Bilang aja kalau cemburu," ucapnya melirik."Entah lah, harus sampai kapan aku menahan perasaan seperti ini terus, kalau bukan Riska, Sabrina yang sama sama selalu buat aku kesel."Mendengar ucapan itu, membuat Emil menghela nafas, perlahan Emil pun meraih tangan Alzena dan membawa dalam pangkuannya."Kamu tenang aja, cuma kamu yang ada dihati ku Zen," ucap Emil yang memandang tajam pada wajah sang istri.Mendengar ucapan itu rasanya bahagia sekali, karena bisa mendapatkan Emil adalah sesuatu yang luar biasa, diantara banyaknya wanita diluar sana yang mengidolakannya.Namun Alzena lah yang terpilih, meski mulanya dari sebuah perjodohan yang sama sama tak diinginkan, tapi nyatanya sekarang rasa cinta telah tumbuh diantara keduanya.Ditengah tengah kebersamaannya, tiba tiba Derrt
"Zen, sepertinya besok aku harus pergi ke London, ada pekerjaan disana," ucap Emil yang membuat Alzena terbelalak."London? pekerjaan apa mas? kenapa jauh banget?"Tak menjawab Emil yang bingung harus beralasan apa pada istrinya itu."Ada tugas dari prof Dirga, untuk mengisi di salah satu universitas di London, ngga lama kok satu atau dua hari aja disana, ngga papa kan?" tanya Emil yang membuat Alzena terdiam.Berat sekali menjawab pertanyaan itu, namun pekerjaan adalah sebuah tanggung jawab, jadi mau tak mau Alzena harus mengizinkannya karena itu adalah tanggung jawab Emil."Jadi hasil rapat semalam ini? kamu di minta ke London?" tanya Alzena yang membuat Emil mengangguk.Entah apa alasannya berbohong, padahal tujuan Emil ke London adalah untuk menemui Aland Rosewood sebagai klien yang memutuskan kerja sama dengan perusahaannya secara sepihak."Yaudah lah, mau gimana lagi itu kan tanggung jawab mas.""Lagi pula, ngga lama kok sayang kan cuma beberapa hari aja," ucap Emil yang membuat