Share

Pov Shiena

Auteur: Maunah-Muflih
last update Dernière mise à jour: 2024-06-17 10:34:22

Pov Shiena.

Salah satu resiko menjadi seorang pengajar adalah harus siap mental kalau kalau ada murid yang nakal atau bandel. Itu lah yang aku hadapi sekarang.

Saat ini aku mengajar di sebuah kampus sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi, kebetulan aku dipercaya menyampaikan mata kuliyah Etika berbisnis dan profesi dan juga PAI.

Hari ini aku benar benar dibuat kesal oleh salah seorang mahasiswa yang selalu terlambat dan sering juga ceplas ceplos disaat aku mengajar. Kalau saja aku seperti dosen yang lain, mungkin anak itu sudah diberi nilai D, tapi aku masih memberi dia kesempatan, meski dia sungguh menyebalkan.

Kali ini aku memberi mereka tugas untuk membuat makalah, tapi mahasiswa yang bernama Hadi ini selalu melakukan kesalahan dalam penyusunannya.

Karena besok aku mau mengambil cuti sampai seminggu, hari ini aku berbuat baik pada para mahasiswa yang makalahnya masih perlu perbaikan.

Ketika aku berada di kantin, aku mendengar Hadi dan Ilman menyebut-nyebut namaku, aku pun bergegas mendekati mereka.

"Eh, denger ya Man, Gue tuh udah punya cewek yang super duper kece..masih muda lagi..mana Mungkin gue ninggalin cewek gue yang super cantik cuma demi wanita seperti Bu Lidya yang super killer dan udah tua ..haha..sampai kapanpun dan walaupun di dunia ini gak ada cewek lain, gue gak bakal ngelirik tuh cewek. haha," ejeknya sambil kembali tertawa menertawakanku.

Sungguh, kini jantungku terasa diremas, mendengar semua ejekannya. Aku ingin sekali menumpahkan semua amarahku, tapi karena besok hari pernikahanku, aku tak mau ambil resiko dengan membuat keributan.

Aku harus bersikap manis dan bijaksana agar pernikahanku dilancarkan dan doaku dikabulkan.

Ilman terlihat salah tingkah karena telah menyadari keberadaanku, sedangkan si Hadi masih terus nyerocos menghinaku.

"Eh Man, lu kenapa? Kok, bengong gitu?" tanya Hadi pada Ilman, rupanya dia sadar bahwa ada yang tak beres dengan sikap temannya. Akhirnya dia bertanya sambil memutar badannya. Matanya membulat ketika melihatku sudah berdiri dibelakangnya.

"Ehmm, sudah selesai menggibahnya? " Aku menyapanya dengan suara yang sengaja aku buat sedingin salju.

"Hah, Bu Lidya? Saya ... saya." Dia melihatku dengan tergagap gagap.

Karena tak mau berdebat dengan pemuda ini, aku langsung menyuruhnya ke kantorku. Aku memberikan makalahnya yang belum dia sempurnakan.

Karena besok adalah hari pernikahanku, setelah selesai mengajar, aku putuskan untuk pergi ke Salon agar wajahku terlihat fresh saat hari pernikahan nanti.

Dengan wajah berbinar, aku keluar dari Salon setelah kulalui berbagai perawatan di Salon ini.

Namun, moodku harus berubah saat kulihat sosok mahasiswa yang selama ini selalu membuatku kesal.

Ya,siapa lagi kalau bukan si Hadi Firmansyah, entah sudah berapa kali aku bertemu dengannya hari ini.

Yang membuatku bertambah heran dengan tingkahnya, hari ini aku melihatnya menemani dua orang gadis dalm waktu bersamaan.

******

Pagi terlihat begitu cerah, secerah wajah wajah keluargaku hari ini.

Karena hari ini adalah hari pernikahanku yang kedua.

Setelah hampir 5 tahun aku menantikan kehadirannya kembali di hidupku, akhirnyaku putus kan untuk menghentikan penantianku.

Demi keluargaku, demi ibuku yang selalu terlihat murung karena memikirkan nasib pernikahanku yang digantung oleh mantan suamiku.

Aku menantinya karena aku kira bukan dia yang mengirimkan surat cerai itu, aku kira itu cuma akal akalan mertuaku yang memang tak setuju denganku.

Tapi hari itu, setelah aku tanyakan langsung padanya melalui sambungan telfon, ternyata surat itu memang benar dia yang menulisnya.

Hatiku hancur berkeping, 4 tahun lebih, aku berada dalam penantian semu.

Pantas saja selama empat tahun ini dia tak mau mengangkat telfon dariku. Walaupun setiap bulan dia selalu transfer uang yang tak sedikit untuk putri kami. Selama 4 tahun ini, setiap bulan dia mengirim uang ke rekeningku, tanpa sepatah kata. Hanya sms banking yang tiap bulan aku terima, sms banking yang berisi angka puluhan juta yang selalu mengisi rekeningku disetiap bulannya.

"Mamaa!" Suara merdu bidadari kecilku menyadarkanku dari lamunan.

"Mama, kok mama nangs lagi? Kan mama dah janji sama Basmah, mama gak akan nangis lagi?" ucap Basmah sambil menghapus air mataku. Sungguh, ocehan si kecil ini laksana embun penyejuk kalbu yang selalu menenangkan jiwaku.

"Iya Sayang. Mama gak nangis, kok," jawabku seraya menyeka air mata yang tak berhenti menggenangi mataku.

"Na, kamu udah siap, kan? Itu di depan ada calon suami dan mertuamu sudah datang," ujar mamaku yang tiba tiba masuk ke kamarku.

Aku hanya mengangguk, dengan berat hati, aku melangkah keluar. Sebenarnya aku sama sekali tak menginginkan pernikahan ini, tapi karena aku tak mau membuat ibu sedih, aku terpaksa menurut.

Keluargaku menyambutku dengan senyum bahagia saat aku keluar dengan kebaya dan rok coklat ala pengantin.

Aku sangat bahagia melihat senyuman yang terukir di wajah mereka. Namun, aku melihat kejanggalan di wajah calon mertua dan suamiku, mereka terlihat tak senang bahkan pandangan mereka padaku terasa menusuk jantungku.

"Nak Shiena, kami langsung saja ya. Sebelum kalian nikah, kamu harus tunjukan pada kami surat cerai dan surat jandamu," ucap calon mama mertuaku dengan penuh keangkuhan.

Deg..

Ucapan itu membuatku merasa beku, karena terus terang saja aku belum dicerai secara negara oleh suamiku. Hanya sebuah surat yang dia tanda tangani dan sebaris chat watssap di handphoneku yang aku punya sebagai bukti perceraianku.

"Maaf Bu, saya hanya punya bukti ini " Aku menyerahkan poto surat dan chat watssap pada mereka.

Mereka mengambilnya dan menanggapinya dengan cibiran yang luar biasa menyakitkan.

"Hanya ini Nak? Maaf ya Bu, kalau cuma ini bukti cerainya, saya gak mau menikahkan anak saya sama Nak Shiena, karena kami dengar anak ibu ini sebnarnya gak nikah di sana," ujar perempuan itu sekali lagi yang membuat mamaku naik pitam.

"Jaga mulut ibu,ya! Kalau memang ibu tak mau menikahkan anak ibu, ya sudah. Silahkan pergi dari sini! Tidak usah menghina anak saya.

Dengar baik baik ya Bu! anak saya di sana menikah secara sah, cuma nasibnya kurang baik karena mendapat mertua yang tak setuju dengan mereka. Makanya mereka diceraikan paksa, asal ibu tau, sampai sekarang mereka masih mengirim anak kami uang!" Teriak ibuku lantang. Ibu terisak dan tergugu, namun itu tak membuat jiwa keibuannya terpuruk.

Seorang Ibu pasti akan marah ketika mendengar anakya dihina. Jika anaknya dihina, seorang ibu akan berubah menjadi singa yang siap menerkam.

"Ya sudah, ngapain saya nikahkan anak saya dengan janda gak jelas seperti anak ibu. Ayo semuanya ! kiita pergi dari rumah yang gak jelas ini." sahut ibu itu sambil menarik tangan anaknya. Mereka pun keluar dari rumahku dengan angkuhnya.

Aku jatuh terkulai dilantai, sementara ibuku jatuh pingsan.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Dosenku Istriku    Malangnya Nasib Hadi

    Tubuhku terhuyung mendengar perkataan Resepsionis hotel tempatku menginap ini. Aku sungguh tak menyangka bahwa Nisa mampu melakukan hal ini padaku. "Mbak, istri saya membawa kabur semua milik saya, termasuk dompet bahkan ponsel saya juga. Jadi, bagaimana saya membayar uang sewa kamar?" tanyaku pada wanita cantik yang kini terlihat melongo. "Mas gak bohong?" Dia balik bertanya. Aku sungguh kesal karena tak dipercaya tapi aku paham, tak mungkin ada orang asing yang mempercayaiku begitu saja. "Ya kalau Mbak gak percaya, ayo ikut saya ke kamar dan cari barang saya. Silakan lihat cctv juga," jawabku tegas. 'Baiklah, kalau begitu saya akan mengatakan ini pada manager. Untuk sementara Anda duduk saja si situ!" lanjut resepsionis. Kemudian dia menelepon Manager hotel. Lama menunggu, akhirnya dia mau menemuiku. "Baiklah Pak Hadi, kalau memang gak mampu bayar. Mas bisa kerja di sini dan nanti gaji Mas dipotong untuk bayar sewa kamar kemaren," "Apa saya bisa bekerja di sini tanpa ijaza

  • Dosenku Istriku    Kabur

    "Aa, kenapa mereka bilang kita harus pergi dari rumah ini, bukannya ini rumah warisan kedua orang tua aa?'' tanya Nisa saat mereka sudah pergi. Aku mendengus kasar mendengar pertanyaan istriku itu. Entah kenapa dia sama sekali tak memperdulikan mamaku. "Mama sudah menjual rumah ini," jawabku datar tanpa melirik ke arahnya. "Apa, jadi rumah ini sudah dijual? lalu bagaimana dengan kita, di mana kita akan tinggal. Apa aa sudah membeli yang baru buat kita?" Lagi-lagi Nisa menanyakan tentang rumah dan uang, membuatku semakin kesal padanya. "Kita akan ngontrak lagi," ''Apa, ngontrak, Aa itu tega banget. Kenapa harus ngontrak lagi? Anak kita nanti bagaimana?" Nisa terus nyerocos meluapkan kekesalannya padaku. Sedangkan aku, aku segera mengemasi barang-barang yang aku punya. Aku pergi ke kamar yang ditempati Shiena. Ada rasa yang bercampur aduk, ketika kuedarkan pandanganku ke setiap inci kamar ini. Aku terus melangkah menuju tempat duduk di atas ranjang yang dulu pernah menjadi sa

  • Dosenku Istriku    Shiena pergi

    "Jadi maksud kamu, kamu mau aku pergi dari sini?" Bu Shiena bertanya sekali lagi. Kumendongak ke arahnya, aku tak mampu menjawab pertanyaan itu. Sungguh, hati ini serasa sakit sekali harus mengatakan hal yang seharusnya tidak aku katakan. Dia memalingkan wajahnya, aku tahu dia mencoba menepis amarahnya dan mencoba bersikap tenang di depanku. ''Baik, jika itu maumu, aku akan pergi.'' "Siapa yang akan pergi?" Tiba-tiba mamaku masuk ke kamar tamu dan bertanya pada kami dengan nada keras. Aku sungguh gugup antara harus jujur atau pura-pura tak dengar. "Hadi, kenapa kamu tak menjawab?'' Mama kembali bertanya, tapi aku tak mampu menjawab, akhirnya aku berpamitan dan pergi ke rumah sakit lagi. "Maaf, Ma. Nisa hampir keguguran, jadi Hadi harus ke rumah sakit," pamitku pada Mamah. Setelahnya aku bersiap pergi. Sebelum pergi, kupandangi kamarku, ada rasa berat yang luar biasa mengganjal di hati, tapi aku tak mampu menghindari dan menolak kemauan Nisa. "Bu Shiena, maafkan Hadi. Semoga Bu

  • Dosenku Istriku    Diusir

    Keesokan harinya, aku kembali bekerja di Restoran Mama, Nisa meminta diantar ke Mall, tapi setelah pulang, aku tak mendapati Nisa di rumah. "Bu, apa ibu melihat Nisa?" tanyaku pada Shiena yang kebetulan masih di rumah mamah karena Mamah yang meminta."Dari sejak kamu antar dia, dia tak pulang lagi," jawab Shiena. Aku benar-benar terkejut mendengar perkataannya, kemana Nisa, kenapa dia belum pulang. Aku sudah menghubungi nomornya, tapi tak aktif. Aku sungguh pusing dibuatnya.Sampai tengah malam, aku terus menghubunginya, aku juga menghubungi teman-temannya, tapi tak ada yang melihat. Hingga hampir subuh, aku baru mendapat panggilan dari nomor yang tak kukenal."Hallo, selamat pagi, ini nomornya Pak Hadi? saya cuma mau memberi tahu, istri bapak ada di rumah sakit," ucap orang di seberang sana."Iya, saya Hadi, tolong beri alamatnya, Pak!" sahutku kemudian. Setelah mendapatkan alamat dari orang itu, aku bergegas ke rumah sakit."Dok, apa yang terjadi pada istri saya?" tanyaku pada dokte

  • Dosenku Istriku    Hendak Digrebek Warga

    Pov HadiDug! Dug! Dug! "Buka pintunya, dasar wanita murahan, udah cerai masih sekamar!" seru Nisa dari luar kamar. Aku dan Bu Shiena saling pandang tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Nisa. "Kalau kalian tak mau keluar, kami akan mendobrak pintu.Kami bertambah bingung ketika mendengar suara dari luar, bukan cuma suara Nisa, tapi ada suara beberapa orang lagi, yang lebih membuatku heran, itu adalah suara laki-laki. "Ibu tunggu di sini, biar Hadi yang tengkok," ucapku sembari bergegas membuka pintu. Baru saja aku membukanya, aku sudah disambut oleh tangan Nisa yang menyeretku keluar."Nisa, apa-apaan sih kamu. Pak RT, Pak Hansip, dan Bapak-bapak, kenapa kalian malam-malam ke rumah saya?" tanyaku bertubi-bi pada rombongan Pak RT yanh kini berdiri di depan kamar. Entah siapa yang memanggil mereka."Halah, Mas Hadi jangan pura-pura, kami dengar kamu berz1na dengan mantan kamu, dan ternyata benar. Kalian sudah bercerai tapi masih sekamar," sahut salah seorang warga.Aku benar-benar

  • Dosenku Istriku    Nasehat Mantan Istriku

    Pov: HadiAku sungguh sangat malu sekali dengan Shiena, ternyata Nisa menerima uang dari Hisyam atas namaku. "Kenapa kamu lakukan itu padaku? kenapa kamu bikin suamimu malu?" bentakku pada Nisa, tapi dia tak terima disalahkan."Ini semua salah aa, kalau saja Aa ngasih aku uang banyak, aku gak bakal nerima uang dari laki-laki itu," sahut Nisa tak kalah lantang denganku."Astagfirullah, memangnya aku harus memberi kamu uang berapa banyak. Aku sudah banting tulang, dan sekarang aku sudah mulai bekerja di restoran mama, aku ngasih kamu uang 100 ribu perhari dan makan pun kamu gak perlu mikirin lagi, karena sudah tersedia. Lalu apa lagi yang kamu mau?" Aku kembali membentaknya. Aku sungguh kecewa dengan sikap boros dan serakah yang dia miliki. Ahhkh, kenapa duly aku bisa mencintai wanita ini selama bertahun-tahun. Benar kata ceramah Ustadz yang kudengar, "Dalam pernikahan itu tak boleh mengandalkan cinta, cinta saja tak cukup untuk menjalani sebuah pernikahan. Cinta bisa berubah kapan

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status