Share

ke ondangan

Author: Maunah-Muflih
last update Last Updated: 2024-06-17 07:26:45

"Saya terima nikah dan kawinnya pulanah binti pulan dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai!" teriakku lantang.

Aku sungguh bahagia akhirnya aku menikah juga.

" Ci*um! ... Ci*um!... Ci*um!"

Para hadirin meneriaki agar aku mencium pengantin wanitaku. Kumoncongkan bibirku bermaksud mencium kening istriku, tapi entah kenapa dia tiba-tiba saja menamparku.

Plaakk!!

"Hadiiii, apa apa-apaan kamu ini? ngapain kamu mencium Mamah, hah?"

Suara cempreng yang sangat has itu membuyarkan semua keindahan yang sedang kualami.

Perlahan aku mengerjapkan mata, samar-samar bisa kulihat wajah perempuan di depanku, yang ternyata adalah Mamah.

" He he, Mamah, kirain istriku, Mah," ujarku sambil cengengesan, ketika kulihat sosok wanita yang sangat kukenali sedang berdiri sambil berkacak pinggang di depanku.

" Dasar mesum!, kamu mimpi mesum, ya?" tanyanya padaku, masih sambil berkacak pinggang.

"Yee, Mamah, Hadi gak mimpi mesum, Mah, cuma mimpi nikah aja, hi hi," jawabku sambil cekikikan.

Mama teelihat tertawa dan kini dia sudah menurunkan tangannya. Dia berjalan menuju ranjangku yang kini terlihat bak kapal pecah karena mimpiku semalam.

"Hadeuh! jadi anak Mama ni udah pengen nikah to? Ya udah, dari pada berkhayal dan bermimpi terus, lebih baik anterin Mama, yu! Mama mau ke undangan."

Hmm sudah kuduga, mamahku ini pasti ada maunya. benar saja, dia mengajakku ke ondangan teman sejatinya.

"Oaahhh... undangan siapa, Mah?" Aku bertanya sambil menepuk nepuk mulutku yang tak berhenti menguap karena menahan kantuk.

"Itu Teh Shiena, yang nolong Mama waktu Mama kecelakaan dulu. Kamu ingat, kan? Sekarang dia mau nikah lagi, dan Mama diundang, makanya Mama minta kamu temenin Mama.

Ayo siap-siap gih! Mama pengen sampe saat acara Akad," ujar Mama panjang kali lebar.

Aku hanya mampu mengangguk pasrah. Percuma mau membantahnya juga, aku tak mungkin mampu melawan bidadari tak bersayapku ini.

Apalagi kalau soal wanita yang pernah menolongnya itu, dia pasti akan selalu mengutamakannya. Teh Shiena adalah wanita yang menolongnya sewaktu ia mengalami kecelakaan tunggal. Aku sebenarnya belum pernah bertemu dengannya, karena sewaktu aku tiba di rumah sakit saat Mama kecelakaan dulu, wanita yang bernama Shiena itu sudah pulang.

Setelah hampir 3 jam aku menyetir, akhirnya kami sampai juga di kampung orang yang mengundang Mama.

Ternyata rumahnya berada di kampung daerah Tangerang. Karena gangnya sempit, dan mobil tak bisa masuk, terpaksa kami berjalan kaki menuju rumah mereka.

"Alhamdulilah,akhirnya kita sampai juga ya, Had," ungkap Mamah dengan nafas Senin kamis alias ngos-ngosan karena tadi kami berjalan cukup jauh juga.

Kami melangkah masuk ke dalam, tapi saat kami sampai di halaman , kami dibuat heran dengan pemandangan di rumah ini karena kami menyaksikan orang-orang menangis histeris.

" Kenapa ini harus terjadi sama kamu, Naak?" jerit seorang wanita yang sedang menangis dan dikerumuni oleh orang yang terlihat berusaha menghiburnya.

Disisi lain, kulihat Pak Penghulu sedang bersiap pergi.

" Ma, kita gak salah tempat kan, Ma?, kok, ini pada nangis gini sih?" bisikku pada Mama

" Gak, kita gak salah, tapi kelihatannya ada sesuatu yang terjadi, Mama maucoba pergi ke dalam, ya? mau nanyain apa yang terjadi," jawabnya sambil melangkah menuju kamar pengantin.

Sementara aku, aku mengamati Pak Penghulu yang mau pergi, tapi masih ditahan oleh keluarga pengantin.

"Pak, karena pengantin prianya udah pergi, saya permisi dulu, ya? soalnya saya harus hadiri acara pernikahan di kampung sebelah," ujar Pak Penghulu itu pada keluarga pengantin sambil mengemasi berkas-berkas yang dia bawa.

"Pak, tolong tunggu bentar ya, Pak, lima menit aja, Pak!" Mohon salah satu dari keluarga pengantin itu.

Tak lama kemudian, kulihat Mamaku datang menghampiriku dan menarik tanganku menjauh dari kerumunan orang banyak. Sepertinya ini ada hal yang bakal menghebohkan entah apa itu.

"Had, Mama punya permintaan, kalau kamu merasa sebagai anak Mama dan masih menganggap Mama ini Mama kamu, kamu harus penuhi permintaan Mama, ok ?" bisiknya di telingaku.

Aku kaget bukan main mendengar kalimat yang ia ucapkan. Kalimatnya making membuatku yakin dia akan memintaku melakukan sesuatu yang aneh.

"Mama apa apaan sih , ngomong kaya gitu? Emangnya ada apa sih ? Dan apa permintaan Mama?" jawabku kesal.

"Kamu tahu, pernikahan ini akan dibatalkan karna pengantin prianya gak mau dinikahkan? mereka pergi ninggalin pesta tadi,"..

"Oh, terus apa hubungannya sama Hadi, Ma?" tanyaku keheranan sambil menggaruk kepalaku yang tak gatal.

"Mama ingin kamu menikahi Teh Shiena sebagai pengganti pengantin pria," ungkap Mama yang sontak membuatku syok dan hampir limbung.

" Apa?" Aku terlonjak kaget mendengar perkataan Mama. Semoga saja aku cuma salah dengar.

"Mama, Mama jangan bercanda! masa sih, Mama nyuruh Hadi buat nikah sama orang yang gak Hadi kenal?" protesku dengan suara agak naik satu oktaf, tapi Mama dengan sigap membekap mulutku.

"Jangan keras-keras! Mama gak mau tahu, pokoknya kamu harus nikahi Teh Shiena. Kamu ingat, kan , dia yang nyelamatin Mama. Kalau dia gak nolong Mama waktu itu, mungkin sekarang kamu udah gak punya Mama lagi," crocos Mama panjang lebar membuatku tambah pusing tujuh keliling.

"Tapi Ma, kenapa harus Hadi?” Aku masih mencoba menolak.

"Terus, siapa yang Mama mintain tolong selain kamu? Dengar, ya, Had, kalau kamu gak mau nikah dengan Shiena, Mama lebih baik gak pulang selamanya dan gak mau nemui kamu, dan harta Papamu akan Mama sumbangkan ke panti asuhan." Kali ini mama mengancam dengan nada serius.

"Tapi kan, Ma. Kita gak bawa apa apa dari rumah. Yang buat mas kawin juga gak ada," rayuku sekali lagi. Berharap Mama mau mendengarkan aku dan membatalkan rencananya.

"Gak usah cari alesan, mama ada cincin berlian ni, kamu bisa pakai buat mas kawin. Kan katanya tadi kamu dah pengen nikah, ya udah sekarang kamu Mama nikahkan."

"Ya pengen nikah juga sama gadis, Ma. Masa anak ganteng gini mau dinikahkan sama janda tua tang beranak satu," gerutuku dengan suara pelan, tapi rupanya terdengar juga oleh sang bidadari ini.

Dia mulai berkacak pinggang.

"Kamu mau Mama benar-benar gak pulang ke rumah?" tanyanya sambil meyipitkan matanya.

"Aduh! gimna ini? Apa ku turuti aja, ya? Nanti, kan, bisa cerai. Ya sudah lah, lebih baik aku turuti," gumamku dalam hati.

" Iya, baiklah. Ma, Hadi nurut ,deh. Mama jangan ngancem lagi, ya!"

Akhirnya aku setuju dengan ide konyol Mama.

Kami pun pergi ke tempat Pak Penghulu yang sepertinya tetap mau pergi

"Pak, Pak penghulu, tunggu dulu, pernikahan ini akan dilanjut Kok," seru Mama dengan noraknya.

Semua orang melihat ke arah Mama, terutama keluarga pengantin.

*****

"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosenku Istriku    Malangnya Nasib Hadi

    Tubuhku terhuyung mendengar perkataan Resepsionis hotel tempatku menginap ini. Aku sungguh tak menyangka bahwa Nisa mampu melakukan hal ini padaku. "Mbak, istri saya membawa kabur semua milik saya, termasuk dompet bahkan ponsel saya juga. Jadi, bagaimana saya membayar uang sewa kamar?" tanyaku pada wanita cantik yang kini terlihat melongo. "Mas gak bohong?" Dia balik bertanya. Aku sungguh kesal karena tak dipercaya tapi aku paham, tak mungkin ada orang asing yang mempercayaiku begitu saja. "Ya kalau Mbak gak percaya, ayo ikut saya ke kamar dan cari barang saya. Silakan lihat cctv juga," jawabku tegas. 'Baiklah, kalau begitu saya akan mengatakan ini pada manager. Untuk sementara Anda duduk saja si situ!" lanjut resepsionis. Kemudian dia menelepon Manager hotel. Lama menunggu, akhirnya dia mau menemuiku. "Baiklah Pak Hadi, kalau memang gak mampu bayar. Mas bisa kerja di sini dan nanti gaji Mas dipotong untuk bayar sewa kamar kemaren," "Apa saya bisa bekerja di sini tanpa ijaza

  • Dosenku Istriku    Kabur

    "Aa, kenapa mereka bilang kita harus pergi dari rumah ini, bukannya ini rumah warisan kedua orang tua aa?'' tanya Nisa saat mereka sudah pergi. Aku mendengus kasar mendengar pertanyaan istriku itu. Entah kenapa dia sama sekali tak memperdulikan mamaku. "Mama sudah menjual rumah ini," jawabku datar tanpa melirik ke arahnya. "Apa, jadi rumah ini sudah dijual? lalu bagaimana dengan kita, di mana kita akan tinggal. Apa aa sudah membeli yang baru buat kita?" Lagi-lagi Nisa menanyakan tentang rumah dan uang, membuatku semakin kesal padanya. "Kita akan ngontrak lagi," ''Apa, ngontrak, Aa itu tega banget. Kenapa harus ngontrak lagi? Anak kita nanti bagaimana?" Nisa terus nyerocos meluapkan kekesalannya padaku. Sedangkan aku, aku segera mengemasi barang-barang yang aku punya. Aku pergi ke kamar yang ditempati Shiena. Ada rasa yang bercampur aduk, ketika kuedarkan pandanganku ke setiap inci kamar ini. Aku terus melangkah menuju tempat duduk di atas ranjang yang dulu pernah menjadi sa

  • Dosenku Istriku    Shiena pergi

    "Jadi maksud kamu, kamu mau aku pergi dari sini?" Bu Shiena bertanya sekali lagi. Kumendongak ke arahnya, aku tak mampu menjawab pertanyaan itu. Sungguh, hati ini serasa sakit sekali harus mengatakan hal yang seharusnya tidak aku katakan. Dia memalingkan wajahnya, aku tahu dia mencoba menepis amarahnya dan mencoba bersikap tenang di depanku. ''Baik, jika itu maumu, aku akan pergi.'' "Siapa yang akan pergi?" Tiba-tiba mamaku masuk ke kamar tamu dan bertanya pada kami dengan nada keras. Aku sungguh gugup antara harus jujur atau pura-pura tak dengar. "Hadi, kenapa kamu tak menjawab?'' Mama kembali bertanya, tapi aku tak mampu menjawab, akhirnya aku berpamitan dan pergi ke rumah sakit lagi. "Maaf, Ma. Nisa hampir keguguran, jadi Hadi harus ke rumah sakit," pamitku pada Mamah. Setelahnya aku bersiap pergi. Sebelum pergi, kupandangi kamarku, ada rasa berat yang luar biasa mengganjal di hati, tapi aku tak mampu menghindari dan menolak kemauan Nisa. "Bu Shiena, maafkan Hadi. Semoga Bu

  • Dosenku Istriku    Diusir

    Keesokan harinya, aku kembali bekerja di Restoran Mama, Nisa meminta diantar ke Mall, tapi setelah pulang, aku tak mendapati Nisa di rumah. "Bu, apa ibu melihat Nisa?" tanyaku pada Shiena yang kebetulan masih di rumah mamah karena Mamah yang meminta."Dari sejak kamu antar dia, dia tak pulang lagi," jawab Shiena. Aku benar-benar terkejut mendengar perkataannya, kemana Nisa, kenapa dia belum pulang. Aku sudah menghubungi nomornya, tapi tak aktif. Aku sungguh pusing dibuatnya.Sampai tengah malam, aku terus menghubunginya, aku juga menghubungi teman-temannya, tapi tak ada yang melihat. Hingga hampir subuh, aku baru mendapat panggilan dari nomor yang tak kukenal."Hallo, selamat pagi, ini nomornya Pak Hadi? saya cuma mau memberi tahu, istri bapak ada di rumah sakit," ucap orang di seberang sana."Iya, saya Hadi, tolong beri alamatnya, Pak!" sahutku kemudian. Setelah mendapatkan alamat dari orang itu, aku bergegas ke rumah sakit."Dok, apa yang terjadi pada istri saya?" tanyaku pada dokte

  • Dosenku Istriku    Hendak Digrebek Warga

    Pov HadiDug! Dug! Dug! "Buka pintunya, dasar wanita murahan, udah cerai masih sekamar!" seru Nisa dari luar kamar. Aku dan Bu Shiena saling pandang tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Nisa. "Kalau kalian tak mau keluar, kami akan mendobrak pintu.Kami bertambah bingung ketika mendengar suara dari luar, bukan cuma suara Nisa, tapi ada suara beberapa orang lagi, yang lebih membuatku heran, itu adalah suara laki-laki. "Ibu tunggu di sini, biar Hadi yang tengkok," ucapku sembari bergegas membuka pintu. Baru saja aku membukanya, aku sudah disambut oleh tangan Nisa yang menyeretku keluar."Nisa, apa-apaan sih kamu. Pak RT, Pak Hansip, dan Bapak-bapak, kenapa kalian malam-malam ke rumah saya?" tanyaku bertubi-bi pada rombongan Pak RT yanh kini berdiri di depan kamar. Entah siapa yang memanggil mereka."Halah, Mas Hadi jangan pura-pura, kami dengar kamu berz1na dengan mantan kamu, dan ternyata benar. Kalian sudah bercerai tapi masih sekamar," sahut salah seorang warga.Aku benar-benar

  • Dosenku Istriku    Nasehat Mantan Istriku

    Pov: HadiAku sungguh sangat malu sekali dengan Shiena, ternyata Nisa menerima uang dari Hisyam atas namaku. "Kenapa kamu lakukan itu padaku? kenapa kamu bikin suamimu malu?" bentakku pada Nisa, tapi dia tak terima disalahkan."Ini semua salah aa, kalau saja Aa ngasih aku uang banyak, aku gak bakal nerima uang dari laki-laki itu," sahut Nisa tak kalah lantang denganku."Astagfirullah, memangnya aku harus memberi kamu uang berapa banyak. Aku sudah banting tulang, dan sekarang aku sudah mulai bekerja di restoran mama, aku ngasih kamu uang 100 ribu perhari dan makan pun kamu gak perlu mikirin lagi, karena sudah tersedia. Lalu apa lagi yang kamu mau?" Aku kembali membentaknya. Aku sungguh kecewa dengan sikap boros dan serakah yang dia miliki. Ahhkh, kenapa duly aku bisa mencintai wanita ini selama bertahun-tahun. Benar kata ceramah Ustadz yang kudengar, "Dalam pernikahan itu tak boleh mengandalkan cinta, cinta saja tak cukup untuk menjalani sebuah pernikahan. Cinta bisa berubah kapan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status