Home / Romansa / Dosenku Mantan Suamiku / 28. Pulang ke Jakarta

Share

28. Pulang ke Jakarta

Author: caramelsky
last update Last Updated: 2025-05-04 21:16:52

Malam ini, setelah menjatuhkan talak tiga, Ardan benar-benar mengantarkan Wulan kembali ke rumah orang tuanya. Perjalanan menuju Jakarta berlangsung dalam keheningan. Ardan dan ibunya duduk di kursi depan, sementara Wulan duduk sendirian di kursi belakang.

Tadi sebelum berangkat, Wulan sempat melakukan perlawanan. Namun, setelah menerima telepon dari orang tuanya, ia akhirnya menurut, meskipun sepanjang perjalanan terus mengeluarkan sumpah serapah.

"Lihat aja kalau nanti aku udah bisa jalan, aku balas semua perlakuan kamu, Mas."

Ardan hanya diam dan tetap tenang, matanya menatap lurus ke depan, berusaha untuk menjaga konsentrasinya. Semua ucapan yang keluar dari mulut Wulan ia abaikan, menganggapnya seperti ocehan orang gila.

Kinanti pun melakukan hal yang sama. Ia menyumpal telinganya dengan earphone milik Ardan, agar tidak bisa mendengar cerocosan Wulan yang semakin lama semakin memancing emosinya.

"Kamu pikir setelah kita cerai aku bakal berhenti ganggu Luna? Enggak, Mas. Aku masih
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Dosenku Mantan Suamiku   29. Terbongkarnya hubungan Luna dan Ardan

    "Mas Ardan itu siapa, Kak?" tanya Mega, salah satu teman Luna, sambil senyum-senyum menggoda.Luna langsung panik. Ia segera memalingkan wajahnya ke depan, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdegup kencang. Bisa-bisanya ia tidak menyadari kalau teman-temannya mengintip layar ponselnya di belakang sedari tadi. Nayla dan Sila memilih untuk pura-pura tak peduli, meski sebenarnya mereka sedang menahan tawa. "Hayo... siapa itu Mas Ardan?" goda temannya yang lain. Luna mendengus kesal. Meski terus didesak, ia memilih bungkam. Namun, belum sempat ia bernapas lega, ponselnya kembali berdering. Nama Ardan muncul lagi di layar. Luna langsung panik dan berniat menolak panggilan itu, tapi Dafa dengan gesit merebut ponselnya."DAFA! BALIKIN HP KU!" bentak Luna, wajahnya memerah karena kesal.Bukannya mengembalikan, Dafa malah berlari ke depan kelas bersama temannya, lalu mengangkat panggilan itu dengan cepat. "Halo—" Dafa langsung terdiam begitu melihat wajah di layar ponsel. Mulutnya me

    Last Updated : 2025-05-05
  • Dosenku Mantan Suamiku   30. Di gantung

    Saat ini, Luna dan Dylan sudah berada di perjalanan menuju Jakarta. Cio tidak diajak, karena bocah itu baru saja sembuh dari sakit. Alhasil, suasana di mobil terasa sangat canggung, karena biasanya Cio yang selalu mencairkan suasana. "Minggu depan ibuku berkunjung ke rumah," ujar Dylan, memulai percakapan. "Ke rumah siapa?" tanya Luna, menanggapi. "Ke rumahku," jawab Dylan santai. "Oh..." Luna mengangguk pelan. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Rasanya wajar saja kalau ibu Dylan berkunjung ke rumah anaknya, kan? "Nanti kamu temui," kata Dylan tiba-tiba. Luna menoleh, alisnya berkerut. "Hah? Aku?" tanyanya bingung. "Iya. Ibu pengen ketemu kamu," jawab Dylan. Luna tersenyum canggung. "Ngapain ketemu aku?" tanyanya lagi. "Mungkin ditanya, kapan nikah sama anak saya?" jawab Dylan, setengah bercanda. Luna menghela napas panjang,

    Last Updated : 2025-05-05
  • Dosenku Mantan Suamiku   31. Gara-gara Ardan

    "Oh, udah akur ternyata," ujar teman Ardan sambil menatap Luna dengan senyum canggung."Iya, dong. Meskipun udah pisah, kita harus tetap akur demi anak," balas Ardan sambil tersenyum lebar.Luna menggeram dalam hati. Kalau tidak sedang berada di acara resmi seperti ini, mungkin high heels-nya sudah mendarat di wajah tampan Ardan."Oh, anaknya nggak diajak?" tanya pria itu lagi."Enggak. Dia baru sembuh dari sakit," jawab Ardan.Kesal, Luna berniat pergi dari sana. Namun, sebelum ia sempat melangkah, Ardan dengan sigap menarik pundaknya dan memeluknya erat."Lepasin, Mas!" bisik Luna geram. Ia menatap Ardan tajam, lalu melirik ke arah Dylan, berharap pria itu akan membantunya. Tapi Dylan hanya memalingkan wajah, rahangnya mengeras, dan rona merah terlihat di wajahnya.Luna merasa bersalah. Ia segera melepaskan pelukan Ardan dan hendak mengajak Dylan pergi. Namun, Dylan lebih dulu membuka suara."Aku ke kamar mandi dulu, Lun," ucapnya singkat, tanpa menoleh.Luna tertegun. Dylan pergi b

    Last Updated : 2025-05-06
  • Dosenku Mantan Suamiku   32. Rahasia dibalik pernikahan Ardan dan Wulan

    Luna kaget, Ardan juga kaget. Keduanya sama-sama terdiam dalam posisi canggung. Ardan berdehem pelan, berusaha mengendalikan situasi. "Ehm..." Mendengar itu, Luna mendongak, matanya bertemu dengan tatapan Ardan. Beberapa detik berlalu dalam keheningan. "AAAA!!!" Luna menjerit keras. Ia langsung melepas pelukannya dan menutup pintu kamar mandi dengan keras. BRAK! Ardan menghela napas panjang, mengusap dadanya yang masih berdebar. Matanya tertuju pada pintu kamar mandi sambil bergumam pelan, "Sialan... mana makin gede lagi." Ia menggelengkan kepala, berusaha menepis pikirannya yang mulai melenceng. Tanpa membuang waktu, Ardan segera melangkah keluar rumah menuju mobilnya. Ia berniat menyelesaikan urusannya secepat mungkin agar bisa segera kembali dan mengantar Luna pulang ke Bandung malam ini juga. Setelah dua puluh menit di perjalanan, Ardan memarkir mobilnya di depan sebuah warung kopi sederhana di pinggir jalan. Warung itu tampak sepi, hanya ada satu pria tua yang duduk di su

    Last Updated : 2025-05-07
  • Dosenku Mantan Suamiku   33. Jahil tapi perhatian

    Luna melepaskan bekapan tangannya, lalu dengan kesal berjalan menuju mobil yang terparkir di depan. Melihat itu, Ardan hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Sementara itu, Kinanti yang penasaran langsung bertanya, "Apa, sih? Tadi kamu mau ngomong apa?"Ardan hanya menggeleng dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya. Ia lalu meraih tangan ibunya dan berpamitan, "Kita berangkat dulu, Ma. Besok aku baru balik lagi ke Jakarta."Kinanti mengangguk. "Hati-hati di jalan," ucapnya lembut.Ia tetap berdiri di depan rumah, menatap mobil anaknya yang perlahan melaju pergi. Senyum hangat terukir di wajahnya saat ia bergumam, "Kalian pasangan yang serasi. Semoga Tuhan kasih kalian kesempatan buat memperbaiki hubungan lagi." "Nyonya, ayo masuk! Teh herbalnya sudah jadi," seru seorang pembantu dari dalam rumah, membuat Kinanti langsung bergegas masuk ke dalam.***** Sepanjang perjalanan, Ardan terus tersenyum sendiri seperti orang gila. Entah apa yang ada di kepalanya, setiap kali

    Last Updated : 2025-05-08
  • Dosenku Mantan Suamiku   34. Kecelakaan kecil

    Ardan refleks menginjak rem sekuat tenaga. Benturan tak terhindarkan, namun setidaknya kecelakaan besar berhasil dicegah. Beruntung, posisi mereka berada di tepi jalan, dan arus kendaraan di belakang tidak terlalu padat, sehingga tabrakan beruntun dapat dihindari. "Astaga!" Luna tersentak, wajahnya menegang. Ia mengusap dadanya, merasakan jantungnya berdegup kencang. Napas keduanya masih memburu. Ardan yang masih gemetar segera menoleh ke arah Luna untuk memastikan keadaannya. "Kamu nggak papa?" tanya Ardan sambil mengguncang bahu Luna pelan. Luna hanya mengangguk sambil menghela napas panjang. Tangannya masih menekan dadanya, sementara kepalanya bersandar di kursi, mencoba untuk menenangkan dirinya. Tak lama kemudian, pengemudi mobil di depan keluar dengan ekspresi tidak menyenangkan dan langsung menghampiri Ardan. "Woi, keluar! Anda nyetir pakai mata atau pakai kaki?! Lihat tuh, mobil saya penyok gara-gara anda!" bentak pria yang berusia sekitar tiga puluhan itu, tangann

    Last Updated : 2025-05-08
  • Dosenku Mantan Suamiku   35. Tidur bersama

    "Ayah pulang ke rumah, Nak," ujar Luna lembut, berusaha membujuk Cio agar membiarkan ayahnya pergi. Namun, Cio menggeleng keras. Bibirnya sudah ditekuk ke bawah, tanda-tanda akan menangis. Dan benar saja, detik berikutnya, ia menyandarkan kepalanya ke pundak Ardan sambil terisak pelan. Semua orang di sana hanya bisa menghela napas melihatnya. "Udah, nggak papa. Nginep di sini aja, Dan. Ada satu kamar kosong di rumah ini," sahut Bu Juli sebelum melangkah masuk ke dalam rumah. Ardan menatap Luna, meminta persetujuan. Luna sendiri hanya bisa menghela napas dan mengangkat bahunya pasrah. "Yaudah, masuk, Mas," katanya akhirnya. Ardan pun tak bisa berbuat banyak selain mengikuti mereka masuk ke dalam rumah, sambil menggendong Cio yang enggan lepas darinya. Ya, tak ada yang bisa menolak permintaan bocah kecil itu. Jika tak dituruti, tangisnya pasti semakin menjadi-jadi. Beruntung, ada s

    Last Updated : 2025-05-08
  • Dosenku Mantan Suamiku   36. Minta adik

    Bu Juli tersenyum tipis melihat ketiganya duduk bersama. Pemandangan ini mengingatkannya pada masa lalu, ketika Ardan dan Luna masih bersama sebagai suami istri. "Cio mau makan pakai telur atau pakai ayam?" tanya Luna sambil menuangkan susu ke gelas kecil."Pakai telur dadar," jawab Cio yang masih melamun dengan suara yang masih lemas.Ardan langsung mengambil sepotong telur dadar dan meletakkannya di piring kecil Cio. "Ayah suapin, ya?" tawarnya lembut.Cio hanya mengangguk kecil. Tenaganya belum terkumpul sepenuhnya, jadi ia duduk diam menerima suapan demi suapan dari ayahnya."Makan dulu, Mas. Biar aku aja yang nyuapin," ujar Luna. "Enggak, kamu makan aja dulu. Biar aku yang nyuapin Cio," balas Ardan. Luna menghela napas, tapi tidak membantah. Karena perutnya juga sudah lapar, ia segera mengambil nasi, sepotong ayam, dan sedikit sambal.Meskipun sebenarnya kurang sopan makan lebih dulu daripada tamunya, Luna tak peduli. Lagipula, Ardan sendiri yang menolak untuk digantikan."Mi

    Last Updated : 2025-05-09

Latest chapter

  • Dosenku Mantan Suamiku   38. Family time

    Sebagai wanita yang pernah diberi harapan oleh Dylan, Luna tentu saja kecewa dengan sikap pria itu. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba memberinya undangan pernikahan.Padahal selama satu bulan terakhir, tak ada tanda-tanda bahwa Dylan dekat dengan wanita lain. Dalam pikirannya, mungkin Dylan hanya masih marah karena kejadian di acara pernikahan waktu itu.Namun, apakah semarah itu hingga memutuskan untuk menikahi orang lain?"Di dunia ini isinya emang cowok-cowok bajingan. Nggak bapakku, nggak mantan suamiku, nggak mantan gebetan, semuanya sama aja. Semoga anakku nanti gedenya jadi orang bener," gumam Luna sambil melempari batu-batu kecil ke permukaan sungai.Luna memutuskan untuk menenangkan diri di sungai kecil. Ia tidak mau membawa kesedihannya hingga ke rumah dan berakhir jadi sensitif nanti.Ia sengaja datang ke tempat ini untuk menenangkan diri. Luna tak mau membawa kesedihannya pulang, lalu berakhir menjadi sensitif di rumah.

  • Dosenku Mantan Suamiku   37. Hati yang kecewa

    Satu bulan telah berlalu, Ardan sudah kembali ke Bandung sejak dua minggu yang lalu setelah mengurus perceraiannya dengan Wulan. Meskipun putusan resmi belum diketok palu, Ardan sudah merasa lega. Setidaknya, ia telah melepaskan beban yang selama ini menghimpitnya. Sementara itu, Kinanti juga memilih untuk menetap di Bandung. Ia rela meninggalkan rumahnya di Jakarta demi bisa lebih dekat dengan cucunya. Di sisa usianya, ia ingin menikmati hidup dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan Cio. Meski tidak bisa bertemu setiap hari, setidaknya dalam seminggu ia masih bisa menghabiskan waktu bersama cucunya beberapa kali. "Aku mau jemput Cio dulu, Ma," ujar Ardan sambil mengenakan jaketnya. "Iya, sekalian ajak mampir ke supermarket, biar nggak bolak-balik beli jajan," sahut Kinanti yang tengah membaca majalah di depan televisi. "Iya," jawab Ardan singkat. "Luna ajak sekalian kalau mau," tambah Kinanti.

  • Dosenku Mantan Suamiku   36. Minta adik

    Bu Juli tersenyum tipis melihat ketiganya duduk bersama. Pemandangan ini mengingatkannya pada masa lalu, ketika Ardan dan Luna masih bersama sebagai suami istri. "Cio mau makan pakai telur atau pakai ayam?" tanya Luna sambil menuangkan susu ke gelas kecil."Pakai telur dadar," jawab Cio yang masih melamun dengan suara yang masih lemas.Ardan langsung mengambil sepotong telur dadar dan meletakkannya di piring kecil Cio. "Ayah suapin, ya?" tawarnya lembut.Cio hanya mengangguk kecil. Tenaganya belum terkumpul sepenuhnya, jadi ia duduk diam menerima suapan demi suapan dari ayahnya."Makan dulu, Mas. Biar aku aja yang nyuapin," ujar Luna. "Enggak, kamu makan aja dulu. Biar aku yang nyuapin Cio," balas Ardan. Luna menghela napas, tapi tidak membantah. Karena perutnya juga sudah lapar, ia segera mengambil nasi, sepotong ayam, dan sedikit sambal.Meskipun sebenarnya kurang sopan makan lebih dulu daripada tamunya, Luna tak peduli. Lagipula, Ardan sendiri yang menolak untuk digantikan."Mi

  • Dosenku Mantan Suamiku   35. Tidur bersama

    "Ayah pulang ke rumah, Nak," ujar Luna lembut, berusaha membujuk Cio agar membiarkan ayahnya pergi. Namun, Cio menggeleng keras. Bibirnya sudah ditekuk ke bawah, tanda-tanda akan menangis. Dan benar saja, detik berikutnya, ia menyandarkan kepalanya ke pundak Ardan sambil terisak pelan. Semua orang di sana hanya bisa menghela napas melihatnya. "Udah, nggak papa. Nginep di sini aja, Dan. Ada satu kamar kosong di rumah ini," sahut Bu Juli sebelum melangkah masuk ke dalam rumah. Ardan menatap Luna, meminta persetujuan. Luna sendiri hanya bisa menghela napas dan mengangkat bahunya pasrah. "Yaudah, masuk, Mas," katanya akhirnya. Ardan pun tak bisa berbuat banyak selain mengikuti mereka masuk ke dalam rumah, sambil menggendong Cio yang enggan lepas darinya. Ya, tak ada yang bisa menolak permintaan bocah kecil itu. Jika tak dituruti, tangisnya pasti semakin menjadi-jadi. Beruntung, ada s

  • Dosenku Mantan Suamiku   34. Kecelakaan kecil

    Ardan refleks menginjak rem sekuat tenaga. Benturan tak terhindarkan, namun setidaknya kecelakaan besar berhasil dicegah. Beruntung, posisi mereka berada di tepi jalan, dan arus kendaraan di belakang tidak terlalu padat, sehingga tabrakan beruntun dapat dihindari. "Astaga!" Luna tersentak, wajahnya menegang. Ia mengusap dadanya, merasakan jantungnya berdegup kencang. Napas keduanya masih memburu. Ardan yang masih gemetar segera menoleh ke arah Luna untuk memastikan keadaannya. "Kamu nggak papa?" tanya Ardan sambil mengguncang bahu Luna pelan. Luna hanya mengangguk sambil menghela napas panjang. Tangannya masih menekan dadanya, sementara kepalanya bersandar di kursi, mencoba untuk menenangkan dirinya. Tak lama kemudian, pengemudi mobil di depan keluar dengan ekspresi tidak menyenangkan dan langsung menghampiri Ardan. "Woi, keluar! Anda nyetir pakai mata atau pakai kaki?! Lihat tuh, mobil saya penyok gara-gara anda!" bentak pria yang berusia sekitar tiga puluhan itu, tangann

  • Dosenku Mantan Suamiku   33. Jahil tapi perhatian

    Luna melepaskan bekapan tangannya, lalu dengan kesal berjalan menuju mobil yang terparkir di depan. Melihat itu, Ardan hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Sementara itu, Kinanti yang penasaran langsung bertanya, "Apa, sih? Tadi kamu mau ngomong apa?"Ardan hanya menggeleng dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya. Ia lalu meraih tangan ibunya dan berpamitan, "Kita berangkat dulu, Ma. Besok aku baru balik lagi ke Jakarta."Kinanti mengangguk. "Hati-hati di jalan," ucapnya lembut.Ia tetap berdiri di depan rumah, menatap mobil anaknya yang perlahan melaju pergi. Senyum hangat terukir di wajahnya saat ia bergumam, "Kalian pasangan yang serasi. Semoga Tuhan kasih kalian kesempatan buat memperbaiki hubungan lagi." "Nyonya, ayo masuk! Teh herbalnya sudah jadi," seru seorang pembantu dari dalam rumah, membuat Kinanti langsung bergegas masuk ke dalam.***** Sepanjang perjalanan, Ardan terus tersenyum sendiri seperti orang gila. Entah apa yang ada di kepalanya, setiap kali

  • Dosenku Mantan Suamiku   32. Rahasia dibalik pernikahan Ardan dan Wulan

    Luna kaget, Ardan juga kaget. Keduanya sama-sama terdiam dalam posisi canggung. Ardan berdehem pelan, berusaha mengendalikan situasi. "Ehm..." Mendengar itu, Luna mendongak, matanya bertemu dengan tatapan Ardan. Beberapa detik berlalu dalam keheningan. "AAAA!!!" Luna menjerit keras. Ia langsung melepas pelukannya dan menutup pintu kamar mandi dengan keras. BRAK! Ardan menghela napas panjang, mengusap dadanya yang masih berdebar. Matanya tertuju pada pintu kamar mandi sambil bergumam pelan, "Sialan... mana makin gede lagi." Ia menggelengkan kepala, berusaha menepis pikirannya yang mulai melenceng. Tanpa membuang waktu, Ardan segera melangkah keluar rumah menuju mobilnya. Ia berniat menyelesaikan urusannya secepat mungkin agar bisa segera kembali dan mengantar Luna pulang ke Bandung malam ini juga. Setelah dua puluh menit di perjalanan, Ardan memarkir mobilnya di depan sebuah warung kopi sederhana di pinggir jalan. Warung itu tampak sepi, hanya ada satu pria tua yang duduk di su

  • Dosenku Mantan Suamiku   31. Gara-gara Ardan

    "Oh, udah akur ternyata," ujar teman Ardan sambil menatap Luna dengan senyum canggung."Iya, dong. Meskipun udah pisah, kita harus tetap akur demi anak," balas Ardan sambil tersenyum lebar.Luna menggeram dalam hati. Kalau tidak sedang berada di acara resmi seperti ini, mungkin high heels-nya sudah mendarat di wajah tampan Ardan."Oh, anaknya nggak diajak?" tanya pria itu lagi."Enggak. Dia baru sembuh dari sakit," jawab Ardan.Kesal, Luna berniat pergi dari sana. Namun, sebelum ia sempat melangkah, Ardan dengan sigap menarik pundaknya dan memeluknya erat."Lepasin, Mas!" bisik Luna geram. Ia menatap Ardan tajam, lalu melirik ke arah Dylan, berharap pria itu akan membantunya. Tapi Dylan hanya memalingkan wajah, rahangnya mengeras, dan rona merah terlihat di wajahnya.Luna merasa bersalah. Ia segera melepaskan pelukan Ardan dan hendak mengajak Dylan pergi. Namun, Dylan lebih dulu membuka suara."Aku ke kamar mandi dulu, Lun," ucapnya singkat, tanpa menoleh.Luna tertegun. Dylan pergi b

  • Dosenku Mantan Suamiku   30. Di gantung

    Saat ini, Luna dan Dylan sudah berada di perjalanan menuju Jakarta. Cio tidak diajak, karena bocah itu baru saja sembuh dari sakit. Alhasil, suasana di mobil terasa sangat canggung, karena biasanya Cio yang selalu mencairkan suasana. "Minggu depan ibuku berkunjung ke rumah," ujar Dylan, memulai percakapan. "Ke rumah siapa?" tanya Luna, menanggapi. "Ke rumahku," jawab Dylan santai. "Oh..." Luna mengangguk pelan. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Rasanya wajar saja kalau ibu Dylan berkunjung ke rumah anaknya, kan? "Nanti kamu temui," kata Dylan tiba-tiba. Luna menoleh, alisnya berkerut. "Hah? Aku?" tanyanya bingung. "Iya. Ibu pengen ketemu kamu," jawab Dylan. Luna tersenyum canggung. "Ngapain ketemu aku?" tanyanya lagi. "Mungkin ditanya, kapan nikah sama anak saya?" jawab Dylan, setengah bercanda. Luna menghela napas panjang,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status