Home / Romansa / Dosenku, Musuhku, Suamiku / Bab 140. Menyusun Rencana

Share

Bab 140. Menyusun Rencana

Author: Agniya14
last update Last Updated: 2025-12-04 21:56:21

Hening kembali memenuhi ruang kecil di kafe itu. Miranda bersandar ke kursinya, jari telunjuknya mengetuk pelan bibirnya, seolah tengah menimbang apakah ia sedang duduk berhadapan dengan sekadar anak naif atau seseorang yang benar-benar berbahaya.

Antonio menatapnya tanpa berkedip.

Miranda menyukai itu.

Rasa haus pengakuan yang dulu ia lihat pada Giorgio tampak jelas dalam diri Antonio. Bedanya, Giorgio dulu ambisius pada masa depan. Antonio ambisius pada kehancuran orang lain.

“Kalau saya bilang tidak?” tanya Miranda akhirnya, alisnya terangkat menantang.

Antonio tak langsung menjawab. Dia mengambil gelas kopinya, menyesap pelan, lalu menatap Miranda dengan tatapan yang memohon. Memohon karena yakin dirinya pantas menang.

“Kalau Ibu bilang tidak,” ujar Antonio tenang, “Ibu tetap akan hidup seperti sekarang mengajar, pulang, sendirian. Sementara Giorgio tidur dengan istrinya setiap malam.”

Perkataan itu menampar Miranda dengan keras.

Miranda membeku. Tangannya sedikit bergetar saat
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 142. Bukti Percakapan

    Vivi duduk di meja perpustakaan, buku-buku tebal tertumpuk di depannya. Matanya terpaku pada ponselnya, pada sebuah ikon pesan suara yang baru saja diterima dari Antonio.​Antonio, yang duduk di seberangnya. Tubuhnya sedikit membungkuk ke depan, sorot matanya yang intens. Menunggu dengan antisipasi yang nyaris tak tersamarkan. ​Vivi menahan napas, menatap layar ponsel itu, lalu beralih menatap wajah Antonio. Ada pancaran licik di balik senyum ramah yang selalu pria itu pasang.​“Ini apa?” tanya Vivi, suaranya pelan, tapi mengandung nada serius yang tajam, memecah keheningan di antara mereka. Ia tidak suka kejutan, apalagi yang dikirim oleh Antonio.​Antonio mengangkat bahu, berpura-pura santai. “Oh, itu? Cuma rekaman suara. Kamu dengerin aja, Vi.”​Kerutan di dahi Vivi semakin dalam. Ia meraih earphone-nya, memasangnya, dan menekan tombol putar. Ia memilih untuk mendengarkan sendiri, tidak ingin suara itu menjadi perhatian di perpustakaan.​Detik pertama sunyi. Lalu terdengar suara M

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 141. Menjalankan Rencana

    Seseorang itu adalah Vivi. Wajahnya pucat. Telinganya menangkap sepenggal kalimat terakhir Miranda.“Kita perlu menyerang langsung ke Vivi.”Napas Vivi tercekat. Tangannya gemetar. Teh hangat yang tadi ia pesan dari awal jam istirahat kini hambar, bahkan hampir tumpah ketika ia meletakkannya.Ia tidak sengaja mendengar. Yang ia dengar barusan bukan sekadar obrolan biasa.Itu adalah konspirasi.Dadanya terasa sesak. Wajah Giorgio melintas di kepalanya, senyumnya, caranya menggenggam tangannya, caranya menatapnya seolah ia adalah rumah.“Kenapa?” bisiknya pelan. "Kenapa mereka sejahat itu sama aku dan Giorgio sampai mau memisahkan kami?" batin Vivi bingung. "Pokoknya aku tidak akan membiarkan mereka memisahkan aku dengan Giorgio. Vivi keluar dari kafe. Dia menuju kelas karena kasih ada kuliah selanjutnya. ​Jam di pergelangan tangan Vivi menunjukkan pukul 16.30. Kelas terakhirnya sore ini usai sudah, dan ia langsung bergegas, kakinya melangkah cepat menyusuri lorong di Gedung Fakultas

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 140. Menyusun Rencana

    Hening kembali memenuhi ruang kecil di kafe itu. Miranda bersandar ke kursinya, jari telunjuknya mengetuk pelan bibirnya, seolah tengah menimbang apakah ia sedang duduk berhadapan dengan sekadar anak naif atau seseorang yang benar-benar berbahaya.Antonio menatapnya tanpa berkedip.Miranda menyukai itu.Rasa haus pengakuan yang dulu ia lihat pada Giorgio tampak jelas dalam diri Antonio. Bedanya, Giorgio dulu ambisius pada masa depan. Antonio ambisius pada kehancuran orang lain.“Kalau saya bilang tidak?” tanya Miranda akhirnya, alisnya terangkat menantang.Antonio tak langsung menjawab. Dia mengambil gelas kopinya, menyesap pelan, lalu menatap Miranda dengan tatapan yang memohon. Memohon karena yakin dirinya pantas menang.“Kalau Ibu bilang tidak,” ujar Antonio tenang, “Ibu tetap akan hidup seperti sekarang mengajar, pulang, sendirian. Sementara Giorgio tidur dengan istrinya setiap malam.”Perkataan itu menampar Miranda dengan keras. Miranda membeku. Tangannya sedikit bergetar saat

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 139. Kerja Sama

    Di tengah hiruk-pikuk mahasiswa yang berlarian mengejar jam kuliah atau sekadar bergerombol menertawakan hal remeh, Antonio berdiri diam. Punggungnya bersandar pada dinding di dekat pintu ruang dosen, matanya terkunci pada satu sosok yang baru saja keluar masuk gedung fakultas. ​Miranda.​Wanita itu berbeda. Di antara dosen-dosen lain yang tampil konservatif dan kaku, Miranda berjalan dengan aura yang memikat. Langkah kakinya yang dibalut stiletto hitam mengetuk lantai marmer dengan ritme yang teratur. Antonio tahu, Miranda tidak pernah mengajar di kelasnya. Dia bahkan bukan dosen pembimbing akademiknya. Bagi Miranda, Antonio hanyalah satu dari ribuan wajah asing mahasiswa semester satu yang memadati kampus ini. Namun, bagi Antonio, Miranda adalah kunci.​Antonio menarik napas panjang, merapikan kerah kemejanya yang sedikit kusut, dan melangkah maju memotong jalur wanita itu.​"Maaf, Bu Miranda?"​Langkah Miranda terhenti. Dia menoleh, sedikit terkejut, tapi ekspresinya segera berub

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 138. Kelemahan Giorgio

    Sudah sejak pukul tujuh pagi Antonio menempatkan dirinya di bangku panjang berbahan besi di sudut koridor. Lokasinya strategis. Dari titik ini, ia bisa mengawasi pintu kayu jati bernomor 304, ruangan Giorgio tanpa terlihat terlalu mencolok. Di tangannya terbuka sebuah buku tebal. Sebuah kamuflase yang sempurna mengingat ujian semester tinggal menghitung hari.​Mahasiswa lain berlalu-lalang dengan wajah cemas, membolak-balik catatan, atau berdiskusi dengan suara berbisik tentang kisi-kisi ujian. Antonio tidak peduli. Ujian semester hanyalah formalitas. Fokus utamanya saat ini adalah menghancurkan benteng pertahanan Giorgio.​"Harus dapet celahnya," gumam Antonio dalam hati, matanya tidak membaca satu baris pun dari buku di pangkuannya. "Setiap orang punya celah. Bahkan pak Giorgio yang tampak sempurna."​Antonio sudah tahu segalanya tentang Vivi Namun, pengetahuan itu tidak berguna selama Giorgio masih berdiri tegak sebagai dinding penghalang. Antonio sadar, ia tidak bisa menyerang Gi

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 137. Menemani Belajar

    Sore itu, Vivi menyandarkan punggungnya ke pilar beton. Matanya menyapu deretan mobil yang perlahan mulai kosong. Giorgio memintanya menunggu di parkiran, jauh dari kerumunan mahasiswa yang mungkin masih betah berdiskusi.​Lima menit berlalu. Giorgio, dengan kemeja biru muda yang sudah sedikit kusut, tapi rapi, berjalan mendekat. Senyumnya selalu menjadi pemandangan yang menenangkan bagi Vivi.​“Nunggu lama?” tanya Giorgio, suaranya yang dalam selalu terasa hangat.​Vivi menggeleng pelan, meski ia tahu pipinya sedikit memerah karena rasa lelah yang. Giorgio tidak menunggu jawaban, tangannya bergerak cepat dan lembut, menyisir helaian rambut Vivi yang jatuh di dahi.​“Kamu capek, nggak?” tanyanya lagi, ibu jarinya membelai pelan pelipis Vivi.​Vivi hanya mengangguk, terlalu lelah untuk berbohong. ​“Ayo pulang,” kata Giorgio, meraih tas selempang Vivi dari bahunya. “Aku akan masakin kamu sup hangat. Sup ayam dengan jahe. Untuk mengusir lelah.”​Mendengar kata ‘sup hangat’, mata Vivi la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status