Share

Bab 3

Author: Ghea
Rexa duduk di dekat jendela, wajahnya begitu tampan dan memesona. Matanya memancarkan perpaduan antara kesejukan dan kelembutan yang sangat memikat. Tonjolan kecil di pangkal hidungnya membuatnya terlihat lebih istimewa dan tidak membosankan. Pada momen itu, seolah sinar matahari dari luar pun memancarkan cahaya khusus untuknya.

Melihat pemandangan ini, Arlina tanpa sadar menarik napas dalam-dalam. 'Tampan sekali!!!'

Namun kemudian, dia baru teringat ini bukan saatnya untuk genit. Hatinya kembali merasa gelisah dan akhirnya dia berkata dengan gugup, "Pak Rexa."

Arlina menundukkan pandangannya dan memasang wajah bersalah. Meskipun, itu sebenarnya lebih untuk menutupi rasa gugupnya.

Dibandingkan dengan kegugupan Arlina, Rexa justru tampak tenang. Sikapnya benar-benar mencerminkan statusnya sebagai seorang tenaga pendidik. Dia menunjuk kursi di depannya dan berkata, "Duduk."

Akan tetapi, mana mungkin Arlina berani duduk? Dia hanya berkata dengan senyum tersipu, "Nggak usah, Pak. Saya berdiri saja."

Rexa telah bangkit dari tempat duduknya. Tingginya melebihi Arlina hampir satu kepala, membuat gadis itu harus mendongak untuk menatapnya. "Coba jelaskan, kenapa kamu melamun waktu jam kuliah?" Nada bicaranya terdengar datar, seolah benar-benar hanya ingin tahu alasan Arlina melamun.

Mana mungkin Arlina berani mengatakan alasan sebenarnya? Setelah berpikir keras cukup lama, dia akhirnya menjawab dengan gugup, "Karena ... tadi malam saya kurang tidur." Kemudian, dia langsung mengucapkan permintaan maaf dengan penuh penyesalan, "Maafkan saya, Pak. Saya berjanji lain kali nggak akan seperti ini lagi."

Rexa tidak menunjukkan apakah dia percaya pada ucapan Arlina atau tidak. Dia hanya berjalan ke tempat menyeduh teh, mengambil sebuah gelas dan sekantong teh susu, lalu menuangkan air panas ke dalamnya.

Gerakannya santai, jari-jarinya panjang dan lentik, memancarkan aura elegan dan berkelas. Asap tipis mengepul dari cangkir teh, menciptakan pemandangan yang menenangkan.

"Aku baru kembali dari luar negeri beberapa waktu lalu dan mungkin belum terlalu terbiasa dengan metode pengajaran di sini. Kalau kelasku terlalu membosankan, aku harap kamu bisa langsung bicara jujur."

Astaga ... rendah hati sekali dosen ini. Dosen setampan dan semurah hati ini malah telah dilecehkannya. Bahkan Arlina sendiri juga merasa dirinya benar-benar berengsek.

"Ng ... nggak, kok. Penjelasan Pak Rexa sangat bagus," sahut Arlina buru-buru. Meski Arlina tidak mendengarkannya dengan saksama, dilihat dari reaksi teman-teman sekelasnya, jelas sekali menunjukkan bahwa kemampuan mengajar Rexa sangat bagus.

Rexa hanya tersenyum tipis. "Baguslah kalau begitu."

Setelah berkata demikian, dia menyerahkan segelas teh susu yang baru diseduhnya kepada Arlina. Jari-jarinya tampak ramping dengan sendi yang tegas, kukunya juga terawat dengan rapi dan bersih

"Ini pemberian dari dosen lain, anak-anak biasanya suka minuman ini." Dia malah menyebut Arlina sebagai anak-anak.

Wajah Arlina memerah. Dia buru-buru mengulurkan tangan untuk menerima cangkir itu. "Terima kasih, Pak Rexa." Cangkir itu terasa hangat, tetapi tidak sampai membuat tangannya panas. Uap panas mengepul perlahan dan aroma teh susu yang pekat menguar ke hidungnya.

Sejak masuk ke ruangan ini, Arlina merasa begitu tegang dan penuh kewaspadaan. Namun, Rexa sama sekali tidak menyinggung kejadian malam itu. Sebaliknya, dia justru mengobrol ringan seolah-olah sedang berbincang santai.

Ditambah lagi, dengan hangatnya aroma teh susu yang menguar, membuat ketegangan dalam dirinya perlahan mencair. Dia menunduk untuk menyesap sedikit teh susu tersebut. Rasa manis yang lembut menyebar di dalam mulutnya.

Namun pada saat itu, terdengar suara Rexa yang tenang di telinganya. "Malam itu ... itu kamu, bukan?"

Kata-kata ini menghantam Arlina bagaikan petir, membuatnya mendongak kaget menatap Rexa. Mata pria itu seolah-olah bisa menembus hatinya dan melihat semuanya dengan jelas.

Tujuan Rexa mengobrol santai dan menyeduhkan teh susu untuknya adalah agar kewaspadaan Arlina menurun.

"Uhuk uhuk!" Arlina hampir tersedak oleh teh susu yang baru diseruputnya.

Rexa yang seolah-olah sudah mempersiapkan diri, langsung menyerahkan sebuah tisu dengan lancar. Arlina menerima tisu itu, lalu menyeka bibirnya dengan buru-buru. Setelah menenangkan diri, dia langsung menyangkal, "Aku bukan ... bukan aku."

Rexa memicingkan matanya dengan senyuman tipis. "Aku belum bilang malam yang mana dan kejadian apa."

Arlina menyadari dirinya telah tanpa sengaja membocorkan rahasia, seketika hatinya diliputi kepanikan. Teh susu yang semula terasa hangat pun, kini tidak lagi terasa nikmat. "Pak Rexa, aku nggak tahu apa yang Bapak bicarakan, tapi yang jelas itu pasti bukan aku. Makanya aku menyangkalnya."

Dengan ekspresi yang masih tetap sama, Rexa tiba-tiba mengulurkan tangan padanya.

Jari-jarinya yang panjang dan ramping, mencengkeram pergelangan tangan Arlina. Saat kulit mereka bersentuhan, Arlina merasa seperti tersengat dan refleks menggigil sedikit.

Apa yang hendak dilakukannya?

Jantung Arlina berdegup kencang.

"Aku ingat malam itu ... ada tahi lalat di telapak tanganmu." Setelah ucapan itu dilontarkan, Rexa langsung membalikkan telapak tangan Arlina. Di telapak tangannya yang halus itu ternyata memang ada sebuah tahi lalat.

Pelaku dan buktinya sudah tertangkap basah. Rexa mengangkat pandangannya melihat Arlina sembari bertanya, "Kamu mau jelaskan gimana lagi?"

Arlina seketika merasa seperti tidak punya tempat untuk bersembunyi. Sebenarnya, dia bisa saja terus berpura-pura tidak tahu apa-apa. Lagi pula, bukan hanya dia yang memiliki tahi lalat di telapak tangan.

Namun, aura Rexa terlalu menekan. Sebagai seorang dosen, Rexa memiliki posisi yang membuat mahasiswa merasa tertekan. Lagi pula, sekeras apa pun dia menyangkal, Rexa sudah yakin bahwa itu pasti dia.

Air mata Arlina mendadak hampir mengalir, suaranya gemetaran dan terisak, "Pak Rexa, aku salah. Ini semua salahku. Aku nggak seharusnya tidur sembarangan sama orang asing. Anggap saja hal ini nggak pernah terjadi, aku janji nggak akan mengulanginya lagi."

Arlina merasa hancur. Sebelum air matanya benar-benar menetes, dia segera memalingkan wajah dan berlari keluar dari kantor.

Mendengar suara pintu yang ditutup dengan keras, Rexa sontak merasa terkejut. Dia bahkan belum sempat mengatakan apa-apa, kenapa gadis itu malah sudah kabur?

Rexa mencarinya hanya untuk melihat bagaimana masalah ini bisa diselesaikan. Bagaimanapun juga, ini adalah pertama kalinya dia menghadapi kejadian seperti ini.

Rexa alergi alkohol, biasanya dia tidak pernah menyentuhnya. Malam itu saat teman-temannya mengadakan pesta penyambutan untuknya, dia salah mengambil gelas dan meneguk minuman beralkohol.

Tak lama setelah itu, seluruh tubuhnya terasa panas dan dia pergi ke toilet untuk mencuci muka agar sadar. Tak disangka, seorang gadis tiba-tiba menabrak dadanya dan menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Mungkin karena pengaruh alkohol, dia melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Untuk pertama kalinya, dia kehilangan kendali dan tidur dengan gadis asing. Keesokan paginya saat terbangun, gadis itu sudah tidak ada di sampingnya.

Rexa sempat mencoba mencarinya. Noda merah di seprai membuatnya terus memikirkan hal itu. Rexa yang jelas-jelas lebih tua dari gadis itu, merasa perlu bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.

Akan tetapi, dia tidak pernah menyangka gadis itu ternyata adalah mahasiswanya sendiri. Informasi ini terlalu mengejutkan hingga membuatnya kehilangan kendali di kelas. Dilihat dari situasinya sekarang, gadis itu sepertinya jauh lebih panik darinya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (21)
goodnovel comment avatar
Fenny Dhay
kok ceritanya persis sama dengan dracin yang ku tonton 2 hari yang lalu.. sama persis
goodnovel comment avatar
Yuennara Eclipta
lanjut....
goodnovel comment avatar
Bukega Tiska
lanjut.. gaassss
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 559

    Jazlan merasa gugup di atas panggung, saking gugupnya sampai tangannya gemetar. Dia berkata kepada Rexa yang berdiri di sampingnya, "Aku agak gugup."Mata Rexa tak terlepas dari Arlina. "Tenang saja, pengalaman pertama pasti bikin deg-degan, nanti juga terbiasa."Jazlan seketika ingin menendang Rexa, tetapi demi menjaga citranya, dia menahan diri.Akhirnya, pengantin wanita sampai di hadapan mereka.Rexa menatap Arlina dengan mata berbinar-binar, lalu meraih tangannya. Begitu menggenggam, dia berkata dengan lembut, "Persis seperti bayanganku ... cantik sekali."Di matanya tampak kekaguman yang tulus. Arlina tersenyum tipis. "Kamu juga ganteng."Benar, Rexa tampak elegan dan berwibawa dalam jasnya. Ditambah wajahnya yang sempurna, dia seperti bangsawan dari keluarga konglomerat.Tiba-tiba, terdengar suara Jazlan yang agak tersendat. "Istriku ... aku ingin nangis."Lillia menatap dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. "Kontrol ekspresimu! Cuacanya hari ini kurang bagus. Kalau foto pernik

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 558

    "Sebentar!" Jazlan tiba-tiba teringat sesuatu. "Nggak bisa, nggak bisa! Kita nggak boleh nikah bareng!""Kenapa?" Arlina yang penasaran pun mendekat ke ponsel.Melihat rambutnya masih meneteskan air, Rexa langsung mengambil handuk untuk pelan-pelan mengeringkannya."Sejak SMA, selama ada Rexa, aku selalu kehilangan eksistensi. Kalau kita nikah bareng, sama-sama jadi pengantin pria, dia pasti jauh lebih ganteng dari aku. Semua perhatian pasti dia yang dapat."Ucapan Jazlan membuat semua orang langsung tertawa terbahak-bahak."Kalian jangan ketawa! Kalian nggak ngerti perasaan juara dua abadi. Huhuhu ...."Lillia sengaja berkata, "Ya sudah. Kalau kamu nggak mau nikah bareng, aku cari orang lain saja yang mau."Mendengar itu, Jazlan pun panik. "Jangan, jangan! Aku mau, aku mau! Juara dua abadi juga nggak apa-apa deh. Asal di matamu aku yang paling ganteng, itu sudah cukup."Lillia menyodorkan tangannya ke depannya. "Lihat.""Lihat apa?" Jazlan membelalakkan mata untuk melihat."Bulu kuduk

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 557

    Arlina seperti baru tersadar dari mimpi. Dia melepaskan diri dari pelukan Rexa sambil berkedip menatapnya. "Barusan kamu bilang apa?"Rexa menggenggam tangannya, mengecup punggung tangan itu pelan, lalu menatapnya dengan serius. "Arlin, maukah kamu menikah denganku lagi? Kita adakan sebuah pernikahan."Arlina buru-buru menjelaskan, "Aku cerita semua itu cuma buat berbagi sama kamu tentang apa yang aku lihat, bukan berarti aku ingin kamu mengadakan pernikahan untukku.""Aku tahu." Senyuman tersungging di bibir Rexa.Mata Arlina bergetar. Dia terdiam sejenak, lalu kembali memeluknya. "Begini saja sudah sangat cukup. Aku nggak punya obsesi terhadap pernikahan. Punya kamu dan Annie saja, aku sudah sangat bersyukur. Aku benar-benar bahagia, sungguh bahagia."Entah kenapa, saat berbicara Arlina malah menjadi agak terisak. Nada suaranya terdengar tergesa-gesa, seolah-olah ingin menegaskan pada Rexa bahwa dia benar-benar bahagia saat ini. Dia tidak mau Rexa merasa seakan-akan masih berutang se

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 556

    Annie menopang dagunya sambil duduk di toko pakaian, sementara Arlina sibuk memilih baju di rak. Setelah beberapa saat, Annie akhirnya tak tahan lagi dan bertanya, "Papa, Mama mau belanja sampai kapan?"Beberapa hari lagi, Arlina harus menghadiri undangan pernikahan dari rekan kerjanya. Ini pertama kalinya Arlina menghadiri pernikahan orang lain. Dia tidak punya pengalaman, tetapi merasa harus berpakaian lebih resmi. Jadi, saat ada waktu luang, dia mengajak Rexa dan Annie pergi ke mal.Sudah lama sekali Arlina tidak jalan-jalan. Setiap melewati toko, dia pasti ingin masuk dan melihat-lihat sebentar. Semangatnya begitu tinggi. Hanya saja, kasihan Rexa dan Annie yang mengikuti dari belakang.Rexa baru benar-benar mengerti kenapa enam tahun lalu, Levi tidak suka menemani istrinya belanja. Tidak ada yang memberitahunya kalau perempuan bisa punya energi begitu banyak hanya untuk jalan-jalan.Kaki kecil Annie bahkan sudah gemetaran. Begitu masuk toko dan melihat ada bangku, dia langsung dudu

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 555

    "Ngapain kamu?" Lillia terkejut, menggenggam lengan Jazlan.Jazlan begitu gembira sampai tak bisa mengendalikan diri. Dia menggendong Lillia, lalu berputar-putar."Lillia, kamu setuju menikah denganku! Kita akan menikah!"Lillia diputar sampai merasa pusing, tetapi wajahnya tetap tersenyum. Nadanya agak tak berdaya. "Turunkan aku.""Nggak mau. Aku mau terus gendong kamu." Jazlan kembali berputar beberapa kali, sampai dirinya sendiri ikut merasa pusing dan langkahnya oleng.Keduanya sama-sama jatuh ke sofa. Lillia menindih tubuh Jazlan, tangannya mencengkeram erat pinggang Jazlan.Begitu mata mereka bertemu, keduanya terdiam, hanya bisa mendengar napas masing-masing.Tatapan Jazlan seakan-akan ingin menembus jauh ke dalam jiwanya."Istriku." Suara itu rendah, penuh kegembiraan yang tak bisa ditahan."Jangan sembarangan panggil. Aku belum jadi istrimu." Lillia sengaja memakai nada galak."Aku nggak peduli, di hatiku kamu sudah jadi istriku." Jazlan tersenyum puas. "Istriku, istriku, istr

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 554

    "Uhuk, uhuk, uhuk."Mendengar ucapan itu, Jazlan hampir tersedak air liurnya sendiri. Dia batuk tak henti, wajahnya pun memerah tanpa sadar."Ibu, kenapa baru pertama kali ketemu langsung nanya begitu?" Lillia mengerutkan kening, tak puas.Dengan ekspresi datar, ibunya menjawab, "Kalian juga nggak muda lagi. Kalau memang cocok, lebih baik cepat nikah, cepat punya anak.""Kami pacarannya belum lama. Ibu terlalu terburu-buru," sahut Lillia."Apa salahnya? Dulu aku sama ayahmu cuma ketemu kedua kali, terus langsung nikah.""Itu zaman dulu. Beda.""Sekarang juga masih banyak yang nikah kilat. Lagi pula, kamu sama Jazlan sudah kenal lama."Sejak terakhir kali Jazlan menelepon, ibu Lillia sudah mencari tahu tentang Jazlan lewat putrinya.Kali ini, dia langsung mendesak Jazlan. "Kamu sendiri gimana? Apa pendapatmu?"Lillia ikut menoleh pada Jazlan.Wajah Jazlan kali ini sangat serius. "Bibi, aku sudah suka sama Lillia sejak lama. Dari dulu aku memang ingin menikahinya, tapi pernikahan itu kep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status