Share

Bab 4

Author: Ghea
Dalam perjalanan kembali ke kelas, Arlina bertemu dengan Rio dan beberapa teman mereka. Rio lebih tinggi dibandingkan teman lainnya dan wajahnya yang tampan juga paling mudah dikenali. Mereka berjalan di depan Arlina dan tidak menyadari keberadaannya.

"Rio, kudengar, pengikutmu itu sudah nggak pernah cari kamu lagi sejak sebelum masuk kuliah. Pasti dia dengar kamu pacaran, jadi hatinya langsung hancur."

"Lihat saja, di kelas Profesor Rexa hari ini dia kelihatan linglung, pasti gara-gara kamu duduk sama Fanny di depannya. Dia jadi sedih, hahaha."

Mendengar hal ini, Arlina baru menyadari bahwa ternyata "pengikut" yang sedang dibicarakan mereka adalah dirinya sendiri. Nilainya dan Rio sama-sama masuk peringkat 10 besar seangkatan. Karena menyukai Rio, Arlina memang sering mengajaknya belajar bersama.

Tak disangka, di mata teman-temannya, Arlina malah dianggap sebagai pengikut. Arlina langsung merasa tersindir. Sikap teman-temannya jelas mencerminkan sikap Rio. Bisa dibayangkan, Rio juga pasti berpikiran sama.

Akan tetapi, setiap kali dia mengundang Rio, Rio juga tidak pernah menolak. Saat mereka belajar bersama, suasananya juga sangat menyenangkan, sampai membuat Arlina keliru mengira dia punya harapan.

Saat itu, terdengar suara Rio berkata, "Lain kali jangan sebut-sebut dia di depan Fanny, nanti Fanny ngambek lagi."

"Ya, ya, ngerti," sahut salah satu temannya. "Sekarang pacar resmimu itu Fanny."

"Menurutku, kamu itu beruntung sekali, Rio. Punya pacar secantik Fanny dan masih ada Arlina si kutu buku yang ngejar kamu. Gimana kalau kamu ambil dua-duanya saja?"

"Ah, jangan ngomong sembarangan. Aku cuma menganggap Arlina teman."

"Kamu anggap dia teman, tapi dia mau jadi pacarmu."

"Eh, menurut kalian, Arlina bakal tetap suka sama Rio nggak? Dari cinta terang-terangan jadi cinta diam-diam, tinggal menunggu Rio putus sama Fanny."

"Gimana kalau Rio nggak putus sama Fanny?"

"Kalau nggak putus, dia bakal terus menunggu dan menghabiskan hidupnya tanpa menikah, hahaha."

"Kamu kira ini sinetron apa?"

"Gimana kalau kita taruhan, berapa lama Arlina bakal menyendiri demi Rio? Setahun? Dua tahun? Lima tahun?"

Rio menghentikan pembicaraan mereka di saat yang tepat, "Sudah, kalian jangan ribut."

Walau begitu, sudut bibirnya sedikit terangkat dan ekspresinya tampak sedikit bangga. Seorang wanita yang mau menjomlo bertahun-tahun demi seorang pria. Bagi mereka, hal ini memang sesuatu yang membanggakan.

Sementara bayangan mereka semakin jauh, Arlina yang berdiri di tempat hanya bisa mengepalkan tangannya. Bisa melihat sifat asli seseorang dengan konsekuensi seperti ini ... sepertinya juga bukan hal yang terlalu buruk.

Hari itu, Arlina merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk. Pertama, dia baru sadar bahwa pria yang dia tiduri ternyata profesor di kampus. Setelah itu, obrolan Rio dan teman-temannya telah menarik dirinya dari perasaan sukanya terhadap Rio sepenuhnya.

Setelah jam kuliah selesai, dia meminta Tania membawa buku-bukunya ke asrama, sementara dia sendiri bersiap pergi bekerja paruh waktu di toko teh susu.

"Dari awal masuk kuliah kamu sudah kerja sambilan setiap hari, malamnya juga nggak ikut belajar di kelas tambahan, tapi tetap bisa masuk 10 besar seangkatan. Aku salut sama kamu," kata Tania sambil memandangi Arlina yang sedang merapikan barang-barangnya.

"Mau gimana lagi, aku harus cari uang untuk biaya hidup."

Tania yang sudah berteman lama dengan Arlina, kurang lebih memahami soal kondisi keluarganya. "Orangtuamu itu keterlaluan sekali. Anaknya secerdas ini malah nggak diurus, tapi anak laki-lakinya yang pemalas malah disayang habis-habisan."

Usai bicara, Tania merasa seolah telah menghina keluarga Arlina. Dia buru-buru berkata, "Maaf ya, Arlin, aku cuma ngomong ceplas-ceplos."

Arlina tersenyum padanya, "Nggak apa-apa, aku tahu maksudmu baik. Sudah hampir telat, aku pergi dulu ya." Setelah itu, dia pun memanggul tas ranselnya dan melangkah keluar dari gerbang kampus.

Jalan dari gerbang kampus ke toko teh susu ini sudah sering dilewati Arlina selama lebih dari setahun. Dia memanfaatkan waktu belajar malam untuk bekerja. Di saat orang lain sudah tidur nyenyak, lampu kecil di samping tempat tidurnya tetap menyala sampai tengah malam.

Orang-orang selalu mengatakan bahwa dia mudah sekali mendapatkan beasiswa. Padahal, hanya dia sendiri yang tahu betapa sulit dan berat perjalanan yang telah dilaluinya.

Begitu sampai di toko teh susu, Arlina mengganti pakaian dengan seragam toko dan mengambil alih sif dari rekan kerja yang bertugas siang. Meskipun statusnya hanya sebagai pekerja paruh waktu, Arlina sudah bekerja di sini lebih dari setahun, sampai-sampai sudah seperti karyawan tetap.

Malam itu toko tidak terlalu ramai. Setelah permisi dengan rekan kerjanya, Arlina pun masuk ke toilet. Saat berdiri dari posisi jongkok, tiba-tiba kepalanya terasa berputar hebat. Dia buru-buru menahan diri dengan menyentuh dinding dan mencoba menstabilkan tubuhnya, sementara jantungnya berdetak cepat tak karuan.

Dalam sekejap, sebuah pikiran yang menakutkan melintas di benaknya. Bulan ini dia belum datang bulan! Tidak mungkin, pasti tidak mungkin. Arlina masih sangat yakin, malam itu Rexa menggunakan pengaman. Kalau tidak, dia juga tidak akan berani.

Apa mungkin pengamannya bocor?

Hati Arlina langsung dipenuhi kekhawatiran. Begitu selesai bekerja, dia segera pergi ke apotek membeli alat tes kehamilan. Arlina bahkan sengaja memilih apotek yang jauhnya lima sampai enam kilometer dari kampus agar tidak ketahuan.

Sambil memegang alat tes kehamilan, Arlina begitu gugup hingga tangannya gemetaran. Sambil menunggu hasilnya, dia berjongkok di toilet dengan kedua tangan yang terkatup sambil berdoa.

"Tolong jangan, kumohon."

"Aku janji nggak akan mengulanginya lagi, tolong jangan begini padaku."

"Huhu, Tuhan dari aliran mana pun ... tolonglah diriku ini ...."

Arlina sampai-sampai memohon pada semua kepercayaan yang ada. Dengan perlahan-lahan, dia membuka mata untuk melirik hasilnya. Ketika melihat dua garis merah di alat tes kehamilan itu, dunia Arlina seakan runtuh.

Habis sudah ... tamatlah riwayatnya ini ....
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 50

    Rexa bertanya dengan tenang, "Tadi kamu mau tanya apa?"Jazlan menimpali, "Nggak. Aku cuma mau tanya berapa usia kehamilan Kakak Ipar Muda."Arlina berusaha mengabaikan panggilan itu dan menyahut, "Satu bulan lebih."Mendengar ucapan Arlina, Jazlan melihat Rexa sekilas dan menanggapi, "Satu bulan lebih? Bagaimana kamu bisa kenal dengan Rexa? Setahuku, dia baru bekerja di fakultas kedokteran universitas kalian selama setengah bulan."Arlina berbicara dengan jujur karena Jazlan adalah teman Rexa, "Di ho ...."Sebelum Arlina menyelesaikan perkataannya, Rexa menyela, "Makan. Jangan biarkan dia cari tahu informasi tentang kamu."Arlina melihat Rexa dan Jazlan, lalu lanjut makan lagi. Masalahnya sekarang Arlina sangat kenyang. Jazlan melihat Rexa dengan ekspresi curiga.Setelah selesai makan, Arlina ingin pergi ke kamar mandi karena makan terlalu banyak. Dia ragu-ragu sejenak, lalu berbisik kepada Rexa, "Aku mau pergi ke kamar mandi."Rexa menoleh dan bertanya, "Perlu aku temani nggak?"Arli

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 49

    Rexa bertanya dengan santai, "Kamu mau mengecek identitasnya sampai kapan?"Sekarang Jazlan melepaskan Rexa terlebih dahulu. Dia tersenyum lebar dan berucap kepada Arlina, "Cepat duduk."Tatapan Jazlan tertuju pada perut Arlina. Rexa mengatakan Arlina hamil, tetapi belum terlihat jelas. Seharusnya usia kehamilan Arlina baru memasuki trimester pertama.Setelah duduk di depan meja makan, Jazlan memberikan menu kepada Arlina dan berkata, "Kamu mau makan apa? Coba lihat dulu."Arlina melambaikan tangannya sambil membalas, "Terserah. Kalian yang pesan saja."Jazlan tahu Arlina gugup. Dia juga tidak sungkan lagi dan langsung mengambil menu. Jazlan bertanya, "Ada yang kamu nggak makan?"Rexa menjawab terlebih dahulu, "Dia nggak bisa makan pedas. Pesan iga asam manis untuknya."Jazlan memelototi Rexa lagi. Sekarang Rexa begitu perhatian kepada Arlina, jadi kenapa waktu itu dia menghamili Arlina?Jika ibu hamil suka makan pedas, berarti bayinya berjenis kelamin perempuan. Jika ibu hamil suka ma

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 48

    Wajah Arlina memerah dan jantungnya berdegup kencang. Terdengar suara Rexa. "Apa kamu sudah membalas pesannya?"Arlina baru tersadar. Dia segera membuka WhatsApp Jazlan dan mengirim pesan kepadanya.[ Halo, kami akan sampai 5 menit lagi. ]Siapa sangka, Jazlan langsung membalas pesan itu.[ Kakak Ipar? ]Dilihat dari gaya bahasanya, Jazlan langsung tahu bukan Rexa yang menulis pesan itu. Arlina kaget melihat panggilan Jazlan kepadanya. Dia yang masih muda sudah menjadi kakak ipar?Arlina ragu untuk membalas pesan Jazlan. Bagaimanapun, ini adalah ponsel Rexa. Rexa melirik ekspresi Arlina yang aneh saat memandangi ponsel. Dia bertanya dengan ekspresi bingung, "Kamu balas apa?"Arlina mengangkat kepala dan memandang Rexa dengan kebingungan. Dia berujar dengan terbata-bata, "Dia ... panggil aku ... kakak ipar."Rexa tersenyum dan menanggapi, "Aku lebih tua beberapa bulan darinya. Nggak salah kalau dia memanggilmu kakak ipar."Itu bukan poin pentingnya. Masalahnya Arlina lebih kecil 8 tahun

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 47

    Arlina langsung paham Rexa berbohong demi kebaikannya. Setelah mengeluarkan telurnya, Arlina merasa frustrasi.Akhirnya, Arlina bisa membuat sarapan. Namun, hasilnya sangat buruk. Demi menjaga harga dirinya, Arlina membantu dirinya sendiri menjelaskan, "Teknik memasakku benar-benar lumayan bagus. Kali ini nggak disengaja, besok aku buatkan sarapan lagi untukmu."Masalahnya di kulkas hanya tersisa 2 butir telur. Kalau tidak, Arlina bisa menggoreng telur lagi. Rexa bertanya sembari tersenyum, "Kenapa kamu bersikeras membuatkanku sarapan?"Arlina menggigit roti lapis tanpa telur sambil menyahut, "Aku mau berterima kasih kepadamu. Semalam untung saja kamu membantuku."Kalau tidak, Arlina pasti merasa sangat sedih setelah pulang. Dia hanya bisa bersembunyi di dalam selimut dan diam-diam menangis.Namun, tindakan Rexa membuat Arlina merasa cukup puas. Dia juga bermimpi Rexa memukul Delmar hingga berlutut sembari meminta ampun. Rexa sangat keren."Sudah seharusnya aku berbuat seperti itu. Kal

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 46

    Pintu ruang kerja tidak ditutup rapat. Ketika Rexa masuk ke dalam ruangan sambil membawa segelas susu, dia melihat Arlina tertidur di meja.Malam ini, banyak masalah yang terjadi. Setelah pulang, Arlina langsung mandi dan masuk ke ruang kerja. Sudah jelas dia adalah murid yang rajin. Namun, akhirnya Arlina tidak mampu menahan rasa kantuknya.Cahaya lampu yang tidak terlalu terang terpancar ke wajah Arlina. Kulitnya yang putih terlihat sangat mulus. Tampak bayangan samar dari bulu matanya yang panjang pada wajahnya.Rexa berdiri di samping seraya mengamati Arlina sejenak, lalu meletakkan gelas susu di atas meja dengan pelan. Kemudian, Rexa menggendong Arlina.Tubuh Arlina sangat ringan sehingga Rexa tidak merasa kesulitan menggendongnya. Rexa menggendong Arlina dengan mudah dan berjalan ke kamarnya.Tiba-tiba, terdengar suara yang manja dari pelukan Rexa. "Pak Rexa."Rexa menunduk dan melihat gadis dalam pelukannya memandanginya dengan mata mengantuk. Rexa bertanya dengan sangat lembut,

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 45

    Ersya tertawa senang dan menimpali, "Oke, aku tunggu undanganmu. Nenekmu pasti senang sekali. Waktu mencarinya terakhir kali, dia masih mengomel karena ingin punya cicit secepatnya. Kalian harus berusaha lebih keras."Arlina merasa canggung untuk mengatakan sekarang dia sedang hamil cicit Keluarga Pariaman. Rexa juga tidak menjelaskan. Dia hanya mengiakannya, "Oke, Paman Ersya."Setelah mengantar Ersya, Arlina berdiri di tepi jalan. Dia baru merasakan semua ini tidak nyata. Malam ini, Arlina merasa seperti bermimpi. Emosinya naik turun.Sejak Ersya datang, situasinya langsung berubah drastis. Biarpun Delmar dan Bahran tidak rela, mereka juga sadar tidak mampu melawan tokoh hebat.Ditambah lagi, Delmar tahu hubungan Rexa dengan Ersya tidak biasa. Jika mempermasalahkan hal ini lagi, dia pasti celaka.Rexa menyelesaikan kasus pemukulan ini hanya dengan membayar kompensasi sebesar 500 ribu. Walaupun Delmar tidak menginginkannya, sikap Rexa sangat tegas. Ini adalah pertama kalinya Arlina me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status