Share

Bab 5

Author: Ghea
Arlina harus menanggung konsekuensi atas kesalahan yang dilakukannya karena kebodohan sesaat. Beberapa hari berikutnya, dia benar-benar kehilangan semangat, seakan-akan jiwanya telah melayang. Saat ini dia bahkan belum lulus kuliah. Arlina tahu pasti bahwa anak ini tidak bisa dipertahankan.

Namun, dia juga tidak berani memberi tahu orang tuanya. Sementara untuk menjalani aborsi, dia butuh tanda tangan keluarga dan setelah operasi pun, dia harus beristirahat. Kalau sampai ketahuan pihak kampus, masa depannya akan hancur.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Arlina merasakan ketakutan dan kepanikan yang begitu mendalam, sampai-sampai Tania pun memperhatikan perubahannya dan bertanya dengan cemas, "Arlin, kamu kenapa? Ada masalah apa?"

Beberapa hari ini, wajah Arlina pucat pasi dan tatapannya kosong bagai arwah gentayangan.

Arlina hanya menggelengkan kepala dengan lemah. "Aku nggak apa-apa."

Mana mungkin tidak apa-apa?

"Kalau kamu ada masalah, cerita sama aku. Kita cari solusi sama-sama." Tania merasa iba melihat kondisi Arlina, lalu bertanya dengan ragu, "Apa ini gara-gara masalah Rio?"

Masalah Rio sekarang bahkan bukan apa-apa bagi Arlina. Namun, Tania juga masih seorang mahasiswa. Jika dia mengetahui hal ini, yang ada hanya akan menambah satu orang lagi yang kebingungan.

Arlina memaksakan senyum. "Aku benar-benar nggak apa-apa, kamu nggak usah khawatir."

Melihat Arlina tetap menolak bicara, Tania pun tidak bisa memaksanya lagi, lalu berusaha mengalihkan pembicaraan, "Nanti jam pelajaran terakhir ada kelas anatomi Pak Rexa, kita datang lebih awal biar dapat tempat bagus."

Namun saat mendengarnya, wajah Arlina malah terlihat menderita. "Boleh nggak aku nggak ikut kelas itu?"

"Nggak bisa, kamu juga tahu Pak Rexa itu orangnya sangat ketat. Setiap kali kuliah, dia selalu absen satu per satu. Memang sih, tindakannya ini agak berlebihan. Kalau mata kuliah lain sih, aku nggak berani jamin. Tapi untuk mata kuliah ini, nggak ada satu pun mahasiswa yang berani bolos."

Tentu saja ada. Arlina adalah yang pertama.

Meskipun dia punya niat, Arlina tetap tidak berani melakukannya. Selama dua tahun kuliah, dia belum pernah bolos sekali pun. Apalagi sekarang Rexa sudah tahu siapa dirinya. Kalau dia meminta Tania untuk menggantikannya absen, bukankah itu sama saja seperti menyerahkan diri ke kandang harimau?

Belum sampai jam kuliah, Tania sudah menarik tangan Arlina menuju ruang kelas. Sialnya, kali ini mereka malah dapat tempat di barisan depan.

"Nia, gimana kalau kita duduk di belakang saja? Masih ada tempat kosong di sana," kata Arlina mencoba membujuk. Setelah meniduri profesor, ditambah dengan kehamilannya ini, Arlina semakin tidak berani berhadapan dengan Rexa.

"Nggak bisa, tempat ini sudah paling bagus." Tania langsung duduk. "Di sini paling strategis. Dari sini kita bisa menikmati ketampanan Pak Rexa dari jarak dekat."

Arlina sempat berpikir untuk pindah ke belakang. Namun begitu menoleh, semua tempat duduk di belakang sudah penuh. Akhirnya, dia hanya bisa pasrah duduk di depan.

Tak lama kemudian, bel kuliah berbunyi. Arlina berusaha meringkuk di belakang Tania, mencoba menyamarkan keberadaannya.

Seperti biasanya, Rexa tampil memesona. Dia melangkah masuk ke kelas dengan langkah panjang dan berdiri di panggung dengan tubuh yang tegap dan ramping. Mantel berwarna khaki membalut tubuhnya, seolah-olah dia baru keluar dari majalah mode. Matanya bersinar tajam, fitur wajahnya tegas, dan ekpresinya tampak tenang.

Begitu dia muncul, seluruh kelas langsung sunyi. Suara lembutnya terdengar jelas dan matanya menyapu sekilas ke seluruh kelas saat berkata, "Kita mulai kuliahnya."

Kali ini Arlina tidak berani lagi melamun. Dia mencatat semua poin penting yang disampaikan Rexa di buku catatannya. Sambil mendengarkan, mata Arlina tanpa sadar terus mengikuti gerakan tubuhnya. Rexa benar-benar pria yang paling memikat yang pernah dia lihat.

Dirinya memancarkan aura yang tenang dan penuh pesona. Kalimat "kecerdasan membuat seseorang bersinar dari dalam" rasanya sangat cocok untuk menggambarkan Rexa.

Cara Rexa mengajar juga sangat terstruktur. Materi yang rumit bisa disampaikannya dengan sederhana, membuat semua orang mudah mengerti. Semua mahasiswa larut dalam suasana kuliah, perhatian mereka sepenuhnya tertuju pada materi yang disampaikan olehnya.

Arlina mendengarkan dengan sungguh-sungguh, pandangannya terus tertuju pada Rexa. Tiba-tiba, Rexa menoleh ke samping dan pandangan mereka kembali bertemu tanpa sengaja. Arlina seketika tersadar dan buru-buru menundukkan kepala dengan cemas.

Tiba-tiba dia teringat, kira-kira bagaimana reaksi Rexa jika tahu dirinya hamil? Rexa adalah ayah biologis anak ini, apakah dia harus memberi tahu Rexa?

Arlina menggigit bibirnya dengan bimbang. Dia benar-benar tidak ingin punya keterkaitan lebih jauh dengan pria itu.

Akhirnya, bel tanda berakhirnya kelas berbunyi. Rexa mematikan proyektor dan berkata, "Kelas selesai. Kalau ada yang masih kurang jelas, bisa bertanya sekarang."

"Pak, saya mau tanya."

"Saya juga ada pertanyaan."

Beberapa mahasiswa langsung mengerubungi Rexa dan dia menjawab pertanyaan mereka satu per satu. Dari sudut matanya, dia melihat sosok yang duduk di barisan depan itu. Arlina sudah menggendong tasnya dan melarikan diri terbirit-birit dari kelas.

Beberapa hari ini, mereka sudah dua kali berpapasan di kampus. Setiap kali melihatnya dari kejauhan, Arlina langsung terkejut dan buru-buru memutar arah, jelas sekali dia sedang menghindari Rexa.

Rexa sempat memeriksa data mahasiswa Arlina. Usianya 21 tahun, dua tahun kuliah dengan kehadiran penuh, nilainya termasuk peringkat 10 besar seangkatan, dan setiap tahun mendapatkan beasiswa. Dia adalah murid teladan di mata para dosen.

Rexa menundukkan pandangan, lalu melanjutkan menjelaskan materi kepada mahasiswa-mahasiswa yang bertanya.

....

Arlina biasanya jarang pulang ke rumah di akhir pekan. Mungkin karena kejadian-kejadian belakangan ini membuat hatinya tidak tenang, dia berharap bisa menemukan sedikit penghiburan di rumah. Jadi, pada Jumat sore, dia memutuskan untuk pulang.

Begitu pintu rumah dibuka, aroma harum masakan langsung menyambutnya. Dari dapur terdengar suara ibunya, Heidy, "Max pulang ya? Ibu sebentar lagi selesai masak, tunggu sebentar ya."

Arlina meletakkan ranselnya dan berjalan ke pintu dapur, lalu memanggil, "Ibu, ini aku."

Heidy menoleh ke belakang. Begitu melihat Arlina, tangannya yang memegang spatula langsung berhenti. "Kenapa kamu pulang?"

"Besok akhir pekan," jawab Arlina pelan.

Heidy mengernyit. "Kamu ini ... kenapa nggak kasih tahu dulu sebelum pulang? Ibu jadi nggak masak nasi untukmu."

"Aku sudah bilang kemarin," ucap Arlina.

"Oh ya?" Nada bicara Heidy terdengar acuh tak acuh. "Kalau begitu aku lupa. Siapa juga yang ingat hal-hal beginian, biasanya juga kamu nggak di rumah."

Arlina hanya terdiam.

Orang tua Tania bahkan sudah menanyakan anaknya akan pulang untuk makan atau tidak sebelum akhir pekan tiba. Namun di rumah ini, keberadaan anak perempuan seperti tidak berarti.

"Kenapa bengong saja? Cepat bawa lauknya ke meja makan. Terus telepon ayahmu, suruh dia beli nasi putih dari luar," perintah Heidy.

"Oh, oke." Arlina buru-buru mencuci tangan dan membawakan lauk ke meja, lalu menelepon ayahnya, Godric.

Setelah semua lauk selesai dimasak, Godric masuk rumah dengan membawa kotak nasi sambil melepaskan sepatunya dan menggerutu, "Kenapa nggak bilang-bilang dulu kalau mau pulang. Sekarang nasi putih dari luar makin mahal. Kotak nasi juga harus bayar, enam ribu sudah cukup untuk masak nasi sekeluarga."

"Harga barang-barang semakin naik, semua serba mahal, cuma gaji kamu yang nggak tambah. Rumah ini sebentar lagi nggak ada yang bisa dimakan lagi," keluh Heidy sambil merebut kotak nasi dari tangan Godric.

"Untuk apa bawa kotak nasi segala? Plastiknya ini juga bersih, langsung pakai plastik saja, dong."
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (12)
goodnovel comment avatar
Clara Victory
ha ariana? ariana grande?
goodnovel comment avatar
Marnah syila
kasihan sekali alina
goodnovel comment avatar
Yustina Lewan
apakah dia bukn anak kandung
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 559

    Jazlan merasa gugup di atas panggung, saking gugupnya sampai tangannya gemetar. Dia berkata kepada Rexa yang berdiri di sampingnya, "Aku agak gugup."Mata Rexa tak terlepas dari Arlina. "Tenang saja, pengalaman pertama pasti bikin deg-degan, nanti juga terbiasa."Jazlan seketika ingin menendang Rexa, tetapi demi menjaga citranya, dia menahan diri.Akhirnya, pengantin wanita sampai di hadapan mereka.Rexa menatap Arlina dengan mata berbinar-binar, lalu meraih tangannya. Begitu menggenggam, dia berkata dengan lembut, "Persis seperti bayanganku ... cantik sekali."Di matanya tampak kekaguman yang tulus. Arlina tersenyum tipis. "Kamu juga ganteng."Benar, Rexa tampak elegan dan berwibawa dalam jasnya. Ditambah wajahnya yang sempurna, dia seperti bangsawan dari keluarga konglomerat.Tiba-tiba, terdengar suara Jazlan yang agak tersendat. "Istriku ... aku ingin nangis."Lillia menatap dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. "Kontrol ekspresimu! Cuacanya hari ini kurang bagus. Kalau foto pernik

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 558

    "Sebentar!" Jazlan tiba-tiba teringat sesuatu. "Nggak bisa, nggak bisa! Kita nggak boleh nikah bareng!""Kenapa?" Arlina yang penasaran pun mendekat ke ponsel.Melihat rambutnya masih meneteskan air, Rexa langsung mengambil handuk untuk pelan-pelan mengeringkannya."Sejak SMA, selama ada Rexa, aku selalu kehilangan eksistensi. Kalau kita nikah bareng, sama-sama jadi pengantin pria, dia pasti jauh lebih ganteng dari aku. Semua perhatian pasti dia yang dapat."Ucapan Jazlan membuat semua orang langsung tertawa terbahak-bahak."Kalian jangan ketawa! Kalian nggak ngerti perasaan juara dua abadi. Huhuhu ...."Lillia sengaja berkata, "Ya sudah. Kalau kamu nggak mau nikah bareng, aku cari orang lain saja yang mau."Mendengar itu, Jazlan pun panik. "Jangan, jangan! Aku mau, aku mau! Juara dua abadi juga nggak apa-apa deh. Asal di matamu aku yang paling ganteng, itu sudah cukup."Lillia menyodorkan tangannya ke depannya. "Lihat.""Lihat apa?" Jazlan membelalakkan mata untuk melihat."Bulu kuduk

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 557

    Arlina seperti baru tersadar dari mimpi. Dia melepaskan diri dari pelukan Rexa sambil berkedip menatapnya. "Barusan kamu bilang apa?"Rexa menggenggam tangannya, mengecup punggung tangan itu pelan, lalu menatapnya dengan serius. "Arlin, maukah kamu menikah denganku lagi? Kita adakan sebuah pernikahan."Arlina buru-buru menjelaskan, "Aku cerita semua itu cuma buat berbagi sama kamu tentang apa yang aku lihat, bukan berarti aku ingin kamu mengadakan pernikahan untukku.""Aku tahu." Senyuman tersungging di bibir Rexa.Mata Arlina bergetar. Dia terdiam sejenak, lalu kembali memeluknya. "Begini saja sudah sangat cukup. Aku nggak punya obsesi terhadap pernikahan. Punya kamu dan Annie saja, aku sudah sangat bersyukur. Aku benar-benar bahagia, sungguh bahagia."Entah kenapa, saat berbicara Arlina malah menjadi agak terisak. Nada suaranya terdengar tergesa-gesa, seolah-olah ingin menegaskan pada Rexa bahwa dia benar-benar bahagia saat ini. Dia tidak mau Rexa merasa seakan-akan masih berutang se

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 556

    Annie menopang dagunya sambil duduk di toko pakaian, sementara Arlina sibuk memilih baju di rak. Setelah beberapa saat, Annie akhirnya tak tahan lagi dan bertanya, "Papa, Mama mau belanja sampai kapan?"Beberapa hari lagi, Arlina harus menghadiri undangan pernikahan dari rekan kerjanya. Ini pertama kalinya Arlina menghadiri pernikahan orang lain. Dia tidak punya pengalaman, tetapi merasa harus berpakaian lebih resmi. Jadi, saat ada waktu luang, dia mengajak Rexa dan Annie pergi ke mal.Sudah lama sekali Arlina tidak jalan-jalan. Setiap melewati toko, dia pasti ingin masuk dan melihat-lihat sebentar. Semangatnya begitu tinggi. Hanya saja, kasihan Rexa dan Annie yang mengikuti dari belakang.Rexa baru benar-benar mengerti kenapa enam tahun lalu, Levi tidak suka menemani istrinya belanja. Tidak ada yang memberitahunya kalau perempuan bisa punya energi begitu banyak hanya untuk jalan-jalan.Kaki kecil Annie bahkan sudah gemetaran. Begitu masuk toko dan melihat ada bangku, dia langsung dudu

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 555

    "Ngapain kamu?" Lillia terkejut, menggenggam lengan Jazlan.Jazlan begitu gembira sampai tak bisa mengendalikan diri. Dia menggendong Lillia, lalu berputar-putar."Lillia, kamu setuju menikah denganku! Kita akan menikah!"Lillia diputar sampai merasa pusing, tetapi wajahnya tetap tersenyum. Nadanya agak tak berdaya. "Turunkan aku.""Nggak mau. Aku mau terus gendong kamu." Jazlan kembali berputar beberapa kali, sampai dirinya sendiri ikut merasa pusing dan langkahnya oleng.Keduanya sama-sama jatuh ke sofa. Lillia menindih tubuh Jazlan, tangannya mencengkeram erat pinggang Jazlan.Begitu mata mereka bertemu, keduanya terdiam, hanya bisa mendengar napas masing-masing.Tatapan Jazlan seakan-akan ingin menembus jauh ke dalam jiwanya."Istriku." Suara itu rendah, penuh kegembiraan yang tak bisa ditahan."Jangan sembarangan panggil. Aku belum jadi istrimu." Lillia sengaja memakai nada galak."Aku nggak peduli, di hatiku kamu sudah jadi istriku." Jazlan tersenyum puas. "Istriku, istriku, istr

  • Dosenku di Siang Hari, Suamiku di Malam Hari   Bab 554

    "Uhuk, uhuk, uhuk."Mendengar ucapan itu, Jazlan hampir tersedak air liurnya sendiri. Dia batuk tak henti, wajahnya pun memerah tanpa sadar."Ibu, kenapa baru pertama kali ketemu langsung nanya begitu?" Lillia mengerutkan kening, tak puas.Dengan ekspresi datar, ibunya menjawab, "Kalian juga nggak muda lagi. Kalau memang cocok, lebih baik cepat nikah, cepat punya anak.""Kami pacarannya belum lama. Ibu terlalu terburu-buru," sahut Lillia."Apa salahnya? Dulu aku sama ayahmu cuma ketemu kedua kali, terus langsung nikah.""Itu zaman dulu. Beda.""Sekarang juga masih banyak yang nikah kilat. Lagi pula, kamu sama Jazlan sudah kenal lama."Sejak terakhir kali Jazlan menelepon, ibu Lillia sudah mencari tahu tentang Jazlan lewat putrinya.Kali ini, dia langsung mendesak Jazlan. "Kamu sendiri gimana? Apa pendapatmu?"Lillia ikut menoleh pada Jazlan.Wajah Jazlan kali ini sangat serius. "Bibi, aku sudah suka sama Lillia sejak lama. Dari dulu aku memang ingin menikahinya, tapi pernikahan itu kep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status