Lucas duduk di meja makan dengan tubuh yang tenang, sesekali ia menyuap satu sendok ke dalam mulutnya. Matanya yang menatap piring beralih menatap ibunya. "Nanti saja kita bahas, Ibu," ucapnya memelas.
Merida menatap tajam Lucas. "Ibu masih tidak terima ketika kau tidak mengenalkan calon ratumu, padahal semalam dia sudah ada di sini." Merida kesal dengan putranya, padahal ia ingin sekali melihat gadis yang sudah membuat putranya tergila-gila.
"Sudahlah, Sayang. Nanti kita bisa melihatnya," kata Antonio menengahi.
"Ini juga salahmu. Jika saja kau tidak mencegahku datang, pasti aku sudah melihatnya." Mata Merida beralih menatap suaminya, Antonio. Pria yang membuatnya tidak jadi datang ke pesta. Antonio bungkam ketika istrinya memarahinya.
"Nah, ibu benar. Ini semua salah pak tua ini, jangan beri ia jatah, Bu." Lucas mengompori ibunya, ia menyeringai
"Ini kue milikmu." Calista menyodorkan kue kepada Lucas. Tadi, ketika ia sedang berjaga di toko kue ibunya, tiba-tiba saja Lucas datang dan memesan kue. Kali ini untuk ia makan mengingat ia minta kue ini ditaruh di piring. "Terima kasih, Ratuku," ucap Lucas seraya melebarkan senyumnya, setelah itu Lucas menyantap kue yang telah Calista hidangkan untuknya. Calista tidak peduli, ia akan kembali ke meja kasir tapi Lucas kembali memanggilnya. "Satu lagi. Aku mau cola dingin," kata Lucas. Calista berbalik dan mengambil cola kaleng di dalam lemari pendingin dengan malas ia meletakkannya di atas meja. "Sudah. Cepatlah makan dan pergi dari sini." "Astaga. Kau mengusir pelangganmu?" tanya Lucas dengan raut wajah tidak percaya. Hal itu sukses membuat Calista gemas dan ingin melemparkan Lucas keluar dari toko ini, pria itu terlalu banyak kelakuan.
Semenjak Lucas menceritakan kisahnya dulu ketika di gua itu, entah kenapa Calista menjadi kasihan kepada pria itu. Lucas terlihat kesepian, rindu, dan terlihat bahagia karena kehadiran dirinya. Calista mempercayai ucapan Lucas, pria itu terlihat tidak berbohong sama sekali.Calista juga telah tahu jika Lucas telah pernah menikah, tapi Lucas tidak menceritakan detail kematian istrinya. Calista hanya tahu jika mereka menikah karena perjodohan dan istri Lucas meninggal beberapa jam setelah menikah. Tentu saja Lucas tidak menceritakan jika ia yang membunuh istrinya sendiri.Calista menunduk ketika ia ingat kalung yang ia pakai. Lucas menceritakan jika kalung ini dapat memberitahu di mana dirinya berada, Calista pikir kalung ini memakai pelacak, tapi rupanya Lucas telah melakukan sesuatu pada kalung ini. Calista tidak terlalu tahu."Memikirkan apa?" Calista mendongkak ketika Gabriel datang kepadanya. Hubungan mereka sudah mulai mem
"Kita ke mall" Calista mendongak menatap bangunan besar di hadapannya, ia tidak tahu apa yang menyebabkan Lucas membawanya ke sini. Yang benar saja, apakah Lucas membawanya berbelanja?Lucas mengangguk."Ya, ke mall." Lucas menarik tangan Calista. "Ayo masuk," lanjutnya. Calista menatap Lucas yang menarik pergelangan tangannya, pria ini semakin berani kepadanya, meskipun demikian Calista membiarkannya."Kita sebenarnya ingin ke mana?" tanya Calista, bola matanya bergerak liar memperhatikan sekitarnya."Ikut saja," kata Lucas. Calista yang mendengarnya pasrah. Toh, pria ini pasti tidak akan macam-macam padanya, Calista susah membuktikannya sendiri.Deretan tas mewah dan cantik menjadi pemandangan Calista ketika ia masuk ke sebuah toko, ia mengernyitkan dahinya heran, apakah Lucas ingin membeli tas? "Hei, Lucas. Kau ingin membeli tas?" Malas berpikir dan menebak-nebak, Calista memutuskan untuk bertanya lan
Calista merasa ada yang berbeda ketika bia bertemu Lucas di kampus, entah perasaan Calista saja, ia merasa Lucas berubah. Pria itu tidak lagi mengganggunya, tidak lagi mengikutinya, dan tidak ada panggilan ratu padanya. Lucas saat ini sangat berbeda.Calista menatap Lucas yang jauh duduk di sana, di bangku yang paling belakang. Padahal biasanya pria itu sebisa mungkin duduk di sampingnya, di dekatnya. Calista menatap bangku kosong di samping kanannya lalu menoleh untuk menatap bangku di samping kirinya yang diduduki oleh Gabriel. Ada apa dengan Lucas?"Kenapa Cal?" tanya Gabriel, sejak tadi ia terus melihat Calista menoleh kanan-kiri.Calista yang mendapatkan pertanyaan itu memusatkan perhatiannya pada Gabriel lalu gadis itu menggeleng. "Tidak ada apa-apa, Gab."Gabriel mengedikkan bahunya, lalu kembali fokus pada Dosen di depannya. Meskipun demikian, Gabriel tahu jika Calista menyembunyikan sesuatu. Calis
Calista menatap Lucas, pria yang baru saja mengusap lehernya hingga menyebabkan tanda yang ia tutupi menjadi terlihat lebih jelas. Bukan tanpa alasan Calista menutupinya, tanda ini sudah sangat memerah dan jika dilihat dari jauh orang-orang pasti akan mengira itu adalah kiss mark. "Apa yang kau lakukan?" Itu suara Lea, ia berdiri dan menatap Lucas dengan tangan yang bersedekap. Kenapa pria playboy ini mengganggu sahabatnya, bukankah ia tadi sibuk bersama wanita lain? "Jangan menutupi tanda ini, aku tidak suka. Ini adalah tanda bahwa kau milikku," kata Lucas mengabaikan perkataan Lea. Pria itu bangkit dan menarik tangan Calista agar berdiri juga. "Apa maksudmu dengan semua ini?" Calista bertanya dengan nada yang tidak bersahabat. Ia bingung sekali, Lucas terlihat senang bersama wanita lain tapi juga mengklaim dirinya sebagai milik pria
Calista dan Lucas berjalan di hutan, hutan penghubung antara Amovrion dan dunia manusia. Sekarang Calista sudah tidak lagi berada di dunia manusia, melainkan di Amovrion. Gadis itu memperhatikan sekitarnya yang terlihat sudah tidak asing lagi untuknya, ya, waktu ia kembali dari Amovrion ia juga melewati hutan ini dengan naik kuda bersama Lucas."Ratuku, apa kau lelah?" tanya Lucas pada Calista.Calista menggeleng. "Tidak juga.""Kalau kau lelah aku bisa memberimu tumpangan," goda Lucas. Ia berencana untuk memperlihatkan wujud naganya pada Calista, tapi ia ragu apakah Calista takut atau tidak."Tumpangan?" Calista mengeryitkan dahinya. Ia tidak melihat kendaraan apapun saat ini, lagipula ini di hutan mana ada kendaraan."Aku bisa berubah menjadi naga, kau mau melihatnya?" tawar Lucas.Calista terdiam sejenak, ia juga penasaran dengan wujud lain dari Lucas. Ia tidak pernah melihat Luc
"Pengerjaan terowongan rahasia telah dimulai, tapi harus menggunakan cara manual. Jika memakai kekuatan itu akan menarik perhatian," kata Aslan. Ia mengasah pedang, yang telah selesai ia letakkan di dalam peti agar tidak tercampur dengan yang belum di asah."Baguslah. Berapa vampir yang berkerja?" tanya Alberio."Sekitar 5 orang. Namun, hanya untuk area yang telah aku rencanakan. Ada satu area yang sulit karena harus melewatkan sungai.""Sungai?""Ya, jika membuat terowongan di sungai, nanti airnya masuk, di sana juga terlalu ramai. Aku harus memikirkan cara lain.""Sungai bagian mana yang kau maksud?""Sungai yang dekat dengan pasar, seperti yang kau tahu di sana penjaga sering kali lewat. Jika ketahuan, rencana kita akan gagal." Aslan meraba mata pedang yang telah tajam, lalu memasukkannya dalam peti dan mengambil pedang tumpul yang baru untuk di asah."Deka
"Astaga. Ini sangat Indah sekali." Calista menatap air terjun yang berada di depannya, air terjun ini sangat indah dan terlihat sangat alami. Apalagi burung yang berkicau yang semakin membuat suasana menjadi tenang."Kau suka?" tanya Lucas. Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Calista mendekati air terjun itu. Calista menggapai tangan Lucas yang terulur di depannya."Ya, sangat indah." Tentu saja Calista menyukainya. Calista adalah pencinta dan penikmat keindahan alam, itu alasannya ia sangat suka mendaki gunung. Ketika mendaki gunung ia menemukan keindahan yang jarang ia lihat.Lucas membawa Calista lebih dekat pada air terjun, lumayan dekat hingga Calista merasakan kulitnya terkena embun yang berasal dari air itu diterbangkan oleh angin.Calista menutup mata, tangannya ia rentangkan kemudian ia menarik nafas dan mengeluarkannya perlahan. Ah, ini adalah suasana yang sangat Calista sukai. "Ah ... Tenangnya.