Share

Pemberontakan

Aku merasa tidak asing dengan suara mereka. Mereka jelas berada di pihak yang berbeda dengan kami. Singkatnya mereka pasti adalah para bangsawan yang menentang keberadaan keluargaku—lebih tepatnya posisi keluargaku.

“Para pendukung Duke Colinus ....” Aku berucap pada diriku sendiri.

Tidak ada orang lain yang membenci keluargaku lebih dari pria tua dengan tatapan memuakkan itu. Duke Colinus memang sedari dulu menentang keluargaku yang diistimewakan karena memiliki kekuatan semacam sihir dan telah bersumpah setia pada kerajaan selamanya. Intinya, bisa dibilang ia sangat iri dengan kemampuan yang dimiliki oleh keturunan Starluston.

Mereka berpikir jika berhasil menyingkirkan Falos, maka keluarga Starluston tidak bisa apa-apa karena tidak akan memiliki penerus yang layak.

Ah, rasanya aku jadi ingin keluar dari sini dan menemui mereka lalu melayangkan beberapa pukulan serta tendangan. Itu kalau saja aku melupakan statusku sebagai Starluston dan seorang Lady.

     Tak lama setelah itu aku mendengar langkah kaki menjauh dari tempatku berdiri. Sepertinya mereka menyudahi perbincangan kecil mereka dan memilih pergi. Itu jauh lebih baik daripada terus berada di sini dan membuat emosiku naik ke ubun-ubun.

Tenanglah, Lyra. Tidak akan ada yang terjadi pada kakakmu. Falos itu bukan ksatria lemah. Ditambah lagi dia punya kekuatan khusus. Sihirnya kuat—sangat kuat.

     Setelah memastikan orang-orang itu pergi, aku pun berjalan menuju rak buku dimana dokumen-dokumen yang diinginkan Kapten berada. Aku memandangi rak-rak tinggi di hadapanku dan bisa kulihat buku yang kubutuhkan ada di bagian atas. Aku pun mengedarkan pandanganku dan menemukan sebuah tangga yang biasa digunakan untuk mengambil buku yang berada di rak bagian atas. Tanpa aba-aba, aku pun menggeser tangga beroda itu untuk segera mengambil buku yang kubutuhkan.

     Aku menaiki tangga dengan perlahan. Bagaimanapun juga aku harus berhati-hati karena tangga ini memiliki roda. Jika aku bergerak berlebihan dan membuat tangga ini bergeser, aku sendiri yang akan kerepotan. Jatuh dari tangga setinggi kurang lebih dua meter pasti menyakitkan.

     Rupanya aku baru menyadari jika buku yang kubutuhkan lebih tinggi dari yang kukira. Kabar buruknya buku itu tidak bisa kuraih karena tinggi badanku. 

“Ah ... menyebalkan. Aku harus meminta tolong pada siapa?”

Aku mengedarkan pandanganku lagi ke sekitar sembari berdiri di atas tangga. Sepertinya aku sedang tidak beruntung karena aku tidak melihat siapapun di dekat sini. Kenapa pula perpustakaan kosong jam segini?

“Kau butuh bantuan?” sebuah suara membuatku melihat ke bawah dan mendapati seorang pemuda berwajah mirip dengan Kapten Alexander Finlay memandangiku.

“Oh ... Lady Starluston rupanya. Halo,” sapanya ramah. Aku mengenal pemuda ini. Dia adalah satu-satunya putra Kapten Finlay yang juga seorang ksatria. Ia ditugaskan di skuadron pertama di bawah pimpinan ayahku.

“Halo, Sir Federick,” balasku. Lalu aku teringat jika aku membutuhkan bantuan sekarang ini dan kebetulan Federick Finlay menawarkan bantuan.

     “Bisakah kau membantuku sedikit, Sir Federick?” tambahku penuh harap. Aku harus mengambil dokumen itu bagaimanapun caranya.

“Tentu saja. Apa ayahku menyuruhmu mengambil dokumen?”

Aku mengangguk dan tersenyum. “Benar. Dan letaknya ... cukup tinggi.”

“Benar. Aku lebih tinggi darimu. Turunlah biar kuambilkan.”

     Aku pun mematuhi ucapannya dan turun perlahan. Federick memegangi pinggiran tangga itu agar tidak bergerak saat aku turun.

“Kupikir kau sudah tumbuh tinggi, tapi ternyata masih kalah tinggi denganku, ya?” katanya dengan nada bergurau. Tentu saja aku lebih pendek darinya. Apa dia tidak tahu kalau laki-laki memang biasanya tumbuh lebih tinggi dari perempuan? Pemuda ini sejak kami kecil memang suka sekali mengejekku. Terutama soal tinggi badan. Aku jadi teringat dia sering sekali mengangkat buku atau bonekaku tinggi-tinggi saat kecil dan aku akan berteriak marah sambil melompat-lompat mirip kelinci.

Ah, dulu ketika masih kecil kami cukup akrab. Tapi begitu tumbuh dewasa rasanya ada jarak diantara kami. Sedikit disayangkan, tapi kelihatannya dia juga tidak terlalu memerdulikannya.

“Apa buku ini yang kau butuhkan?” tanya Federick setelah naik ke puncak tangga dan meraih buku yang tak bisa kuraih sekalipun dengan susah payah. Aku mengangguk senang.

“Ada lagi?”

“Dua buku di sebelah kirinya dan juga dua buku di atasnya. Itu saja!”

Federick memandangiku dengan tatapan yang bisa kuartikan seperti iba. Apa dia mengasihaniku karena aku tidak bisa mengambilnya sendiri?

Tanpa melontarkan keluhan sedikitpun, Federick mengambil semua buku yang kubutuhkan dan memberikannya kepadaku. Kemudian ia pun turun.

Aku mengecek kembali semua buku yang sudah diambil oleh Federick dan aku pun mengangguk senang.

“Sudah semua. Terima kasih banyak, Sir Federick,” aku berterima kasih sambil menyunggingkan senyuman tulus karena dia sudah sangat membantuku hari ini.

     Federick tidak menjawab dan malah mengalihkan wajah ke kanan sambil menutupinya.

Ada apa dengan pemuda ini? Kenapa dia terlihat malu setelah aku mengucapkan terima kasih? Apa aku membuatnya malu?

“Ah ... bukan masalah. Kau bisa meminta tolong padaku kapan saja, Lady.”

Aku pun mengambil buku-buku yang tadi kuletakkan di lantai lalu menumpuknya menjadi satu dan mengangkatnya. Ternyata lumayan berat juga.

     “Aku pamit dulu kalau begitu, Sir Federick. Sampai jumpa!”

“Aku akan membawakan beberapa.”

Federick Finlay mengambil dua buku yang paling tebal dari tumpukan yang kubawa dan membuatku terkejut.

“Kau tidak perlu melakukannya, Sir Federick. Aku bisa melakukannya sendiri!” protesku karena merasa tidak memerlukan bantuan untuk membawa lima buku yang dibutuhkan Kapten. Sungguh, aku benar-benar tidak merasa keberatan membawa buku-buku ini.

“Kebetulan aku juga ingin menemui ayahku.”

     Aku menghela nafas pendek. Federick Finlay akhirnya berjalan mendahuluiku. Aku tidak tahu kenapa dia melakukan ini. Padahal dia tidak perlu repot-repot membawakan buku-buku itu jika ia hanya ingin menemui ayahnya, kan?

Kadang aku berpikir ... Federick Finlay bersikap aneh padaku. Karena biasanya ia tidak terlihat peduli dengan orang lain. Satu-satunya hal yang ia pedulikan adalah berpedang.

*****

     Kapten mengernyitkan dahinya dengan heran ketika melihatku berjalan bersama dengan putra semata wayangnya.

“Katakan padaku, Federick, kenapa kau bersama Lady Starluston?” tanyanya dengan penuh curiga. Sepertinya ada hal yang membuatnya merasa sangat heran jika putranya berkeliaran di markas ksatria skuadron kedua.

“Sepertinya kau sedang senggang, ya?” tanya Kapten sekali lagi dengan senyuman yang terlihat seperti sebuah ancaman pada putranya. Alih-alih mendengarkan obrolan ayah dan anak itu, aku segera meminta Federick menyerahkan buku yang ia bawa padaku untuk kuletakkan di meja kapten.

“Aku sedang istirahat dan kebetulan bertemu dengan Lady Starluston yang sedang kesulitan mengambil dokumen yang Ayah minta.”

     Sekalipun sekarang aku sudah berada di belakang rak buku tinggi di ruangan kapten, aku bisa mendengar ucapan Federick yang menekankan kata kesulitan di sana. Rasanya kekesalanku mulai naik lagi gara-gara dia menyinggung soal tinggi badan secara tidak langsung.

Kalau saja dia bukan putra Kapten ... atau kalau saja dia bukan putra dari Duke Finlay yang memiliki status sosial tepat di bawah Raja, aku mungkin sudah memaki-makinya.

“Kembalilah ke skuadronmu, Erick. Sebelum Mainard mengadukanmu padaku karena tidak bekerja dengan baik. Oh, atau lebih baik dia menghukummu, sih.” Kapten Finlay berucap dengan santai seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kerjanya.

“Baiklah. Sampai jumpa, Lady Starluston!” serunya seraya melambaikan tangan padaku. Aku pun membalasnya dengan sopan karena ia sudah membantuku tadi. Tapi kalau mengingat ia kerap kali mengejekku soal tinggi badan, rasanya aku ingin memakinya sekarang juga.

     “Lady Lyra. Soal dokumen yang kau bawa itu ...”

“Ah, iya, Kapten, apa ada hal yang harus saya kerjakan?”

Mata sewarna emerald Kapten Finlay itu menatapku dengan serius. “Itu adalah dokumen para ksatria yang lama. Aku ingin kau menambahkannya dengan daftar para ksatria yang baru,” begitu katanya.

“Skuadron dua saja atau ...” tanyaku dengan kata yang menggantung lalu dibalas oleh kapten. “Semuanya, Lady.”

“Baik, Kapten.”

     Aku pun duduk di kursi di belakang meja kerja yang kosong selain meja milik Kapten. Lalu kuletakkan dokumen yang kuambil dari perpustakaan di atas meja dan mulai bekerja. Setidaknya pekerjaan administrasi tidak akan membuatku bertemu dengan orang-orang menyebalkan seperti saat latihan.

*****

     Aku kembali ke ruangan kapten tepat setelah makan siang. Kapten mengijinkanku agar tidak ikut berlatih bersama ksatria yang lain dengan alasan harus membantu pekerjaan kapten dengan penuh semangat dan dedikasi. Singkatnya, kami sibuk. Dan Sir Logan tidak bisa berkata tidak. Jabatan Kapten lebih tinggi darinya. Aku sangat berterima kasih untuk itu karena dijauhkan dari mereka yang membenciku.

Ah, rasanya jika aku bisa seperti ini terus hidupku akan sangat damai.

“Aku akan meminta pelayan membuatkan teh dan cemilan untukmu, Lady. Bekerja sendiri seperti ini pasti sangat membosankan, kan?” tutur Kapten Finlay.

“Terima kasih, Kapten. Oh, omong-omong, apa saya boleh bertanya?”

“Silahkan. Apa itu?”

Aku menelan ludah sejenak. Apa Kapten akan menjawab dengan jujur kalau aku bertanya soal pemberontakan? Semoga saja beliau mau menjawab. Aku hanya khawatir dengan Falos

“Apa pemberontakannya berhasil dihentikan?”

Kapten Finlay menghentikan aktivitasnya dan meletakkan dua lembar kertas yang tadi ia pegang lalu tampak berpikir sebelum menjawabku. Kapten tampaknya takut kalau-kalau ia mengatakan hal yang tidak seharusnya. Raut wajahnya justru membuatku makin berpikiran aneh-aneh.

Serius, apakah mereka berhasil? Falos pasti akan pulang, kan?

“Mereka sedang mengatasi pemberontakannya, Lady. Sepertinya akan berjalan sedikit sulit. Tapi aku yakin Pangeran bisa mengatasinya dengan baik. Apalagi ada Sir Falos bersamanya. Benar, kan?” ujar Kapten tersenyum tipis.

“Anda benar, Kapten,” jawabku mengiyakan ucapan Kapten Finlay meskipun dalam hatiku aku tidak bisa tenang. Dalam mimpiku mereka kembali dengan keadaan tidak baik. Pangeran terluka dan kakakku menghilang.

Berapa lama mereka kembali waktu itu? Sialnya aku tidak ingat berapa lama mereka pergi saat itu. Tiga minggu? Atau bahkan satu bulan?

     “Kelihatannya kau sangat mengkhawatirkan kakakmu ya, Lady Starluston? Aku senang melihat hubungan kalian yang akrab.”

Aku tertawa kecil. “Mungkin sedikit ...”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status