Share

Mengapa Harus Cinta Padanya?

Namun langkahnya belum sampai melewati pintu, Hera kembali bersuara.

"Jangan terlalu percaya diri, Gama. Jika bukan karena kau suamiku, aku tidak akan mau bersusah payah memasak untuk lelaki yang tak tahu berterimakasih sepertimu. Aku melakukannya bukan demi dirimu, tapi demi kedua orang tuaku yang selalu berpesan agar aku melayani suamiku dengan baik. Tapi sayangnya mereka tidak tahu jika lelaki yang kunikahi adalah manusia yang tak berperasaan!" teriak Hera menatap punggung Gama yang tegap dan lebar.

Gama berbalik menatap Hera dengan alis yang terangkat.

"Terserah. Kalau begitu lakukan saja apa yang kau mau. Dan aku tidak akan peduli!" balas Gama melayangkan tatapannya yang menusuk ke arah Hera, sebelum ia melengos pergi dan tubuhnya menghilang di balik pintu itu.

Hera mematung. Lalu ia menjatuhkan dirinya di kursi yang tadi ia duduki. Hatinya mencelos mendengar ucapan Gama. Hera tersenyum miris menertawakan kebodohannya sendiri.

Hera memegangi dadanya, ia mendongkak dengan mata yang mengembun.

"Apa aku harus menggugatmu, Tuhan. Karena telah menciptakan rasa cinta yang salah. Bagaimana bisa aku mencintai lelaki sekejam Gama?" desah Hera pelan. 

*** 

Sementara itu, Gama melangkah tegas menuju mobilnya yang sudah siap di pelataran rumah. Ia mendudukan dirinya di balik kemudi. 

Mobil itu melesat membelah jalanan kota yang pagi ini cukup ramai. Gama meremas setir hingga buku jemarinya memutih. Gama benci saat perasaan ini kembali muncul di dalam hatinya.

Perasaan aneh yang selalu menyergapnya setiap kali ia melihat Hera.

"Sial! Untuk apa aku mengingat wanita itu? Aku harus melenyapkannya dari pikiranku! Seharusnya yang aku ingat hanya Karin!" geram Gama. 

Beberapa bulan ke belakang, Gama memang selalu merasa ada sesuatu yang aneh dengan dirinya. Ketika Hera ada di sekitarnya, Gama selalu tak bisa menahan matanya untuk tidak menatap wanita itu.

Jika Gama sedang menyendiri, yang ia ingat justru Hera. Bahkan Gama sendiri lupa, entah sejak kapan nama Karin mulai lenyap perlahan dari dalam hatinya.

Gama benci dengan dirinya yang seperti ini. Bukankah Gama pernah berjanji akan mencintai Karin sampai mati?

"Selamat datang, Tuan Gama! Anda mau pesan apa?" ketika memasuki sebuah café mewah berkelas, Gama langsung disambut ramah oleh pelayan café itu.

Memiliki karir yang cemerlang dan bisnis yang menjamur ke berbagai negara, tentu saja membuat nama seorang Gama Dirgantara sangat dikenal.

"Berikan aku teh dan sandwich!" pinta Gama dengan suaranya yang khas sembari menarik kursi dan mendudukan dirinya di sana.

"Baik, Tuan Gama. Mohon ditunggu sepuluh menit!" ucap pelayan café itu sebelum berbalik meninggalkan Gama sendirian di mejanya.

Pagi ini Gama memang belum sempat sarapan. Jadi sebelum ke kantornya, Gama mendatangi sebuah café untuk mengisi perutnya. Sebenarnya Gama terbayang dengan enaknya masakan yang Hera buat. 

Ia sendiri merasa terkejut jika ternyata Hera sangat pandai memasak.

'Bagaimana bisa aku tidak mengetahuinya kalau selama ini dialah yang selalu memasak dan menyiapkan makanan untukku. Bukan para pelayan yang sudah kutugaskan di bagian dapur,' batin Gama.

Gama terus berkutat dengan pikirannya sampai ia tak sadar jika pelayan yang tadi kini sudah kembali menghampirinya dengan membawa sebuah nampan.

"Selamat menikmati, Tuan Gama!" 

Gama hanya menjawab dengan anggukan kepalanya. Ia menikmati sarapannya dengan tidak bernapsu.Gama akui jika makanan buatan Hera adalah yang terbaik dari semua makanan yang pernah masuk ke dalam mulutnya.

Tetapi kemudian Gama teringat lagi dengan Karin dan ia segera mengenyahkan tentang Hera dari pikirannya.

Sampai suara dua orang lelaki yang sedang berbincang di meja yang tak jauh darinya, terdengar ke telinga Gama. Membuat Gama menghentikan gerakan mengunyahnya saat mendengar nama Karin Ardelia yang disebut-sebut.

"Maksudmu.. Karin Ardelia model terkenal yang sudah meninggal lima tahun yang lalu itu? Jadi dia pernah menjadi selingkuhanmu juga?"

"Aku yang pernah menjadi selingkuhannya. Nama suaminya Gama Dirgantara. Setiap kali Gama pergi ke kantor, aku dan Karin selalu menghabiskan waktu bersama. Apa kau tahu? Ada satu hal yang paling kurindukan dari Karin. Yaitu goyangannya yang membuatku merasa ketagihan. Hanya saja.. sayang sekali dia sudah tidak ada. Padahal aku sangat merindukannya."

Tangan kanan Gama yang memegangi gelasnya sudah mengeras. Giginya mengeletuk seiring dengan amarahnya yang memuncak. 

Rasanya Gama ingin sekali melempar gelas di tangannya ke kepala lelaki itu yang kini sedang tertawa-tawa bersama dengan temannya. Tetapi Gama menahannya. Ia adalah seorang pebisnis ternama. Gama tidak mau mengotori tangannya dengan membuat pemberitaan tentang dirinya yang melakukan kekerasan pada lelaki pengecut itu.

*** 

"Bas! Kau yakin tidak akan langsung pulang ke rumah?" 

"Aku yakin. Kau pulanglah lebih dulu. Ada seorang wanita yang sedang menungguku," jawab lelaki itu yang tadi menyebut dirinya sebagai mantan selingkuhan Karin.

Ia dan temannya melangkah keluar dari café. 

"Ah, pasti wanita baru lagi," kata temannya sambil memutar bola mata. Lelaki itu tertawa dan meninju pelan lengan temannya.

"Tebakanmu tepat sekali. Kau memang sangat mengerti diriku."

Setelah berpamitan, lelaki yang bernama Bastian itu memasuki mobilnya yang terparkir di pelataran café. Namun baru saja Bastian menghempaskan dirinya di balik kemudi, tiba-tiba seorang lelaki masuk dan menodong Bastian dengan sebuah pistol.

"Hey! Ada apa ini?!" teriak Bastian panik.

"Jangan banyak bertanya! Jalankan saja mobilnya ke arah yang kutunjukkan jika kau ingin selamat," suruh lelaki yang mengenakan topeng itu pada Bastian.

"B-baik." dengan ketakutan setengah mati melihat pelatuk pistol yang terus mengarah ke kepalanya, Bastian segera melajukan mobilnya dan menjalankannya mengikuti arahan dari si lelaki bertopeng itu.

Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah gedung kosong yang terbengkalai. Bastian ditarik memasuki gedung itu dan ia didudukan di sebuah kursi kayu lalu kedua tangannya diikat ke belakang oleh si lelaki bertopeng.

"Kenapa kau mengikat tanganku?! Hah? Lepaskan aku! Atau aku akan berteriak!" panik Bastian mencoba memberontak agar ikatan di tangannya terlepas.

"Silakan saja berteriak! Tidak akan ada satuorang pun yang akan mendengarnya." bukan si lelaki bertopeng itu yang bersuara. Melainkan Gama.

Bastian menoleh dan ia terkejut setengah mati saat melihat tubuh tegap Gama melangkah lebar ke arahnya. Seketika rasa takut menyergap perasaan Bastian. Melihat tatapan amarah yang terpancar dari kedua bola mata Gama. Bastian meneguk ludahnya kasar.

"Gama Dirgantara!" bisik Bastian dengan suara yang bergetar saat langkah Gama terhenti di depannya.

"Baguslah kau sudah tahu nama lengkapku. Itu artinya kau juga pasti tahu seberapa berpengaruhnya diriku untuk menghancurkan karirmu!" desis Gama mengarahkan telunjuknya pada wajah Bastian. Membuat Bastian gelagapan dan menggeleng cepat.

Dari raut wajahnya, tampak Bastian sangat ketakutan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status