Share

Mencemaskan Monster Tampan

"Jangan! Jangan! Aku mohon jangan ganggu karirku. Pekerjaanku hanya sebagai model saja. Jika aku sampai diblacklist dari semua agency model, darimana aku mencari uang?" mohon Bastian. Yang kemudian dibalas oleh Gama dengan dengkusan masam seraya mengedikkan bahunya tak peduli.

"Itu bukan urusanku!" tegas Gama melayangkan tatapannya yang setajam elang. Tatapannya itu mampu menembus hingga ke jantung Bastian. Membuat tubuh lelaki itu membeku di tempat duduknya.

Bastian tidak menyangka jika si lelaki bertopeng tadi adalah orang suruhan Gama. Bisa jadi dia salah satu dari sekian banyak bodyguard yang Gama miliki. Dan sialnya, Bastian seperti mati kutu. Ia tidak berdaya di hadapan Gama yang tentu saja memiliki kekuasaan dibanding dirinya.

"Kau telah salah memilih musuh. Seharusnya sebelum bertindak, kau harus mencari tahu dulu tentang siapa musuhmu sebenarnya," geram Gama sambil menarik rahang Bastian hingga mendongkak menatapnya. 

"A-apa maksudmu?" Bastian tidak mengerti.

Gama berdecih. Nyaris saja ia meludahi wajah Bastian si pengecut itu. 

"Aku tahu tentang perselingkuhan yang terjadi di antara kau dan Karin, istriku yang sudah meninggal!" papar Gama. Terang saja mendengar itu membuat mata Bastian membola. Ia terkejut karena Gama telah mengetahui tentang perselingkuhannya bersama Karin.

Bagaimana bisa? Dari mana Gama tahu? Padahal selama bertahun-tahun, semua itu selalu tertutup rapat.

"Kau... sudah mengetahuinya?" 

"Ya. Dan sialnya aku baru mengetahui kebusukan kalian hari ini. Setelah mendengar pembicaraanmu di café tentang Karin, aku langsung mencari tahu di hotel mana saja kalian selalu menghabiskan waktu di belakangku. Dan ternyata, aku akui kalian bermain dengan cukup pintar. Bahkan hingga Karin meninggal, perselingkuhan kalian berdua masih belum kuketahui. Aku merasa dibodohi! Jangan harap kalau aku akan memberi ampun padamu! Karena aku bukan orang yang punya belas kasih terhadap seorang penghianat!" sentak Gama mengeraskan suaranya yang menggema di seluruh penjuru gedung yang terbengkalai itu.

Mendengar itu, Bastian kembali menggelengkan kepalanya histeris. Ia bergerak memberontak dan menatap Gama dengan tatapan memohon.

"Tolong! Maafkan aku. Aku tahu kalau aku telah salah memilih musuh. Tidak seharusnya aku berselingkuh dengan istrimu. Aku minta maaf. Aku mengakui kesalahanku bersama Karin," pinta Bastian. 

Gama menegakkan tubuhnya. Ia menatap Bastian dengan tatapan menghina sembari sebelah tangannya masuk ke dalam saku celana.

Dari cara Gama menatapnya, seketika Bastian merasa tidak enak. Jelas sekali jika Gama sama sekali tidak memiliki rasa iba sedikitpun terhadapnya. Yang tersirat dari wajah lelaki itu hanya sebuah kebencian dan dendam. 

"Sekarang sudah terlambat. Bahkan jika saat ini Karin ada di depanku, pasti aku juga akan menghukumnya. Sayang sekali dia sudah mati. Tapi tidak apa. Aku akan berbelas kasih memaafkannya karena dia pernah menjadi istriku. Sementara kau!" Gama kembali mengarahkan telunjuknya ke arah Bastian. Membuat tubuhnya gemetar.

"Bersiaplah menemui kesengsaraanmu. Aku pastikan kau akan diblacklist dari semua agency model. Hingga kau akan kehilangan pekerjaanmu. Anggap saja itu adalah penghargaan dariku atas prestasimu yang pandai menyembunyikan perselingkuhan kalian," ujar Gama dengan santai. 

Wajah Bastian langsung memerah. Ia ketakutan setengah mati. Satu-satunya pekerjaannya adalah sebagai model. Jika ia kehilangan pekerjaannya, bagaimana ia akan hidup?

"Gama! Gama! Tolong pikirkan lagi untuk memaafkanku. Kau boleh memukulku, menghinaku sesukamu. Tapi aku mohon jangan lakukan ini. Jangan memblock namaku dari semua agency. Kasihanilah aku, Gama. Aku mohon.."

Bukannya menatap Bastian dengan iba, Gama justru menarik sebelah ujung bibirnya. Membentuk senyum sinis.

Senyum penuh ejekkan yang diperuntukkan bagi Bastian.

"Jhon! Sekarang giliranmu bermain-main dengan pengkhianat ini. Terserah kau mau memukuli atau melakukan apa padanya. Aku tidak peduli. Asalkan jangan sampai dia mati. Karena aku tidak mau meninggalkan sampah di sini," cetus Gama dengan menggertakkan giginya. Bastian merasakan tatapan tajam yang diberikan Gama, bagai menusuk hingga ke tulang-tulangnya.

Sepertinya lelaki itu memang benar-benar tak berbelas kasih.

"Baik, Tuan Gama," ucap si lelaki bertopeng yang ternyata bernama Jhon itu sambil sedikit membungkukkan badannya ke arah Gama.

Melihat Jhon melangkah mendekat, membuat Bastian menggeleng cepat dan berteriak histeris. Ia meminta tolong pada Gama.

"Gama tolong lepaskan aku! Gama..."

Tetapi Gama hanya mengibaskan sebelah tangannya ke udara. Ia membalikkan badan, dan melangkah menjauhi tempat itu. Gama masuk ke dalam mobilnya dan menutup mobil itu dengan sekali hentakkan keras.

Matanya menatap lurus ke depan, penuh kebencian dan amarah. Sedangkan kedua tangannya meremas setir dengan keras. 

"Ternyata yang selalu Papa dan Mama bilang padaku dulu memang benar. Karin tidak sebaik yang aku lihat. Aku telah dibodohi! Padahal selama ini aku mencintainya melebihi apapun. Tapi dia malah menghianati pernikahan kami," gumam Gama pelan. Lalu ia menyunggingkan senyum kecut. 

Hatinya merasa kecewa pada Karin yang ternyata telah berselingkuh di belakang Gama.

"Untung saja kau sudah mati, Karin. Jadi kau tidak akan bisa melihat bagaimana aku sangat kecewa padamu. Heh.. sekarang apa yang bisa kubanggakan darimu? Kau juga seorang penghianat. Cinta yang sejak dulu kumiliki ternyata tidak ada artinya sama sekali. Aku bersyukur mengetahui siapa dirimu yang sebenarnya hari ini," lanjut Gama bersamaan dengan sesak yang berkumpul di dadanya.

*** 

"Nyonya Hera! Mengapa Anda belum tidur?" tanya Diar pada Hera yang hanya berdiri melamun, menatap ke luar jendela kamarnya.

Saat akan masuk ke kamarnya, Diar melewati pintu kamar Hera dan ia tak sengaja melihat pintu kamar wanita itu yang terbuka.

Diar memang masih memanggil Hera dengan sebutan 'nyonya' karena ia sangat menghormati Hera sebagai istri dari tuannya. Jika Gama berada di sekitarnya, barulah Diar memanggil Hera dengan nama.

"Diar?!" Hera menoleh. Dan ia melihat pelayan itu melempar senyum padanya.

"Boleh saya masuk, Nyonya?" tanya Diar. Hera mengangguk. 

Diar melangkah mendekati Hera dan ia mengambil sebuah mantel yang ada di atas kursi, lalu menyampirkannya di punggung majikannya itu.

"Maaf, Nyonya Hera. Tapi di luar sedang hujan deras. Dan Anda berdiri di depan jendela yang terbuka. Saya tahu Anda pasti merasa kedinginan." Diar langsung mengucapkan maaf karena ia telah lancang membalutkan mantel berwarna abu itu di punggung Hera, meskipun Diar tahu jika sebenarnya Hera tidak akan marah hanya karena hal itu.

"Terimakasih atas perhatianmu, Diar. Kau belum tidur?" tanya Hera. Diar menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Saya tidak penting, Nyonya. Yang terpenting saat ini adalah Anda. Saran saya.. sebaiknya Anda beristirahat. Jika Anda terus berdiri di sini hingga beberapa jam ke depan, saya takut Anda akan masuk angin," ucap Diar dengan raut khawatir yang tidak dibuat-buat.

Bukannya menjawab ucapan Diar barusan, Hera malah kembali melayangkan pandangannya ke luar jendela yang masih terbuka itu. Menatap pada hujan yang semakin menderas di luar sana. Percikan airnya mengenai wajah Hera. Tetapi Hera tetap berdiri di tempatnya. Hembusan napas pelan pun keluar dari mulut mungilnya.

"Diar. Apa Gama belum pulang?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status