Share

Bab 4. Meremehkan

last update Huling Na-update: 2024-03-22 14:58:17

Pandangan Milly terlihat kosong saat dia menjalankan tugas yang seakan menjadi tugas utamanya, foto copy semua berkas yang dibutuhkan oleh Zayn dan timnya. Well, bukan hanya itu saja sebenarnya. Sekali waktu, Milly juga harus mengurus tentang legalisasi dan perijinan lainnya.

Tidak menjadi masalah sebenarnya. Hanya saja, Milly seakan-akan tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan klien ataupun kasus secara langsung. Dalam waktu satu atau dua minggu dia masih maklum, tapi dia sudah hampir dua bulan di sini, dan masih belum ada tanda-tanda dia naik pangkat pada pekerjaannya.

Helaan napas terdengar lagi darinya. Berkas foto copy-an yang nanti akan dibagikan saat meeting kasus terbaru yang sedang ditangani oleh Zayn dan tim terlihat menumpuk di sudut meja, dekat Milly berdiri.

“Kau belum selesai juga?” tanya Jeremiah, rekan pengacara lain yang bertugas untuk urusan perceraian dan kasus rumah tangga lainnya. Beberapa tumpuk kertas telah berada di dekapannya.

“Masih ada beberapa lagi yang harus dicopy. Kau sudah selesai?” tanya Milly balik.

Jeremiah mengangguk sambil menunjukkan lembaran kertasnya. “Aku harus pergi dulu. Ada sidang siang ini. Semangat, Milly!” ucapnya sambil tersenyum dan berlalu meninggalkan ruangan.

Milly mendesah panjang. Bayangannya tentang persidangan semakin membuatnya kesal. Alih-alih sibuk untuk menyiapkan sidang dan membela kasus, saat ini dia justru masih bergulat dengan bahan untuk meeting.

Bip bip bip, alarm dari mesin foto copy berbunyi, disertai dengan kedip merah di lampu indikator. Ah sial, kertas pun ikut habis saat dia harus buru-buru mengerjakannya.

Milly membuka gudang penyimpanan yang masih berada pada satu ruangan tempat dia melakukan tugas negaranya. Tumpukan kertas baru dan peralatan ATK lainnya tampak tersusun rapi di rak yang hampir memenuhi ruangan. Tangan Milly meraih satu kotak kertas berukuran A4 yang berada di rak atas. Kakinya berjinjit karena posisi rak tempat penyimpanan kertas itu lebih tinggi dari kepalanya.

“Siapa yang menaruh kertas di rak paling atas? Menyusahkan saja!” gerutunya.

Tangannya berhasil menggapai kotak kertas itu. Namun sial, kakinya yang bertumpu di atas high heels tidak menapak sempurna saat Milly harus menahan beban dari kota kertas itu. Akhirnya, dia terjatuh dengan kotak kertas yang menimpa kepalanya.

“Aduh!” pekiknya.

Matanya melirik kotak yang telah terbuka. Dua pack kertas yang masih tersegel terlihat menyembul dari dalam. Belum lagi beberapa barang lain yang ikut terjatuh dari rak saat tubuhnya tidak sengaja menyenggol saat terjatuh “Siapa pun yang menaruh kotak kertas di rak itu, dia pasti berniat untuk membunuh seseorang!” erangnya, sambil membereskan kerusuhan yang baru saja dia lakukan.

Kepala Milly masih terasa pening saat dia kembali untuk melanjutkan pekerjaannya. Saat dia meraba kepalanya, seperti ada benjolan kecil di bagian yang terhantam kotak. “Aku akan meminta kompensasi kalau sampai gegar otak,” sungutnya lagi.

Lagi-lagi Milly mendesah kesal. Sudut matanya melirik pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Lima belas menit lagi sebelum meeting berlangsung. Dia harus segera menyelesaikan ini dan menatanya di ruang meeting sebelum Zayn dan tim masuk ke ruangan.

“Hei, kau butuh bantuan?” Rey tiba-tiba melongok di pintu, kemudian berjalan menghampiri Milly.

“Sudah selesai. Tinggal merapikan dan menatanya di ruang meeting.”

Rey mengambil lembaran berkas yang telah selesai dirapikan oleh Milly. “Aku bantu bawa yang ini, ya. Sampai bertemu di ruang meeting,” ucapnya sebelum berlalu.

Milly menghela napas. “Sampai kapan aku melakukan pekerjaan ini?”

***

Seusai meeting, Milly berpikir keras di ruangannya. Dia merasa pembagian tugas ini tidak adil. Bahkan, tadi saat meeting dia tidak diberi kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. Tatapan Zayn juga masih dingin padanya.

Padahal dia sudah berusaha untuk menerapkan saran dari Rey untuk tidak peduli, tapi tetap saja rasanya ada yang mengganjal. Dia tidak bisa terus-terusan berada dalam hubungan pekerjaan yang seperti ini.

Pada akhirnya, Milly memantapkan hatinya untuk menemui Zayn guna membicarakan masalah ini. Ah tidak, urusan perasaannya bisa dibicarakan lain hari. Hal terpenting yang harus dia tanyakan adalah tentang job desk pekerjaannya. Milly benar-benar tidak rela jika dia tidak diperbolehkan berhubungan langsung dengan kasus dari klien.

Langkah Milly terhenti di sebelah ruangan Zayn. Mendadak, kemantapan hatinya yang tadi sudah bulat menjadi memudar. Berkali-kali dia menelan ludahnya dan menghela napas panjang. Bayangan raut wajah Zayn yang terlalu menyeramkan baginya menjadi penyebab utama menyusutnya keberaniannya.

Ayo, Milly! Ini demi masa depanmu!

“Ada perlu apa?” Zayn mengawali percakapan mereka dengan sinis saat Milly masuk ke ruangan seusai mengetuk pintu.

Nyali Milly sedikit menciut, tapi dia berhasil menguasainya. Matanya yang berwarna amber terarah pasti pada Zayn, dengan kedua telapak tangannya yang saling bertaut. Langkahnya cepat menuju ke depan meja kerja Zayn.

“Ada hal yang ingin aku diskusikan denganmu,” ucap Milly tegas.

Zayn menoleh, sambil memicingkan kedua matanya. “Hal apa? Cepat katakan, aku sibuk!”

Dada Milly bergemuruh, tapi dia berusaha menahan semua egonya demi kemajuan karirnya. “Mengenai job desk yang kuterima—”

“Sudah jelas, bukan? Kau membantu semua hal yang berkaitan dengan jalannya kerja tim. Apa lagi yang mau kau diskusikan?” ucapan tajam Zayn berhasil mengiris sedikit demi sedikit kesabarannya.

“Tentang itu … memang sudah jelas. Tapi, sampai kapan aku hanya bertanggung jawab atas semua hal yang berkaitan dengan berkas?”

Zayn menatap tidak suka pada Milly. Sejak pertama kali mereka bertemu, perasaannya tetap tidak berubah. Semua hal yang dilakukan gadis itu tetap terlihat salah di matanya.

“Jangan banyak protes, dan lakukan tugasmu dengan benar. Sekarang, keluarlah dari ruanganku.”

Milly menggigit bibir bawahnya, dia tidak rela kalau harus pergi begitu saja. Keinginannya belum tersampaikan dengan benar. Zayn terus memotong kalimatnya dengan dingin.

“Kau tidak dengar?” Zayn menjentikkan jarinya di depan wajah Milly.

Milly mengerjap, kemudian menghela napas sekali. Tangannya yag tersembunyi di balik meja mengepal kencang. “Aku dengar, tapi masih ada satu hal yang ingin kutanyakan lagi.”

Zayn mendengkus sebelum meletakkan berkas perkara yang dari tadi dia pegang ke atas meja. Pandangannya kembali terarah tajam pada Milly.

“Kapan aku bisa berurusan langsung dengan klien? Maksudku, kau adalah mentorku. Tapi selama ini aku belum mendapat pelatihan secara pribadi. Aku hanya menerima perintah untuk foto copy, legalisasi, dan urusan perijinan lainnya,” ucap Milly sebelum Zayn memotong perkataannya lagi.

“Itu semua juga bentuk pelatihan dariku. Kau harus mulai dari hal terkecil dulu. Jika hal terkecil saja tidak bisa kau lakukan, bagaimana bisa untuk menjalankan hal yang lebih besar?”

Jawaban Zayn tidak membuat Milly puas. “Tentu saja, kau benar soal hal kecil dan besar itu. Hanya saja, aku bertanya-tanya, kapan aku bisa menjalankan peranku sebagai pengacara di sini?”

Zayn tersenyum sinis sambil memandang remeh pada Milly. “Kurasa, kau tidak cocok menjadi pengacara.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 71. Ending Scene (TAMAT)

    “Are you ready?” Zayn bertanya setelah membukakan pintu mobil untuk Milly.Milly menghela napasnya panjang, kemudian tersenyum sambil menatap Zayn penuh cinta. “Aku gugup, tapi aku siap untuk hari pertamaku lagi.”Zayn tersenyum sambil menggenggam tangan Milly. Keduanya berjalan menuju ke gedung firma milik Zayn. Dada Milly berdebar kencang, sensasi awal kerja dulu kembali dia rasakan. Hanya saja, kali ini dia mendapatkan kekuatan besar yang terus menggenggamnya samapai kapan pun, Zayn.“Selamat datang Nyonya Ducan!” Rey berseru kencang begitu Milly dan Zayn masuk ke dalam lobi firma.Milly sampai berjingkat dan mundur selangkah karena terkejut dengan ledakan confetti yang sekarang telah berterbangan di depannya. Rasanya seperti dejavu, saat berada di firma lama, ketika dia selamat dari kematian.“Akhirnya Nyonya dari firma ini telah kembali ke medan pertempuran. Ayo kita bersemangat lagi!” seru Rey masih dengan penuh semangat seperti dulu.Milly terkekeh mendengarnya, dia mengangguk

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 70. Extra Part IV

    Zio mengetuk pintu kamar orang tuanya, wajahnya terlihat sedikit takut saat Milly menoleh padanya. Kedua tangan Zio berada di balik punggung kecilnya, tapi tetap saja Milly bisa melihat beberapa tangkai bunga yang mencuat di belakangnya.“Kau sudah pulang, Zio? Bagaimana di kantor Daddy?” tanya Milly sambil tersenyum.Zio bergerak maju dengan perlahan, “Mom, this is for you.” Sebuah buket bunga dengan sekotak cokelat disodorkan pada Milly. “Maafkan aku tadi, Mom. Aku salah karena telah membentak Mom.”Milly langsung memeluk Zio setelah putranya itu meminta maaf. Milly tersenyum haru karena putranya semakin bertambah dewasa. “It’s okay, Zio. Lain kali jangan diulangi lagi, ya, Nak.”Zio mengangguk, lalu menegcup pipi Milly. “Iya, Mom. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi.”Milly meletakkan buket bunga dan cokelat di meja, kemudian mengajak Zio untuk duduk di tepi kasur. “Bagaimana tadi di kantor Daddy? Apa menyenangkan?”Zio mengangguk antusias. “Aku bertemu paman Rey dan beberapa t

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 69. Extra Part III

    Keributan telah terdengar di mansion saat pagi hari. Tidak biasanya situasi seperti ini terjadi, Milly sampai harus menghela napas berkali-kali karena Zio menolak untuk pergi ke sekolah.“Zio, kita sudah sepakat untuk tidak bolos sekolah.” Milly kembali membujuk putranya agar mau segera berangkat ke sekolah.“Sudah kubilang aku tidak mau sekolah, Mom!” Pertama kalinya Milly mendengar Zio membentaknya.“Apakah kau mengalami kesulitan di sekolah? Apakah ada yang mengganggumu sampai kau tidak mau pergi ke sekolah? Katakan pada Mom,” ucap Milly seraya memijat kepalanya, akibat pusing membujuk putranya.Zio menatap Milly, kemudian mengalihkan pandangannya pada mainan lego berbentuk dinosaurus yang sedang dia pegang. “Aku hanya bosan, Mom. Tidak ada yang menggangguku.”“Mom… aku akan terlambat kalau Zio tidak mau berangkat sekarang,” rengek Madysen yang telah siap berangkat.Milly mengehala napas karena kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan ibunya yang selalu menjadi seseora

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 68. Extra Part II

    Milly bangun lebih awal, menyiapkan banyak makanan yang akan dia bawa. Hari ini Milly dan Zayn mengajak dua anak kembar mereka untuk bersantai di taman bermain. Wanita itu tahu anaknya sangat aktif bermain, dan berujung mudah sekali lapar.“Nyonya, biarkan saya yang menyiapkan makanan.” Seorang pelayan menghampiri Milly.“Tidak apa-apa. Biar aku saja yang menyelesaikannya. Tolong sampaikan pada pengasuh untuk memandikan Zio dan Madysen,” jawab Milly lembut.Pelayan tadi mengangguk, kemudian pergi dengan patuh untuk menyampaikan pesannya pada kedua pengasuh si kembar. Bagi Milly, meskipun di mansion ini Zayn telah menyediakan beberapa pelayan untuk melakukan semua pekerjaan rumah tangga, tapi Milly masih sering membuat makanan sendiri untuk Zayn, si kembar, dan ibunya. Menurutnya, dengan memasak dan menyajikannya pada orang terkasih, bisa menggambarkan besar cintanya pada mereka.Beberapa saat kemudian, Zio dan Madysen telah siap. Zayn juga telah berada di luar, memanaskan mesin mobil

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 67. Extra Part

    Beberapa tahun berlalu … Langkah kaki tegas Zayn masuk ke dalam mansion mewah yang sudah ditempati hampir empat tahun ini. Pria tampan itu telah meninggalkan penthouse dan tinggal di mansion, demi memberikan kehidupan nyaman untuk istri dan anak-anaknya.“Yeay! Daddy sudah pulang!” Sambutan hangat dari Zio dan Madysen membuat Zayn melukiskan senyumannya. Dua bocah itu memeluk erat ayah mereka. Refleks, Zayn menggendong anak kembarnya itu sambil memberikan kecupan di pipi bulat mereka.Milly tersenyum melihat Zayn sudah mendapatkan sambutan dari kedua anak mereka. Dia mendekat dan ikut memeluk sang suami yang baru saja pulang dari bekerja.“Sayang, akhirnya kau pulang. Zio dan Madysen sudah sangat merindukanmu,” ucap Milly hangat.“Ya, Daddy! Kami merindukanmu.” Zio dan Madysen terus menciumi rahang ayah mereka.Zayn tersenyum. “Daddy juga merindukan kalian. Tapi, apa kalian saja yang merindukan Daddy? Mommy kalian tidak merindukan Daddy?”“Tentu saja Mommy juga rindu. Mommy selalu bi

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 66. Perfect Ending

    Sudah satu bulan berlalu dari pernikahan Milly dan Zayn. Pagi ini mereka bertandang ke Alpha Hospital untuk melakukan pemeriksaan rutin di dokter kandungan. Milly memasuki ruang praktek dengan dada berdebar karena pertama kalinya mereka akan melakukan pemeriksaan USG setelah pemeriksaan awal selepas dirinya pingsan dulu.Perlahan Milly berbaring di ranjang pemeriksaan. Tangannya terus menggenggam pada Zayn yang mendampingi di sisinya. Sementara Dokter mulai mengoleskan gel dingin dan menekan kepala alat USG di perut bagian bawah Milly, mereka berdua serentak menahan napas sambil menatap ke layar di depan untuk menunjukkan hasil rekaman USG. Jujur, meskipun hasil secara aktual tertampil di layar, tapi Milly tidak mengerti sama sekali. Terlebih saat dokter terus menerus mengucapkan kata luar biasa.“Nyonya Ducan, Tuan Ducan, Anda perhatikan di anak panah yang saya arahkan di layar. Terlihat ada dua bulatan dengan titik kecil di dalamnya,” ucap dokter setelah selesai mengidentifikasi pem

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 65. Hari yang Telah Ditunggu-tunggu

    Berkali-kali Milly menghela napasnya dalam-dalam. Setiap gerakan yang dilakukan beberapa orang yang mondar-mandir di ruangan putih dipenuhi rangkaian bunga itu berhasil membuatnya berjingkat pelan. Dadanya terus-terusan berdesir dan detak jantungnya tiba-tiba tenang, tiba-tiba tak beraturan. Dia bahkan mulai merasa mengeluarkan keringat dingin. Di sebelahnya, Vintari memperhatikan sambil terkekeh pelan.“Apakah kau merasa mual, Milly?” tanya Vintari cemas karena melihat raut wajah Milly yang tidak tenang.Milly hanya menggeleng. Dia bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-kata karena terlalu tegang.“Kau pasti sangat gugup di hari pernikahanmu.” Vintari menyodorkan hand bouquet kepada Milly.Milly menerimanya dengan meringis. Vintari benar, Milly saat ini merasa sangat gugup karena harus menunggu di ruang mempelai sementara yang lain sedang menyambut tamu di aula utama pernikahan.“Kau benar, aku gugup sekali! Aku sampai takut tidak bisa berjalan ke altar karena terlalu gugup,” ucap Milly

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 64. Bertemu Andre dan Jace

    Suara dering ponsel berbunyi. Zayn melihat nomor Andre menghubunginya. Pria tampan itu langsung menggeser tombol hijau, untuk menjawab panggilan telepon dari junior kuliahnya dulu.“Ada apa?” sapa Zayn dingin kala panggilan terhubung.“Bagus sekali kau menjawabku dengan nada dingin! Ck! Kau sombong sekali menikah tidak bilang padaku,” seru Andre dari seberang sana. “Kau tahu kabar itu dari mana? Zeus?” tanya Zayn mengerutkan keningnya.“Tentu saja! Cepat ke Blue Corner. Aku dan Jace menungu penjelasanmu di sini!” Zayn melirik ke arah Milly. Dia tidak mau meninggalkan Milly sendirian, tapi dia juga harus pergi untuk memberikan kabar baik ini. Namun, tidak mungkin dia mengajak Milly ke club milik Jace. Hari biasa mungkin baik-baik saja, tapi Milly saat ini sedang hamil.“Kenapa?” tanya Milly penasaran.“Tunggu sebentar,” ucap Zayn pada Andre sebelum dia menggantung ponselnya dan berbisik pada Milly. “Andre dan Jace mengajakku bertemu.”“Jace yang pemilik bar itu?”Zayn mengangguk. “B

  • Dua Pengacara Jatuh Cinta   Bab 63. Fitting Gaun Pengantin

    Milly kembali memikirkan kembali ucapan Zeus begitu mereka masuk ke dalam penthouse. Sedikit ragu dia melirik ke arah Zayn yang sedang menerima telepon dari Rey, tampaknya mereka membicarakan tentang kasus baru yang baru saja masuk ke tim mereka. Setelah menunggu beberapa lama sampai Zayn selesai dengan obrolannya bersama Rey, Milly mendekat dan duduk di sebelah Zayn.“Ada masalah?” tanya Milly.Zayn menggeleng. “Tidak ada. Rey hanya bertanya tentang persetujuan dari jaksa untuk penyelidikan di tempat kejadian perkara.”Milly mengangguk-angguk pelan. “Zayn, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu.”Zayn menatap Milly lembut. “Katakan, Milly. Apa yang ingin kau bicarakan?”Milly tersenyum, tangannya meraih tangan Zayn dan mengarahkannya ke perutnya. “Aku tadi berbicara dengan Vintari, dia telah banyak membuka pikiranku tentang kehamilan Aku ingin mengatakan padamu kalau aku akan menerima kehamilan ini dengan bahagia, dan berusaha menjadi ibu yang baik untuk anak kita nanti.”Senyum Zay

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status