Share

Bab 2. Hari pertama

Glek.

Zea menelan ludahnya dengan kasar.

"Ba-baik, Pak," jawab Zea dengan gugup.

Amira dibuat greget dengan Agam yang tidak langsung memberikan jawaban. Dia berdiri, tapi saat Amira akan angkat bicara, tiba-tiba Agam berbicara lebih cepat daripada Amira.

"Besok dia bisa mulai bekerja, dan Kamu Amira. Tolong kasih tau semua peraturan dan cara kerja disini," ucap Agam dengan tegas.

"Bak, Pak!" jawab Amira dengan antusias.

Sedangkan Zea, dia masih diam mematung hingga Agam pergi meninggalkan mereka berdua. Zea masih mencerna jawaban Agam barusan. Saking tidak percayanya, dia sampai menepuk-nepuk pipinya sendiri.

"Aaaa, selamat Zea. Akhirnya kita bisa kerja bareng disini, dan aku doakan semoga kamu bisa jadi karyawan tetap plus jadi karyawan di VVIP," ucap Amira memberikan semangat, bahkan dia memeluk Zea dengan erat.

Zea tersadar dan langsung mengembangkan senyumannya. Dia berdiri, lalu berjingkrak-jingkrak bersama Amira.

"Alhamdulillah, makasih banyak ya, Ra. Ini semua berkat Kamu," ujar Zea senang.

"Gak usah berterima kasih. Kita mulai sekarang ya pengenalan tempat dan aturannya," ajak Amira.

Amira memulai dari peraturan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh karyawan. Dengan begitu semangat, bahkan Amira juga memperkenalkan semua tempat dan ruangan yang ada di Mall tersebut.

Hampir tiga jam lebih mereka berkeliling, hingga akhirnya Zea pamit pulang. Zea tidak sabar ingin segera memberitahu kabar bahagia ini kepada Bu Maryam— Ibu Zea. Terharu sudah pasti, karena dia tidak pernah menyangka akan mendapat pekerjaan secepat itu.

"Ze, mau bareng Aku gak?" tawar Amira memberi tumpangan.

"Gak usah, Ra. Lagian kita beda arah sekarang, Kamu duluan aja Aku mau nunggu angkot," tolak Zea.

"Yaudah Aku duluan ya, Kamu hati-hati dijalan," ucap Amira.

Zea mengangguk. Tidak lama setelah Amira pergi, angkutan umum lewat dihadapan Zea.

Sekitar beberapa menit akhirnya Zea sampai di depan gang. Dia berjalan untuk sampai ke rumahnya. Biasanya angkutan umum hanya sampai depan gang saja, karena memang kebetulan depan gang adalah jalan raya.

Kakinya yang terasa lecet dan susah berjalan, membuat Zea berhenti lalu melepaskan sepatu hak tinggi yang dia pakai.

"Nyusahin aja ni sepatu, kalau gak buat kerja udah Aku buang ke kali!" gerutu Zea dengan menenteng sepatu.

"Kalau Aku udah jadi bos, Aku gak bakalan bikin peraturan harus pakai sepatu hak tinggi kayak gini. Enakkan juga pake sepatu biasa, atau gak sandal jepit," dumalnya lagi hingga sampai di depan pintu.

Zea melihat kiri kanan, tapi rumahnya tampak sepi. Sepertinya Bu Maryam belum pulang dari kebun, padahal hari sudah sore.

Tiba-tiba Zea terlihat murung, dia merasa kasihan karena sang ibu harus kerja keras demi dia. Bahkan dia seorang diri menghidupi Zea. sejak kecil Zea hanay di urus oleh Bu Maryam saja, meskipun ibunya sudah menikah lagi tapi tetap saja Bu Maryam sebagai tulang punggung di keluarganya. Tapi, mulai sekarang Zea berjanji kepada dirinya sendiri, dia akan bekerja dengan rajin agar bisa membahagiakan Bu Maryam.

Dari kejauhan seorang wanita paruh baya berjalan dengan keringat bercucuran. sesekali wanita paruh baya itu mengelap keringatnya.

"Assalamualaikum," salam Bu Maryam.

"Waalaikumsalam. Ibu baru pulang?" jawab Zea dengan mencium punggung tangan Bu Maryam.

Bu Maryam tersenyum hangat kepada anak gadisnya.

"Iya. Bagaimana lamaran Kamu? Apa diterima?" tanya Bu Maryam.

Zea menatap Bu Maryam dengan mata yang berkaca-kaca, dia segera memeluk sang ibu dengan erat. Seakan-akan dia menyalurkan kebahagiaannya lewat pelukan itu.

"Alhamdulilah, Bu. Aku keterima dan besok bisa langsung bekerja," jelas Zea dengan melerai pelukannya.

Tangisan Bu Maryam pecah, dia terharu sekaligus bangga karena anak satu-satunya bisa mendapatkan pekerjaan secepat ini. Bu Maryam memeluk dan mencium Zea dengan penuh kasih sayang.

"Alhamdulillah, Nak. Semoga Kamu jadi karyawan yang jujur dan disayangi banyak orang disana," harap Bu Maryam, Zea mengangguk dan tersenyum manis.

****

Pagi-pagi sekali Zea sudah bangun, melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim lalu bersiap untuk kerja.

Karena dia harus profesional, Zea dengan terpaksa memakai dress ketat. Itu sudah aturan, lagipula dress tersebut adalah seragam dari perusahaannya.

Zea keluar dengan pakaian yang sudah rapih. Bu Maryam menatap anak gadisnya tanpa berkedip. Dengan polesan wajah sederhana, rambut digerai dan pakaian feminim membuat Zea begitu sangat cantik.

"Masya allah, anak Ibu cantik banget," puji Bu Maryam sambil mendekat ke arah Zea.

"Ibu, jangan begitu. Aku gak nyaman pake baju ini, masa roknya kurang bahan coba," keluh Zea.

"Harus terbiasa. Namanya juga kerja di Mall ternama, jadi kamu harus profesional," ucap Bu Maryam.

Zea mengangguk tanda membenarkan perkataan Bu Maryam.

Karena takut terlambat, Zea tak sempat sarapan dan langsung berangkat. Dia menggunakan ojek online agar memudahkan perjalanan. Tidak peduli jika rambutnya nanti akan berantakan.

"Ibu, Zea berangkat dulu ya. Doakan semoga hari pertamanya lancar, assalamualaikum," pamit Zea.

"Waalaikumsalam, aamiin," jawab Bu Maryam.

Zea segera berangkat.

Sekitar 20 menit, akhirnya dia sampai di halaman Mall. Zea turun lalu naik dengan tergesa.

Waktu masuknya sekitar 10 menit lagi, tapi Zea begitu semangat.

****

Hari ini begitu ramai, Zea dan para karyawan pemasaran lainnya begitu semangat. Tidak ada kata lelah bagi Zea, dia berusaha keras agar bisa menjadi karyawan tetap.

Karena Zea adalah karyawan baru, jadi semua karyawan yang sudah lama mengajari.Zea menjadi SPG yang baik.

"Selamat siang, Nona. Silahkan, ada yang bisa saya bantu?" ucap Amira dengan begitu ramah kepada salah satu pengunjung.

"Mbak, saya mau dress yang ini. Tolong dibungkus, ya," ucap pengunjung tersebut.

"Baik. Tunggu sebentar, ya," jawab Zea.

Dengan gesit dan telaten Zea membungkus dress tersebut.

Namun, tiba-tiba Zea melihat teman seperjuangannya sedang digoda oleh pengunjung pria. Terlihat sekali wanita itu tidak nyaman ketika si pria mencolek anggota badannya.

Zea menghampiri kedua orang tersebut. Tatapan sinis Zea mulai terlihat, dia melipat kedua tangannya di depan dada. Terlihat sekali dia geram karena kehadirannya tidak dianggap oleh pria yang masih menggoda Sinta–SPG baru sama seperti dirinya.

"Tuan yang terhormat. Jika anda ingin membeli, silahkan kami akan melayani dengan sepenuh hati. Tapi, jika anda ingin menggoda dan mengganggu kenyamanan kami, maka jangan salahkan jika saya bertindak lebih!" ucap Zea dengan menekan setiap katanya.

"Silahkan jika anda berani dengan saya. Jika memang berani, maka saya akan laporkan kalian berdua kepada manajer Mall ini agar kalian berdua dipecat!" ancam pria tersebut.

Zea menatap pria itu dengan tajam, tapi sepertinya tatapan yang dia berikan tidak membuat pria hidung belang tersebut takut. Justru dia malah terus mencolek, bahkan memegang bok*ong Sinta.

Sinta terlihat begitu risih, bahkan matanya mulai berembun.

Plak.

Zea menampar pria itu dengan keras.

"Beraninya kamu menampar saya!" marah si pria.

"Atas dasar apa saya tidak berani dengan anda?" Zea melipat tangannya, dia menatap remeh pria dihadapannya.

Pria tersebut mendekat, ketika tangannya melayang dengan cepat Zea menangkisnya. Bahkan, dia memutar tangan pria tersebut.

Krek.

"Ahh!" ringis pria tersebut.

"Dengarkan saya baik-baik. Jika anda ingin melaporkan saya, silahkan. Tapi jangan laporkan teman saya, saya tidak takut jika harus dipecat. Saya lebih tidak rela jika karyawan disini tidak nyaman dengan sikap anda lancang dengan perempuan!" ucap Zea dengan tegas.

Bruk.

Zea mendorong pria tersebut hingga terjerabah ke lantai.

Semua pengunjung dan karyawan lain berkumpul mengelilingi Zea.

"Awas kamu. Saya akan laporkan perbuatan kamu kepada Manajer disini!" ancam pria itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status