Share

Bab 9

Author: Adeline
Leonard dipenuhi niat untuk menciptakan kesempatan bagi Felicia agar bisa lebih dekat dengan Nathaniel. Maka saat mendengar pertanyaan Adelina, nada bicaranya pun langsung memburuk. "Kamu ini nggak ada habisnya ya?"

"Nona Adelina." Suara Nathaniel terdengar tenang. "Kemarin aku sudah sempat menjenguk Tuan Surya. Dengan kondisi kesehatannya saat ini, beliau tidak boleh mengalami emosi yang terlalu ekstrem."

Tatapannya perlahan jatuh pada Adelina. Wajah gadis itu keras kepala namun lembut dalam sorot matanya, seketika bertaut kembali dengan bayangannya tiga tahun lalu, membuat hatinya tersentuh tanpa alasan.

"Saranku, kamu bisa menjenguk beliau beberapa hari lagi."

Baru saja ucapan Nathaniel selesai, Adelina sudah melangkah maju dan berdiri di hadapannya.

Mata hitam beningnya menatap langsung ke arahnya, di dalamnya tampak jelas harapan… dan titik-titik air mata yang nyaris jatuh.

"Tuan Nathaniel, kamu tahu… sebenarnya Kakek sakit apa? Kenapa tiba-tiba bisa separah ini?"

Sebelum dia masuk penjara, kondisi Kakek masih sangat sehat. Bahkan, saat itu Kakek berkata kalau begitu dia diterima kuliah, mereka akan pergi bersama melihat aurora yang dia impikan.

Tatapan Nathaniel menggelap sedikit. Matanya tertuju pada sorot mata basah gadis itu, dan dalam diam, ada sekilas ketajaman emosional yang muncul. Tapi sebelum Adelina menyadarinya, ekspresi itu sudah kembali netral.

"Maaf, aku juga tidak tahu secara pasti kondisi beliau."

Wajah Adelina langsung dipenuhi kekecewaan, tanpa berkata apa-apa dia berbalik perlahan.

Nathaniel secara refleks maju satu langkah.

"Kondisi Tuan Surya memang tidak baik. Kalau kamu mau, aku bisa bantu carikan dokter."

Langkah Adelina pun terhenti.

Sudut bibir Nathaniel sedikit terangkat, dan dalam matanya ada kilatan kegembiraan halus yang bahkan dirinya sendiri tak menyadarinya.

"Kakak Nathaniel… beneran?"

Felicia langsung memeluk lengan Nathaniel dengan penuh kegembiraan.

"Kakak Nathaniel, kamu memang baik banget!"

Adelina mengalihkan pandangannya. Perasaan aneh yang sempat menggantung di hatinya perlahan menguap.

Tampaknya yang dilakukan Nathaniel semua itu… adalah demi Felicia.

Tapi selama Kakek bisa sembuh, itu sudah cukup baginya.

Leonard melangkah maju, berdiri di antara Nathaniel dan Adelina, matanya penuh peringatan saat menatap adik perempuannya.

"Nathaniel, aku tahu kamu sayang sama Felicia, nggak mau dia kepikiran soal kondisi Kakek. Sekalian aja kamu antar dia ke kantor. Ini kesempatan bagus, jangan disia-siain."

Nada bicaranya seperti sedang memberi Nathaniel sebuah "keberuntungan besar". Felicia langsung tersipu, pipinya memerah, tapi dari sudut matanya, dia melirik ke arah Adelina yang berdiri di belakang Leonard.

Begitu teringat perlakuan Nathaniel yang tak biasa pada Adelina tadi, mata Felicia sempat berkedip tajam, ada rasa iri dan tak rela yang melintas cepat.

"Eh, Kak Adelina… kamu pulangnya malam banget kemarin. Kamu masih nyari kerja, ya?"

Adelina belum sempat menjawab ketika Nathaniel langsung mengerutkan alis.

"Cari kerja? Bukannya kamu baru pulang? Keluarga Wijaya nyuruh kamu kerja sekarang juga?"

Felicia langsung menyela dengan senyum pengertian.

"Kemarin Kakak Kedua antarkan aku wawancara kerja di Perusahaan YJ, pas banget ketemu Kak Adelina juga di sana. Tapi YJ tuh syarat pendidikannya tinggi banget. Karena Kak Adelina nggak kuliah, dia ditolak langsung sama pewawancara."

Tatapan Nathaniel berubah sedikit. Setelah berpikir sejenak, dia malah menoleh ke arah Adelina.

"Perusahaanku sedang cari asisten. Kalau kamu bersedia..."

"Kakak Nathaniel!"

Felicia buru-buru memotong ucapannya. Wajahnya sedikit pucat, senyumnya pun sangat dipaksakan.

"Kak Adelina… posisi asisten itu kan syaratnya lebih tinggi lagi. Kak Adelina pasti nggak mau masuk lewat jalur koneksi, kan? Kalau sampai ada yang tahu, nanti malah timbul gosip jelek tentang hubungan dua keluarga."

Leonard langsung mengangguk setuju, seperti merasa Felicia benar-benar bijak dan tahu diri.

Felicia menundukkan kepala sedikit, suaranya lembut seperti air.

"Kakak Kedua, gimana kalau Kak Adelina kerja di perusahaan keluarga kita aja? Jadi nggak merepotkan siapa-siapa."

Leonard tampak sedikit ragu.

Bagaimanapun, Adelina tetap adik kandungnya. Kalau masuk ke perusahaan keluarga sendiri, itu masih bisa diterima.

Tapi… dia tidak kuliah, bisa dimasukkan ke divisi mana?

Leonard berpikir sejenak, lalu akhirnya berbicara dengan nada seolah sedang berbesar hati,

"Aku lagi butuh asisten pribadi. Besok ikut aku ke kantor buat mulai kerja."

Tapi saat melihat wajah Adelina yang tetap datar, tanpa sedikit pun rasa terima kasih, nadanya langsung berubah tajam.

"Kamu itu apa-apaan? Kalau bukan karena Felicia yang usulkan, aku juga nggak bakal izinkan kamu masuk ke perusahaan.

Dengan pendidikan kamu yang cuma segitu, bahkan perusahaan kebersihan pun belum tentu mau nerima."

Adelina mengangkat pandangan. Tatapannya dingin.

"Tidak perlu. Aku sudah dapat pekerjaan."

"Tidak mungkin!"

Reaksi Leonard langsung keras.

"Kamu nggak punya gelar apa-apa, perusahaan mana yang mau nerima kamu? Jangan-jangan kamu malah kerja di tempat nggak jelas? Adelina, lebih baik kamu mundur sebelum bikin malu keluarga kita."

Adelina tak menjawab. Dia hanya berbalik perlahan dan meninggalkan satu kalimat.

"Aku tidak akan mengundurkan diri."

Langkahnya mantap, sama sekali tak terpengaruh.

Leonard yang tertinggal di belakang menggertakkan gigi, mengancam penuh amarah.

"Kalau kamu berani pergi kerja, jangan salahkan aku kalau aku suruh Kakak Pertama kita berhenti transfer uang bulanan ke kamu!"

Tapi Adelina bahkan tidak menoleh sedikit pun.

Di Keluarga Wijaya, setiap anak memang diberi satu kartu khusus. Kartu itu akan diisi uang jajan sebesar dua ratus juta rupiah setiap bulan.

Adelina juga mendapatkannya saat baru kembali ke rumah ini.

Namun tak lama kemudian, karena difitnah oleh Felicia telah merusak gaunnya karena iri hati, Adrian Wijaya, anak sulung keluarga langsung memotong setengah dari uang jajan Adelina.

Separuhnya malah diberikan ke Felicia.

Alasannya?

Agar Adelina belajar dari kesalahan.

Pelajaran itu berlangsung hingga hari sebelum Adelina dipenjara.

Hari itu, kartu miliknya diambil langsung oleh Adrian.

Meski sudah tiga tahun berlalu, Adelina masih mengingat jelas ekspresi jijik di wajahnya saat itu.

Adrian menyebutnya kejam dan licik, menuduh dia menggunakan uang keluarga untuk menyewa orang guna menjebak Felicia, hingga Felicia mengalami kecelakaan.

Kenangan itu membuat tatapan Adelina saat ini makin dingin dan tajam.

Di sisi lain, Nathaniel memandangi punggung Adelina yang semakin menjauh.

Entah kenapa, kakinya secara naluriah ingin melangkah mengejarnya.

Namun tiba-tiba, bajunya ditarik seseorang dari samping.

"Kakak Nathaniel… Kak Adelina nggak mau kerja di perusahaan, apa dia masih marah sama aku… karena aku nggak ngasih kesempatan kerja itu buat dia?"

Felicia memegangi lengannya dengan mata memerah, bibir bawah tergigit seolah menahan tangis. Wajahnya terlihat sangat menyedihkan dan tak berdaya.

Nathaniel menunduk menatapnya, tapi hatinya justru semakin terasa tak nyaman.

Dia yakin Adelina bukan tipe orang seperti itu.

Kalau dia bilang sudah mendapat pekerjaan, itu pasti benar.

Tapi… ke mana dia bekerja? Tanpa ijazah perguruan tinggi… dia bisa dapat kerja di mana?

Pikiran itu membuat sorot mata Nathaniel perlahan menggelap.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 50

    Suara Adelina tetap tenang, tapi tatapannya mengandung ejekan yang begitu jelas.Dia menatap Leonard tanpa gentar, tatapan itu justru membuat Leonard merasa malu tanpa alasan. Seolah Adelina bisa menembus isi hatinya, jernih dan tajam, lalu perlahan berubah menjadi tatapan penuh sindiran.Adelina merasa bersyukur, setidaknya dirinya tidak seperti Keluarga Wijaya yang bisa mengucapkan hal-hal tak masuk akal seolah-olah mereka paling benar.Seperti sekarang."Aku sudah menurut pada kalian, aku sudah putuskan pertunangan dengan Nathaniel. Sekarang kendali soal pernikahan itu ada di tangan Keluarga Laksana. Jadi kalau Nathaniel menolak bertunangan dengan Felicia, bukankah itu masalahnya Felicia?"Satu kalimat itu saja cukup membuat wajah Leonard merah padam karena marah dan malu. "Adelina, kamu berani bilang semua ini nggak ada hubungannya sama kamu?"Adelina menjawab dengan dingin, "Kenapa nggak berani? Kamu kira aku sama penakutnya kayak kalian? Apa yang harus aku lakukan, sudah aku laku

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 49

    Saat itu, tiba-tiba saja Felicia memotong ucapan Nathaniel. "Kakak Nathaniel, aku sebenarnya lumayan suka main catur, hanya saja belum sempat belajar. Kakak Nathaniel bisa ajarin aku nggak?"Nathaniel mengangguk setuju, tapi belum sepenuhnya melupakan apa yang tadi ingin dia katakan. Hanya saja sebelum sempat lanjut bicara, Adelina sudah berdiri, lalu langsung berkata pada Kakek Herman, "Kakek Herman, sepertinya hari ini aku nggak bisa lanjut main. Nanti kalau aku ada waktu lagi, aku datang untuk menemani Kakek main catur."Meskipun Kakek Herman agak kecewa, beliau tetap mengangguk pelan.Mereka masih mengobrol, tapi Adelina malah memilih langsung bicara ke Kakek Herman begitu saja, jelas sekali tidak menganggap mereka yang lain penting.Diperlakukan dingin seperti itu lagi oleh Adelina membuat wajah Nathaniel berubah muram.Di mata Felicia sekilas muncul ekspresi kesal, tapi dia segera mengangkat wajah dengan raut seolah-olah sedang merasa tersinggung. Sementara Leonard yang memang ta

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 48

    Senyuman di wajah Felicia seketika menegang.Bisa masuk Perusahaan YJ tadinya adalah hal yang paling ia banggakan. Bagaimanapun juga, merek desain milik YJ cukup terkenal, baik di dalam maupun luar negeri.Tapi itu sebelum dia melihat Adelina juga berada di sana.Begitu bayangan Adelina melintas di benaknya, tatapan Felicia langsung memancarkan rasa iri dan benci yang ia sembunyikan rapat-rapat."Felicia bilang, direktur desain di kantornya sangat menghargai kinerjanya, bahkan mencalonkan dia untuk mewakili perusahaan di lomba desain yang diadakan di Kota Lautanagara. Kabarnya, acara ini juga didukung langsung oleh pemerintah dan akan disiarkan secara langsung."Bu Nadya yang menyebutkannya, wajahnya penuh dengan kebanggaan, seolah pencapaian itu adalah miliknya juga.Bu Ratna sedikit terkejut, tapi senyumnya justru semakin hangat dan ramah.Setelah basa-basi beberapa saat, Pak Satrio mulai masuk ke inti pertemuan, "Felicia sampai ikut lomba desain sekarang, kabar ini sudah disampaikan

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 47

    [Tidak.]Adelina langsung membalas pesan itu dengan satu kata, lalu meletakkan ponselnya dan pergi mandi.Setelah selesai mandi dan keluar lagi, beberapa notifikasi pesan sudah masuk ke ponselnya. Dia hanya sekilas melihat isi pesannya, lalu membalas singkat:[Aku sementara belum berniat kembali ke dunia desain.]Orang itu pernah bilang, bakat terbesarnya sebenarnya bukan di desain, tapi di bidang komputer.Dengan cekatan, dia keluar dari akun tersebut dan masuk ke akun utamanya. Baru saja masuk, satu pesan dari Reynard langsung masuk.Isinya, menanyakan apakah dia punya waktu luang besok.Adelina langsung teringat bahwa besok dia berencana mengunjungi Kakek Herman. Tapi Reynard mencarinya karena urusan apa? Apa ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?[Pak Reynard, ada urusan kantor?][Bukan. Urusan pribadi.]Adelina sedikit terkejut, tapi tetap menjawab apa adanya,[Besok aku tidak ada waktu.][Baik.]Karena bukan urusan pekerjaan, Adelina pun merasa lega. Meski begitu, tetap saja ada

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 46

    Tapi saat memikirkan kondisi Keluarga Laksana yang sekarang sedang berada di puncak kejayaan, sedangkan Keluarga Wijaya justru makin merosot, pertunangan ini memang harus segera disepakati secepatnya.“Felicia nggak perlu khawatir. Nanti begitu ayahmu pulang, Ibu akan minta dia cari waktu untuk bicara ke Keluarga Laksana. Kalau bisa, kamu langsung tunangan dulu dengan Nathaniel. Gimana, senang nggak?”Bu Nadya tentu bisa melihat isi hati Felicia.Wajah Felicia langsung bersemu merah malu, tapi sorot matanya penuh sukacita. Ia manja-manja ke arah ibunya.“Ibu, kamu mengejek aku, ya...”...Langit perlahan makin gelap. Di kejauhan, sebuah mobil hitam mewah melaju masuk ke area vila.Begitu melihat mobil itu, Felicia langsung berseru senang dan bangkit berdiri.“Ibu, Kakak Kedua, Ayah sudah pulang!”Sambil berkata begitu, dia langsung berlari ke luar.Bu Nadya pun tersenyum dan ikut keluar. Leonard menyusul di sebelahnya. Tapi baru saja mereka sampai di halaman, tiba-tiba terdengar suara

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 45

    Setelah baru saja menyelesaikan urusannya, Karina kembali sambil membeli kopi. Begitu masuk, dia langsung melihat Felicia berdiri di sana.Seketika ia merasa aneh."Bu Karina, kamu sudah kembali?"Wajah Felicia sudah kembali tenang, suaranya datar, seolah tak terjadi apa pun. "Mau kopi apa? Tadi aku ada urusan, makanya baru datang buat pesan kopi."Karina juga tidak curiga apa-apa, sementara pelayan yang tahu situasinya cuma melirik tanpa berkata apa-apa.Setelah keduanya memesan kopi dan kembali ke departemen desain, Felicia terlihat terus-menerus gelisah.Pikiran tentang apa yang dikatakan Nathaniel pada Adelina terus mengganggunya. Felicia diliputi kecemasan, intuisi dalam hatinya jelas memberi tahu bahwa Nathaniel tidak sepenuhnya tak tertarik pada Adelina.Semakin dipikirkan, rasa krisis dalam hatinya pun makin menguat....Sore hari saat jam pulang kantor.Leonard melihat Felicia keluar. Senyumnya belum sempat berkembang sempurna, sudah langsung membeku, lalu ia panik dan nadanya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status