Share

Bab 10

Author: Adeline
"Dia sendiri yang nggak becus, mana pantas nyalahin kamu. Felicia, kamu tuh terlalu lembut hati."

Leonard sudah dikuasai amarah, matanya menyipit menatap punggung Adelina yang semakin jauh. Ia mendengus dingin.

"Dia tahu kita merasa bersalah, makanya makin menjadi-jadi. Aku mau lihat, kerjaan macam apa yang bisa dia dapat. Tanpa uang saku dari kita, lihat saja apakah dia bisa bertahan hidup sendiri."

Nathaniel mengernyit sedikit, suaranya terdengar dingin.

"Waktunya sudah siang, aku pamit dulu."

Leonard buru-buru menahan, wajahnya penuh ketidaksenangan.

"Kamu baru datang sebentar, kok buru-buru pulang? Nanti makan sarapan dulu di rumah, sekalian antar adikku ke kantor. Felicia itu tunanganmu, harus sering-sering kumpul buat bangun perasaan."

Begitu mendengar kata tunangan, sorot mata Nathaniel langsung menggelap beberapa tingkat.

"Aku ada rapat pagi di kantor, nggak sempat. Maaf ya, Felicia."

Felicia berusaha tersenyum, tapi jelas wajahnya pucat.

"Kakak Nathaniel, nggak apa-apa. Urusan kantor kamu lebih penting, kamu pergi dulu aja."

Nathaniel hanya mengangguk lalu berbalik meninggalkan mereka.

Begitu dia pergi, Leonard melihat mata adiknya sudah memerah dan berlinang. Wajahnya langsung tegang karena kesal.

"Nathaniel itu kenapa sih?! Jelas-jelas dia sendiri yang setuju soal pertunangan ini, sekarang malah kayak gini maksudnya apa?!"

Felicia perlahan mengangkat wajahnya yang basah air mata, dan menggeleng lemah.

"Kakak Kedua, jangan salahkan Kakak Nathaniel… tunangan ini memang bukan milikku sejak awal. Kak Adelina pasti benci aku, tapi… aku benar-benar suka Kakak Nathaniel."

Air mata Felicia jatuh satu per satu, besar dan tulus, membuat Leonard makin merasa teriris.

"Pasti Adelina! Pasti dia sudah ngomong yang nggak-nggak ke Nathaniel!" Leonard mengertakkan gigi.

"Dia pikir dengan begitu, dia bisa merebut jalur perjodohan ke Keluarga Laksana? Jangan mimpi deh, apa Keluarga Laksana mau nerima orang kayak dia?"

Leonard merasa Adelina benar-benar tidak menganggap ucapannya penting. Semakin dipikirkan, amarahnya semakin membara. Dalam hati, ia bersumpah harus memberi Adelina pelajaran.

Felicia berdiri di sampingnya, matanya melirik sekilas ke arah ekspresi geram kakaknya, diam-diam merasa puas.

Namun rasa puas itu hanya bertahan sejenak, karena ia kembali teringat pada sikap Nathaniel terhadap Adelina.

Tatapannya berubah kelam, penuh kebencian yang makin dalam.

Adelina sama sekali tidak menyadari bahwa ia lagi-lagi masuk dalam daftar dendam Felicia.

Saat itu, dia sedang menunggu taksi online.

Di layar ponselnya tertera status [sudah dipesan], tapi karena lokasi sopir cukup jauh, kemungkinan masih butuh waktu untuk sampai.

Ding dong.

Notifikasi masuk membuat Adelina menunduk. Sebuah pesan pribadi muncul di layar.

[Kamu lagi butuh uang?]

Jari-jarinya sempat terhenti di atas layar.

Dia tidak memberitahu siapa pun soal pekerjaan sambilan tadi malam. Dia tahu dari mana?

Beberapa detik kemudian, dia membalas pelan.

[Sedikit. Tapi sekarang sudah nggak butuh lagi.]

Baru keluar dari penjara, Adelina nyaris tak punya apa-apa.

Bu Nadya memang terus bilang merasa bersalah padanya, tapi dari awal sampai sekarang, tak sekalipun terpikir untuk memberi dia uang sebagai bekal memulai hidup baru.

Atau mungkin sebenarnya… memang sengaja tidak mau memberi.

Tapi buat Adelina, itu tidak penting. Uang dari Keluarga Wijaya, dia juga tidak sudi.

Tadi malam, mumpung punya waktu, dia terima beberapa pekerjaan kecil dari aplikasi. Lumayan, hasilnya dapat beberapa juta rupiah.

Cukup untuk bertahan sampai gajian.

Pesan baru masuk lagi.

[Mm. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku.]

Adelina menatap pesan terakhir di layar.

Ada sedikit kehangatan yang mengalir ke hatinya, disertai rasa heran yang sulit dijelaskan.

Orang itu, setahu dia bukan tipe yang suka ikut campur urusan orang lain.

Apa karena selama ini dia banyak mengajari Adelina? Jadi menganggap Adelina sebagai seorang murid?

Belum sempat pikirannya menyelam lebih dalam, sebuah suara familiar kembali memanggilnya dari sisi jalan.

"Nona Adelina."

Adelina terkejut sejenak, lalu mengangkat kepala dan langsung bertemu dengan tatapan Nathaniel.

Mobilnya berhenti tepat di samping.

Sorot mata Nathaniel menyapu dirinya sekilas.

"Mau ke mana? Biar aku suruh sopir antar kamu."

Dulu dia sempat naik mobil pria ini, itu pun karena tiga tahun di penjara membuatnya tak lagi akrab dengan Kota Kusumapura.

Tapi sekarang, memikirkan hubungan Nathaniel dengan Felicia dan mengingat kakeknya yang belum sempat ditemui, dia tahu satu hal, Dia tidak bisa menambah masalah.

Dan Nathaniel saat ini, adalah masalah.

"Terima kasih atas niat baiknya, Tuan Nathaniel."

Adelina mengangkat ponsel sambil tersenyum sopan.

"Tapi aku sudah pesan mobil."

Tatapan Nathaniel langsung berubah dingin. Seolah tersinggung, dia tak berkata sepatah pun, hanya membanting pelan jendela mobil, dan langsung menyuruh sopir melaju pergi.

Taksi yang dia pesan akhirnya tiba dan membawanya ke Perusahaan YJ.

Tapi Adelina tidak langsung masuk. Dia berdiri di luar, lalu menekan nomor Andreas.

"Hallo? Ini siapa ya?"

"Ini aku. Adelina."

Terdengar jeda singkat di ujung sana, lalu suara Andreas terdengar agak terkejut.

"Nona Adelina? Wah, Anda datang agak cepat ya? Sebentar, saya langsung ke bawah."

Sambungan diputus. Adelina menunduk melihat jam.

Baru jam tujuh pagi.

Cepat? Menurut dia… ini masih wajar saja.

Andreas datang terburu-buru, dan dari kejauhan langsung melihat Adelina berdiri di depan gedung perusahaan. Ia segera melangkah cepat ke arahnya.

"Nona Adelina, maaf, sudah membuat Anda menunggu."

Adelina mengangguk ringan. "Aku yang datang terlalu pagi."

Tadi ia sudah mengecek jadwal kantor lewat ponsel, waktu masuk kerja masih agak lama.

Andreas pun menyeka keringat di pelipis sambil tersenyum, "Kalau begitu, mari kita langsung naik ke atas. Kebetulan, kamu bisa bertemu manajer departemen dan anggota tim lainnya."

Adelina sedikit heran. Bukankah ini masih jam tujuh lewat sedikit?

Orang-orang itu… sudah masuk?

Andreas seperti bisa menebak pikirannya, ekspresinya tampak sedikit canggung.

"Mereka semalam lembur. Sekarang mungkin masih di atas, istirahat."

Begitu masuk ke dalam lift, Andreas menekan tombol lantai tujuan. Baru beberapa detik kemudian, suara gadis di sampingnya terdengar dingin dan tenang,

"Kerja di sini harus sering lembur?"

Tubuh Andreas langsung menegang, ekspresinya sempat membeku. Ia cepat-cepat menjawab,

"Nona Adelina, pertama-tama, perusahaan tidak pernah memaksa karyawan untuk lembur. Kedua, setiap lembur pasti akan dihitung dan dibayar. Dan yang terakhir, mereka yang di atas itu memilih lembur sendiri. Mengenai alasannya… nanti Anda akan tahu."

Penjelasannya sangat rinci, terdengar tulus dan penuh kekhawatiran, karena jujur saja, kalau sampai orang ini urung bekerja dan malah mengadukan dirinya ke Presiden Direktur, habislah dia.

Andreas melirik Adelina sekilas untuk mengamati ekspresinya.

Untungnya, wajah gadis itu tetap tenang dan datar, tidak tampak seperti ingin mundur.

Andreas akhirnya bisa sedikit bernapas lega.

Ketika pintu lift terbuka, ia segera mengambil inisiatif memperkenalkan, "Nona Adelina, lantai ini adalah departemen pengembangan program."
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 50

    Suara Adelina tetap tenang, tapi tatapannya mengandung ejekan yang begitu jelas.Dia menatap Leonard tanpa gentar, tatapan itu justru membuat Leonard merasa malu tanpa alasan. Seolah Adelina bisa menembus isi hatinya, jernih dan tajam, lalu perlahan berubah menjadi tatapan penuh sindiran.Adelina merasa bersyukur, setidaknya dirinya tidak seperti Keluarga Wijaya yang bisa mengucapkan hal-hal tak masuk akal seolah-olah mereka paling benar.Seperti sekarang."Aku sudah menurut pada kalian, aku sudah putuskan pertunangan dengan Nathaniel. Sekarang kendali soal pernikahan itu ada di tangan Keluarga Laksana. Jadi kalau Nathaniel menolak bertunangan dengan Felicia, bukankah itu masalahnya Felicia?"Satu kalimat itu saja cukup membuat wajah Leonard merah padam karena marah dan malu. "Adelina, kamu berani bilang semua ini nggak ada hubungannya sama kamu?"Adelina menjawab dengan dingin, "Kenapa nggak berani? Kamu kira aku sama penakutnya kayak kalian? Apa yang harus aku lakukan, sudah aku laku

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 49

    Saat itu, tiba-tiba saja Felicia memotong ucapan Nathaniel. "Kakak Nathaniel, aku sebenarnya lumayan suka main catur, hanya saja belum sempat belajar. Kakak Nathaniel bisa ajarin aku nggak?"Nathaniel mengangguk setuju, tapi belum sepenuhnya melupakan apa yang tadi ingin dia katakan. Hanya saja sebelum sempat lanjut bicara, Adelina sudah berdiri, lalu langsung berkata pada Kakek Herman, "Kakek Herman, sepertinya hari ini aku nggak bisa lanjut main. Nanti kalau aku ada waktu lagi, aku datang untuk menemani Kakek main catur."Meskipun Kakek Herman agak kecewa, beliau tetap mengangguk pelan.Mereka masih mengobrol, tapi Adelina malah memilih langsung bicara ke Kakek Herman begitu saja, jelas sekali tidak menganggap mereka yang lain penting.Diperlakukan dingin seperti itu lagi oleh Adelina membuat wajah Nathaniel berubah muram.Di mata Felicia sekilas muncul ekspresi kesal, tapi dia segera mengangkat wajah dengan raut seolah-olah sedang merasa tersinggung. Sementara Leonard yang memang ta

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 48

    Senyuman di wajah Felicia seketika menegang.Bisa masuk Perusahaan YJ tadinya adalah hal yang paling ia banggakan. Bagaimanapun juga, merek desain milik YJ cukup terkenal, baik di dalam maupun luar negeri.Tapi itu sebelum dia melihat Adelina juga berada di sana.Begitu bayangan Adelina melintas di benaknya, tatapan Felicia langsung memancarkan rasa iri dan benci yang ia sembunyikan rapat-rapat."Felicia bilang, direktur desain di kantornya sangat menghargai kinerjanya, bahkan mencalonkan dia untuk mewakili perusahaan di lomba desain yang diadakan di Kota Lautanagara. Kabarnya, acara ini juga didukung langsung oleh pemerintah dan akan disiarkan secara langsung."Bu Nadya yang menyebutkannya, wajahnya penuh dengan kebanggaan, seolah pencapaian itu adalah miliknya juga.Bu Ratna sedikit terkejut, tapi senyumnya justru semakin hangat dan ramah.Setelah basa-basi beberapa saat, Pak Satrio mulai masuk ke inti pertemuan, "Felicia sampai ikut lomba desain sekarang, kabar ini sudah disampaikan

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 47

    [Tidak.]Adelina langsung membalas pesan itu dengan satu kata, lalu meletakkan ponselnya dan pergi mandi.Setelah selesai mandi dan keluar lagi, beberapa notifikasi pesan sudah masuk ke ponselnya. Dia hanya sekilas melihat isi pesannya, lalu membalas singkat:[Aku sementara belum berniat kembali ke dunia desain.]Orang itu pernah bilang, bakat terbesarnya sebenarnya bukan di desain, tapi di bidang komputer.Dengan cekatan, dia keluar dari akun tersebut dan masuk ke akun utamanya. Baru saja masuk, satu pesan dari Reynard langsung masuk.Isinya, menanyakan apakah dia punya waktu luang besok.Adelina langsung teringat bahwa besok dia berencana mengunjungi Kakek Herman. Tapi Reynard mencarinya karena urusan apa? Apa ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?[Pak Reynard, ada urusan kantor?][Bukan. Urusan pribadi.]Adelina sedikit terkejut, tapi tetap menjawab apa adanya,[Besok aku tidak ada waktu.][Baik.]Karena bukan urusan pekerjaan, Adelina pun merasa lega. Meski begitu, tetap saja ada

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 46

    Tapi saat memikirkan kondisi Keluarga Laksana yang sekarang sedang berada di puncak kejayaan, sedangkan Keluarga Wijaya justru makin merosot, pertunangan ini memang harus segera disepakati secepatnya.“Felicia nggak perlu khawatir. Nanti begitu ayahmu pulang, Ibu akan minta dia cari waktu untuk bicara ke Keluarga Laksana. Kalau bisa, kamu langsung tunangan dulu dengan Nathaniel. Gimana, senang nggak?”Bu Nadya tentu bisa melihat isi hati Felicia.Wajah Felicia langsung bersemu merah malu, tapi sorot matanya penuh sukacita. Ia manja-manja ke arah ibunya.“Ibu, kamu mengejek aku, ya...”...Langit perlahan makin gelap. Di kejauhan, sebuah mobil hitam mewah melaju masuk ke area vila.Begitu melihat mobil itu, Felicia langsung berseru senang dan bangkit berdiri.“Ibu, Kakak Kedua, Ayah sudah pulang!”Sambil berkata begitu, dia langsung berlari ke luar.Bu Nadya pun tersenyum dan ikut keluar. Leonard menyusul di sebelahnya. Tapi baru saja mereka sampai di halaman, tiba-tiba terdengar suara

  • Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud   Bab 45

    Setelah baru saja menyelesaikan urusannya, Karina kembali sambil membeli kopi. Begitu masuk, dia langsung melihat Felicia berdiri di sana.Seketika ia merasa aneh."Bu Karina, kamu sudah kembali?"Wajah Felicia sudah kembali tenang, suaranya datar, seolah tak terjadi apa pun. "Mau kopi apa? Tadi aku ada urusan, makanya baru datang buat pesan kopi."Karina juga tidak curiga apa-apa, sementara pelayan yang tahu situasinya cuma melirik tanpa berkata apa-apa.Setelah keduanya memesan kopi dan kembali ke departemen desain, Felicia terlihat terus-menerus gelisah.Pikiran tentang apa yang dikatakan Nathaniel pada Adelina terus mengganggunya. Felicia diliputi kecemasan, intuisi dalam hatinya jelas memberi tahu bahwa Nathaniel tidak sepenuhnya tak tertarik pada Adelina.Semakin dipikirkan, rasa krisis dalam hatinya pun makin menguat....Sore hari saat jam pulang kantor.Leonard melihat Felicia keluar. Senyumnya belum sempat berkembang sempurna, sudah langsung membeku, lalu ia panik dan nadanya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status