Share

Alasan Bertahan

Sambil menggeliatkan tubuhnya setelah mendengar suara alarm untuk menyiapkan sarapan juga untuk siapkan semua kebutuhannya Devan untuk pergi ke kantor. Jadi, semalam dia belum sempat setrika kemeja pria itu. 

Pagi ini Aisha bangun lebih awal dibandingkan biasanya. Untuk siapkan semua kebutuhan sang majikan. 

Dia cuci muka, lalu menggosok gigi. Untuk itu dia pergi ke kamar dari majikannya mengambil kemeja yang akan disetrika dengan jasnya. Pria itu masih tidur sambil memeluk bantal gulingnya. Posisinya juga tetap sama kalau tidur. Miring ke kanan dan memeluk gulingnya. Posisi di mana semalam dilakukan oleh pria itu untuknya. 

Waktu Aisha mengambil kemeja itu dan kemudian keluar. Belum bisa bangunkan sang majikan untuk sekarang karena masih terlalu pagi. 

Selesai setrika pakaian. Aisha menaruh kemeja itu di ruang pakaiannya Devan. 

Perlahan dia mengguncang tubuh pria itu untuk dibangunkan. Aisha mencoba membangunkan dengan pelan. Sampai akhirnya Devan bangun saat Aisha ingat bahwa pria itu akan olahraga hari ini sebelum pergi ke kantor. 

Devan membuka matanya. “Jam berapa ini?” 

“Setengah enam, Mas.” 

“Aisha, kamu banguninnya terlalu cepat.” 

Tapi meski begitu dia bangun juga. “Katanya Mas Devan mau olahraga.” 

Pria itu akhirnya mengiyakan. “Ya, hari ini siapkan aku bekal. Jangan ada makanan berlemak. Sarapan juga jangan ada makanan berat. Hari ini kamu jadi belanja bulanan? Kalau jadi sama sopir perginya.” 

“Saya izin ke rumah sakit dulu, Mas.” Jawab Aisha.

“Oke. Aku siap-siap dulu olahraga.” 

Aisha keluar dari kamar itu setelah melipat selimutnya Devan. Pria itu juga sudah pergi ke kamar mandi untuk siap-siap olahraga pagi ini seperti yang diminta oleh pria itu. 

Sampai di dapur dia keluarkan infused water yang dibuat untuk Devan. Sembari siapkan sarapan untuk majikannya. 

Devan makan yang sehat dan tidak mengandung banyak kalori. Jadi juga tidak susah untuk siapkan sarapan dan juga makan malamnya. 

Pagi itu Aisha sarapan lebih dulu karena Devan masih olahraga. 

Karena hari ini dia akan pergi begitu Devan berangkat. 

Semua telah beres, bekal makan siang juga sudah dimasukkan ke dalam kotak nasi itu dan juga sudah ada buah dan susu yang disiapkan untuk Devan. 

Pria itu kemudian menghampiri ke meja makan. “Apa kamu akan berangkat ke rumah sakit sekarang?” 

“Saya akan mandi dulu, Mas. Apakah sudah tidak ada yang dibantu?” tanya Aisha.

Lalu Devan mengiyakan. “Tidak ada masalah sama sekali. Kamu boleh mandi. Aku bisa melakukannya sendirian.” 

Devan mengambil infused waternya dan meminumnya. “Thanks.” 

“Ya, Mas.” 

Aisha pergi ke kamarnya untuk bersiap diri ke rumah sakit. 

Semua sudah selesai. Kemudian baru saja Aisha hendak menghubungi taksi untuk ke rumah sakit. “Ayo bareng ke rumah sakit. Biar aku juga bisa lihat kondisi ibumu.” 

Mereka berdua pergi bersama. Lalu pada saat itu Aisha menyetujuinya. Devan masuk ke ruangan wanita yang sedang dirawat. 

Dia membawakan sarapan juga untuk Hendra. “Kamu berangkat sekarang?” tanya Aisha ketika lihat adiknya sudah jadi. 

Adiknya mengiyakan. “Ya, Kak. Aku berangkat.” 

Tapi begitu Aisha mengeluarkan uang. Devan lebih dulu keluarkan uang untuk Hendra. “Berangkat sekolah, pakai angkutan umum. Jangan jalan kaki.” 

Aisha menoleh. “Aku tahu kalau Hendra sering jalan kaki.” 

Kemudian dia iyakan. Hendra pamit setelah membawa makanan itu pergi. Kondisi ibunya Aisha juga terlihat membaik. “Ibu besok ini operasi?” tanya Aisha. 

“Ya, dokter sudah bilang begitu.” 

“Kamu menginap saja di rumah sakit kalau memang operasinya besok. Jangan lupa juga kalau nanti sudah selesai belanja bulanan. Kamu ke sini.” 

Aisha mengangguk diberikan keringanan seperti itu. “Terima kasih banyak Mas Devan.” 

Pria itu mengiyakan dan menyentuh tangannya Nita. “Bu Nita lekas sembuh. Kalau begitu aku ke kantor dulu. Mungkin Ibu ada waktu sama Aisha dulu. Mana tahu si Hendra belum jauh dari sini. Biar bisa bareng.” 

Devan pergi dari ruangan itu. Lalu kemudian Aisha mengobrol dengan ibunya. “Mas Devan selalu baik dari dulu. Bahkan waktu kamu kuliah juga dia kasih semua fasilitas. Terus selama kamu di sana. Apa nggak ada cewek yang dia bawa pulang?” 

Aisha menggeleng. “Aku pernah dengar dia bicara nggak akan menikah, Bu.” 

“Ya, ada alasannya.” 

Aisha duduk di kursi yang ada di sebelah kanan sang ibu. “Ibu tahu?” 

“Ya, waktu kamu kuliah waktu itu. Kamu kan tinggal di kos. Jadi kamu nggak tahu kejadian beberapa tahun lalu. Kalau nggak salah tiga tahun lalu sih. Dia pernah bawa ceweknya kenalan ke orangtuanya. Udah lamaran juga. Tapi dia gagal nikah sama cewek itu.” 

“Alasannya?” 

“Ceweknya hamil sama orang lain.” 

Aisha mengangguk mendengarkan cerita dari Nita soal masa lalu yang pernah dijalani oleh pria itu. “Ibu tahu banyak tentang dia?” 

“Nggak banyak. Cuman tahu pas makan malam itu lamarannya di rumah orangtuanya. Ibu kan di sana siapkan makan malam itu. Terus nggak lama juga ada keluarga si cewek datang. Tapi nggak lama setelah lamaran tiba-tiba orangtuanya si cewek minta tanggung jawab. Mas Devan ngaku nggak pernah tidur sama cewek itu. Jadi ya udah, Mas Devan depresi. Sampai nggak mau nikah. Kalau kamu dengar dia marah-marah sama orangtuanya disuruh nikah. Ya kamu jangan singgung. Tugas kamu cuman untuk urus rumahnya. Bukan urus hidupnya.” 

Aisha juga sadar diri bahwa kemampuannya tidak boleh jauh dari apa yang sudah dia lakukan. Lagi pula Devan juga sudah berikan banyak hal untuknya. Jadi tidak bisa dia ikut campur terlalu jauh terhadap pria itu. 

“Kalau bisa, ya. Kamu jangan lakukan banyak pekerjaan. Bersih-bersih jangan tiap hari. Nanti kamu drop.” 

“Nggak, Bu. Soalnya Mas Devan juga bilang. Kalau pekerjaanku sudah cukup itu saja.” 

“Kamu beruntung kok kerja sama dia. Nggak pernah dimarahi. Ibu tahu sifat dia dari dulu. Dia nggak pernah marah. Tapi satu hal yang dia nggak suka, yaitu Ayah kamu. Dia benci sekali sama Ayah kamu.” 

Soal itu Aisha tidak pernah tahu mengenai ayahnya. “Kapan dia ngomong?” 

“Waktu Hendra potong rumput di rumah orangtuanya Mas Devan. Ayah kamu datang minta uang sama Hendra. Nggak dikasih, langsung pukul di sana. Ibu nggak cerita karena Hendra waktu itu nggak bolehin. Dia kalau libur kan selalu ada di sana. Jadi dia bantu-bantu.” 

Orangtuanya Aisha selalu saja sembunyikan soal pertengkaran mereka. “Ibu kapan sih mau cerai?” 

“Kasihan Hendra. Dia mau kelulusannya dihadiri sama Ayah kamu.” 

Hendra jadi alasan utama. Sedangkan Ibunya Aisha bukan sekali saja dipukuli oleh ayahnya. Bahkan Aisha juga pernah mendapatkan pukulan dari pria sialan itu. 

Aisha tidak pernah mau akui sebagai seorang ayah. Dia sangat jahat karena telah melakukan banyak sekali kejahatan sehingga merugikan orang lain. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status