Share

Yang Dulu

Devan baru saja pulang dari kantornya yang agak sedikit terlambat dari Aisha, sampai rumah bukannya istirahat. Tapi menyaksikan Aisha bertengkar dengan Juan.

Pemandangan ini sudah biasa.

Devan hafal sekali kedatangan pria itu hanya untuk uang. Sementara Aisha sampai berteriak mengatakan tidak ada uang. Devan malas berurusan dengan pria ini. Begitu turun dari mobil, ia langsung melangkah menuju pintu.

“Jangan kalung itu, Ayah!!”

Devan menoleh ketika Juan pergi. Sedangkan Aisha berusaha mengejar. Karena kalung itu merupakan hadiah dari mamanya Devan untuk Aisha beberapa tahun lalu.

Aisha pulang lebih dulu untuk hari ini karena harus siapkan makanan untuk Devan.

Tapi Devan berusaha tidak peduli ketika Aisha menangis. Kalung itu berharga, bagi Devan juga. Karena apa pun pemberian mamanya selalu dia hargai. Justru direbut oleh Juan.

Aisha masuk ke dalam rumah waktu Devan membuka sepatunya.

Waktu itu Aisha berusaha menyeka air matanya. “Mau sampai kapan dia ngerusuh seperti ini?”

Aisha buru-buru mengusap air matanya usai Devan berkata demikian. Muak melihat kelakuan dari pria itu yang banyak mau. Muak melihat Juan datang karena uang.

“Aku bingung harus bereaksi apa sama Ayahmu, Aisha,” Devan berujar dengan serius mengenai pria yang tidak pernah melakukan kebaikan kepada semua anaknya “Hendra butuh perhatian. Tapi selalu seperti ini.”

Juan memang sudah melanggar ketentuan di rumah ini juga. “Maaf, Mas.”

“Lain kali kalau dia ke sini. Kamu jangan buka gerbang. Karena nggak tahu kalau dia bisa lakukan tindakan kejahatan nanti.”

Aisha menganggukkan kepalanya.

Devan pamit untuk membersihkan tubuhnya karena pulang terlambat. “Oh ya, kamu udah masak?”

“Sudah, Mas.”

“Aku mandi bentar.”

Aisha mengiyakan. Tapi di kamar justru teringat dengan chat yang tadi diterimanya ketika berada di kantor. Mamanya meminta Devan menikah, tapi dengan Aisha. Karena jarangnya pertemuan antara Devan dengan orangtua. Sehingga Aisha dipercaya bisa mengurus Devan.

Tapi mana mungkin. Devan tidak percaya pada komitmen. Memang wanita yang hanya bisa dipercayainya hanyalah Aisha untuk sekarang.

Begitu usai mandi. Devan turun dari kamarnya. Melihat Aisha sedang ada di sofa ruang tengah. Wanita itu meskipun pembantu, tapi Devan memberikan leluasa kepada wanita ini. “Aisha."

Dia menghampiri wanita itu dan duduk di sebelah Aisha. Sementara wanita itu menoleh sesaat. “Ada apa, Mas?”

“Kerjaan kamu di kantor berat nggak?” Devan mengalihkan pembicaraan. Tidak mungkin menanyakan soal kesiapan Aisha untuk menikah.

Aisha tersenyum. “Nggak, Mas. Malah suka banget kok. Jadi bisa kasih Ibu lebih banyak lagi.”

“Hendra nggak usah kamu biayai, Aisha. Biar aku yang urus pendidikan dia. Fokus saja setor rumah kamu.”

Devan memberikan tawaran untuk menyekolahkan Hendra. “Dia sebentar lagi mau kuliah, Mas.”

“Maka dari itu. Kamu minta dia untuk kuliah. Tapi jangan sampai kos. Dia harus tetap nemenin Ibu kamu. Dia kuliah, terus beli apa aja nanti.”

“Hendra mau kuliah sambil kerja, Mas.”

“Jangan sambilan. Nanti pusing, kuliah aja belum tentu benar. Kamu jangan biarkan dia lakukan itu. Biaya kuliah itu nggak banyak.”

“Tapi tetap, Mas.”

“Tetap apanya?”

“Mahal.”

“Jangan pikirkan biaya. Asal kamu nggak keluar dari rumah ini. Aku tanggung.”

Devan serius untuk biayai Hendra kuliah. Apalagi di sini Aisha selalu diporotin oleh Juan. “Oh ya, soal kalung. Bagaimana?”

“Aku sudah bilang ke Ibunya Mas Devan barusan. Beliau bilang tidak apa-apa. Asalkan aku selamat.”

Baru kali ini ibunya tidak keberatan. “Oh ya, tadi Ibu juga bahas soal pernikahan buat Mas Devan.”

“Menikah, tapi nanti. Nggak tahu kapan. Belum kepikiran.”

“Biar bagaimanapun juga usia Mas Devan udah dewasa. Mapan, rumahnya besar, penghasilan tetap. Ibunya Mas Devan bahas anak juga.”

Devan menginginkan anak, tapi tidak percaya pada wanita lain. Setelah dikhianati, rasanya dunia Devan berhenti begitu saja. “Nanti, Aisha. Kalau aku sudah siap jadi seorang ayah.”

Devan mengambil makanan yang ada di tangan kiri Aisha tanpa izin.

Ucapan Aisha menganggung ketika dia ingin protes. “Aku masih belum siap menikah. Mungkin kalau sudah waktunya. Aku pasti punya istri dan anak.”

“Mas Devan padahal masih ganteng.”

Mereka terbiasa bicara santai. Tapi kata ‘saya’ yang biasa diucapkan oleh Aisha itu perlahan memudar.

“Aku ganteng, tapi dikhianati.”

“Kan emang ceweknya aja yang nggak bersyukur sama Mas Devan.”

Yakin memang kalau masih ada wanita baik di dunia ini. pasti ada yang lebih baik dari mantan kekasihnya. “Mas Devan dulu nggak kayak sekarang.”

“Maksud kamu?”

“Ya, Mas Devan kan dulu sibuk banget. Jadi mungkin emang cewek itu nggak mau sama cowok sibuk.”

“Aku sibuk karena masa depan kami. Tapi kalau emang dia nggak bisa sabar sama kesibukan aku. Terserah dia.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status