Alfi masih terdiam di kamarnya. Kartika dan Koji yang berdiri di luar kamarnya merasa enggan untuk mengetuk pintu kamar Alfi.
“Bagaimana ini?” Tanya Kartika bimbang.
“Dia sedang banyak pikiran. Sebaiknya kita beri dia waktu untuk sendirian.” Kata Koji.
“Aku tahu, tapi...”
“Apa?”
“Aku mengkahwatirkannya.”
Sementara itu di dalam kamar Alfi, Alfi sedang duduk di tepi kasurnya bersama Megumi. Alfi terlihat mur
Desa Tenganan sudah porak poranda, namun para penduduk desa masih selamat karena Darz, Harz dan Larz masih dapat bertahan menghadapi Franz.“Ayolah, menyerah saja. Kalian tahu kan kalian tidak akan pernah mampu melawanku.”Kata Franz dengan nada meremehkan.Darz, Harz dan Larz pun berdiri dengan tubuh mereka yang gemetaran
“Yang Mulia!”“Yang Mulia!”“Yang Mulia!”Alfi pun perlahan membuka matanya. Dia melihat Arz dan Barz yang terlihat cemas padanya.“Syukurlah anda baik-baik saja.”Arz merasa lega.“Apa aku masih tak sadarkan diri? Seingatku aku tadi dihajar oleh Kartika sampai tak sadarkan diri.”Kata Alfi mengelus kepalanya yang masih terasa pening.”Tunggu, di mana Varz?”Tanya Alfi.“Dia sek
“Sudah kubilang kan? Jangan memanggilku dengan nama itu!”Seru Varz melompat ke arah Franz.Ular itu pun mengeluarkan ular besar dari mulutnya. Ular itu melesat ke arah Varz dengan cepat sekali. Melihat itu, Varz segera menarik pedangnya dan menebas ular itu menjadi 2 bagaikan balok kayu yang dipotong rapi oleh mesin pemotong.Saat Varz sudah mencapai ujung ular itu, Franz tiba-tiba muncul dengan pedangnya siap menebas tubuh Varz. Varz pun segera menghembuskan angin dari mulutnya untuk memunculkan pedang anginnya untuk menahan serangan Franz. Pedang mereka berdua pun saling beradu sampai mereka berdua mendarat.“Tidak kusangka, kau berhasil menjinakan monster sialan itu.&rdqu
Arz membawaVincent dan Frans ke suatu rumah dekat rumah para tetua. Rumah itu hanyalah rumah panggung sederhana yang dihiasi dengan bunga-bunga di halamannya. Mereka bertiga pun menaiki tangga depan dan berhenti di depan pintu kayu yang besar itu. Pintu itu sangatlah besar dan terdapat ukiran 12 binatang yang mewakili keduabelas rasi bintang Tiongkok. Keduabelas binatang itu dibariskan dari bawah ke atas sesuai urutannya yaitu, babi, anjing, ayam, monyet, kambing, kuda, ular, naga, kelinci, harimau, kerbau, dan tikus.“Kak Arz, bukannya kita dilarang untuk memasuki rumah ini?”Tanya Vincent.“Memang, tapi sekarang sudah saatnya bagimu untuk masuk rumah ini.”Kata Arz.“Iya, Vincent, kamu adalah murid yang paling ahli dalam perang pandan kan? Karena itulah kamu diizinkan oleh para tetua untuk masuk rumah ini.”Kata Frans.“Sebentar, 12 binatang rasi bintang Tiongkok. Jangan-jangan!”
“Oi, apa kautidak merasa kau sudah kelewatan?”Tanya Alfi.“Apa? Kurasa akusudah menulisdengan benar selama ini.” Kataku santai.“Memang. Bobot cerita yang bagus dan konfliknya cukup rumit, tapi...”Ucap Alfi menghela nafasnya.”KENAPA KAU MALAH MENULIS CERITA SI VARZ SELAMA 3 BAB BERTURUT-TURUT, BRENGSEK!”Alfi memarahiku.“Sebelum aku menjawabnya, ada juga satu hal yang ingin kutanyakan padamu.” Ucapku menghela nafasku. “KENAPA KAU BERANI-BERANINYA MENYERETKU KESINI?! APA KAU TIDAK SADAR KALAU SEKARANG KAU SEDANG BERADA DI TENGAH-TENGAH PERTARUNGAN BESAR, HAH?!” Iya, si Alfi menarikku ke sini seenak jidatnya aja.“MEMANGNYA KENAPA?! APA KAU TAKUT TERKENA SERANGAN, OH WAHAI DESOPE YANG AGUNG?!”Anjrit, sindirannya lah.“BACOT! DENGAN ADANYA KAU MENYERETKU KESINI, CERITANYA MALAH JADI NGGAK JELAS, TAHU?!”
“2 lawan 1? Apa kalian tidak merasa malu melawanku dengan cara yang menyedihkan seperti ini?”Tanya Franz.“Hah? Kau takut?”Tanya Alfi.“Bacot!”Franz melesat ke arah Alfi siap menebasnya dengan pedangnya.Alfi dengan mudahnya menahannya dengan pedang bambunya.“Padahal ini hanya bambu, namun kenapa bisa sekeras ini?”Franz terlihat kesal.“Tingkat dua: BG.”Ucap Alfi melucuti pedang Franz dengan entengnya.Alfi membelah pedang itu menjadi 2 dan segera mengayunkannya secara horizontal dan vertikal pada Franz sampai Franz terdorong ke belakang.“A... Apa yang baru saja terjadi?!”Ucap Varz terbata-bata.“Tingkat dua: BG. Kekuatan satu pedang setara dengan 200 pedang. Pelidi adalah pedang bambu yang dapat memanipulasi kekuatannya dengan rumus yang sudah ditetapkan, namun ada syarat yang harus dipenuhi untuk menggunakannya,
Di Pantai Pandawa, si pria berjubah polkadot dengan warna dasar biru tengah duduk di atas sebuah batu karang bersama seseorang berjubah polkadot dengan warna dasar jingga.“Iya, saya mengerti. Tenang saja, semuanya berjalan sesuai rencana. Baik, terima kasih.”Si jubah biru itu terlihat sedang berkomunikasi dengan seseorang.“Sudah cukup banyak anggota kita gugur di sini. Tidak kusangka rupanya mereka sekuat itu.”Kata si jubah biru.”Bagaimana menurutmu?”Lanjutnya.Si jubah jingga hanya berdiam diri.“Apa kau yakin kau tidak perlu bantuanku untuk menghabisi mereka semua?”Tanya si jubah biru.Tiba-tiba beberapa batu karang melayang di udara dan hancur dalam sekejap mata.“Anda tidak perlu cemas. Akan saya musnahkan mereka semua.”Kata si jubah jingga.”Akan kuhancurkan mereka semua, terutama si Alfa sialan itu yang sudah merenggut nyawanya!
“Perkenalkan, nama saya Anggun. Mohon kerja samanya.”Ucap wanita itu tersenyum kepada Awan.Awan pun tersipu malu melihat wanita yang aduhai cantiknya ini. Tubuh yang ramping bagaikan biola, gaun merahnya yang elegan, rambut panjang hitamnya yang indah, dan pantat yang besar seakan-akan siapapun ingin menamparnya."Ca... Cantiknya... Apakah dia seorang bidadari? Ataukah seorang succubus?!"Awan masih tertegun oleh kecantikannya.“Halo? Apa kamu baik-baik saja?”Anggun mencoba untuk menyadarkan Awan dari lamunannya.“Oh, I... Iya, maaf. A... Anggun, kan?”Awan pun gelagapan.“Iya, mohon bantuannya, senior Awan.”Ucapnya malu-malu."Imutnya!!!!!!"Awan pun langsung mengeluarkan Iru jingga dari hidungnya (kita sebut saja "mimisan" ya?) dan pingsan.“Ah?! Senior Awan?!! Apa kamu baik-baik saja?! Apa yang harus kulakukan?!!!!”Anggun pun kebakar