Home / Urban / Dunia yang Sempurna / hukuman untuk penyusup

Share

hukuman untuk penyusup

Author: Laskar_pena
last update Last Updated: 2025-02-28 06:16:09

Malam semakin larut ketika mereka tiba kembali di markas Singa Emas. Tubuh Satrio yang tak sadarkan diri dilempar ke lantai beton dengan kasar oleh anak buah Alex. Darah masih mengalir dari pelipisnya, bercampur dengan debu dan kotoran di ruangan bawah tanah markas.

Alex duduk di kursinya, menyalakan cerutunya dengan tenang. Di sekelilingnya, anggota Singa Emas berdiri dalam diam, menunggu perintah dari pemimpin mereka.

Rangga berdiri di sisi Rio, masih merasakan adrenalin yang tersisa dari pertempuran tadi. Ia memperhatikan Alex yang tampak puas dengan kemenangan mereka.

* PENGHAKIMAN DI MARKAS

Satrio mulai sadar. Matanya bergerak liar, mencoba memahami situasinya. Ketika ia menyadari bahwa ia ada di markas Singa Emas, tubuhnya menegang.

"Alex…" suaranya serak. "Jangan lakukan ini. Aku hanya menjalankan perintah."

Alex menghembuskan asap cerutunya dengan santai. "Perintah? Dari siapa? Rudi Santoso?"

Satrio terdiam. Ia tahu tidak ada gunanya berbohong.

"Kau berani menyerang transaksi kami, mencoreng nama Singa Emas," lanjut Alex, suaranya tetap tenang tapi penuh ancaman. "Dan kau pikir aku akan membiarkan itu begitu saja?"

Satrio menggertakkan giginya. Ia tahu betul bahwa tidak ada ampun bagi mereka yang melawan Singa Emas.

Alex melirik ke arah anak buahnya. "Siapkan pisaunya."

Seorang pria bertubuh besar menyerahkan sebilah pisau panjang kepada Alex.

Satrio menelan ludah. "Alex… kita bisa berdamai. Aku bisa....."

"Cukup."

Dalam sekejap, Alex meraih tangan kanan Satrio dan menekan jari kelingkingnya ke lantai.

Satrio meronta, tapi dua anak buah Alex menahannya dengan kuat.

Alex menatapnya dingin. "Ini hadiah untuk pemimpinmu, sebagai peringatan agar tidak main-main dengan Singa Emas."

Tanpa ragu, ia mengayunkan pisau dan memotong jari kelingking satrio

CRACK!

Teriakan Satrio menggema di ruangan bawah tanah. Darah mengalir deras dari tempat di mana jari kelingkingnya dulu berada.

Rangga menahan napas. Ini pertama kalinya ia melihat hukuman sekejam ini secara langsung.

Rio, yang berdiri di sampingnya, berbisik, "Ini pelajaran, Rangga. Di dunia ini, kelemahan tidak punya tempat."

Alex memberikan potongan jari itu kepada salah satu anak buahnya. "Bungkus dan kirim ke markas Rajawali Hitam. Pastikan Rudi Santoso menerimanya sendiri."

Pria itu mengangguk dan segera pergi membawa 'hadiah' tersebut.

KEPUTUSAN RANGGA

Setelah semua selesai, Alex menatap Rangga. "Kau melakukan pekerjaan bagus malam ini."

Rangga hanya mengangguk. Dalam hatinya, ia masih mencerna semua yang baru saja terjadi.

Dunia yang ia masuki semakin gelap.

Dan ia mulai bertanya-tanya… Apakah aku benar-benar ingin menjadi bagian dari ini?

Setelah eksekusi brutal terhadap Satrio, suasana di markas Singa Emas kembali tenang, tapi tidak bagi Rangga. Ia masih terbayang bagaimana jari Satrio dipotong tanpa ragu.

Rio menepuk bahunya. "Jangan terlalu dipikirkan, bocah. Ini dunia kita sekarang."

Rangga hanya mengangguk, tapi dalam hatinya, ia mulai merasa ada sesuatu yang salah.

Tiba-tiba, salah satu anak buah Alex mendekatinya. "Bos ingin bicara denganmu. Sekarang."

Rangga menghela napas dan mengikuti pria itu menuju ruangan Alex di lantai atas markas.

* DI BALIK PINTU RUANGAN BOS

Ruangan Alex luas dan mewah, dengan lampu redup dan cerutu yang masih mengepul di asbak. Alex duduk di kursinya, menatap Rangga dengan ekspresi sulit ditebak.

"Duduk," perintahnya.

Rangga duduk di kursi di hadapan Alex.

"Aku tahu apa yang ada di kepalamu sekarang," kata Alex sambil menghembuskan asap cerutu. "Kau kaget, bukan? Dunia ini lebih keras dari yang kau bayangkan."

Rangga tidak menjawab.

Alex melanjutkan, "Dengar, Rangga. Aku paham kalau kau masih punya hati nurani. Tapi dunia tidak memberi tempat bagi orang yang terlalu banyak berpikir."

Ia bersandar, menatap pemuda itu dalam-dalam. "Aku suka kau, Rangga. Kau berbakat. Kau cepat belajar. Dan kau sudah menjadi bagian dari keluargaku."

Rangga menelan ludah. "Tapi… apa yang terjadi tadi… terlalu kejam."

Alex tersenyum tipis. "Kejam? Tidak, Rangga. Itu hukum di dunia kita. Jika kita lemah, kita akan diinjak. Jika kita tidak menakutkan, kita akan dihancurkan. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi."

Ia mencondongkan tubuhnya ke depan. "Dan kau juga tidak bisa."

Rangga mengernyit. "Maksudmu?"

Alex mengangkat alisnya. "Kau tahu aku sudah membawakan adik-adikmu ke kota. Lia dan Andi sekarang bersekolah, mendapat kehidupan yang lebih baik. Aku yang memastikan semua itu terjadi."

Nada suaranya berubah lebih dingin. "Tapi ingat satu hal, Rangga. Mereka hidup nyaman karena aku mengizinkannya."

Dada Rangga tiba-tiba terasa sesak.

"Aku ingin kau tetap di sini, bekerja untukku," lanjut Alex. "Menjadi bagian dari Singa Emas. Aku tidak ingin mendengar kata 'pengkhianatan' keluar dari mulutmu."

Mata Alex menajam. "Karena jika itu terjadi… dua adikmu akan menjadi anak yatim piatu untuk kedua kalinya."

Jantung Rangga berdegup kencang.

"Kau mengancamku?" suaranya nyaris berbisik.

Alex tersenyum tipis. "Aku hanya memberimu kenyataan. Kau sudah masuk ke dalam lingkaran ini, Rangga. Tidak ada jalan keluar."

Keheningan mengisi ruangan.

Rangga mengepalkan tangannya di atas pahanya. Ia ingin marah, ingin memberontak, tapi ia tahu—Alex tidak main-main.

Jika ia mencoba pergi, adik-adiknya akan menjadi korban.

Akhirnya, Rangga mengangguk pelan. "Aku mengerti."

Alex tersenyum puas. "Bagus. Aku tahu kau anak yang cerdas."

Ia berdiri, menepuk bahu Rangga sekali lagi. "Mulai besok, aku akan memberimu lebih banyak tugas. Kau akan belajar lebih dalam tentang dunia ini."

Rangga hanya diam.

Di dalam hatinya, ia tahu bahwa malam ini telah mengubah segalanya. Kini ia benar-benar terperangkap.

Pagi itu, setelah semalaman berpikir tentang pembicaraan dengan Alex, Rangga akhirnya berkesempatan mengunjungi Lia dan Andi. Ia tahu bahwa Alex memegang kendali penuh atas kehidupannya sekarang, dan itu membuatnya tercekik. Namun, ia harus memastikan adik-adiknya baik-baik saja.

Rangga tiba di sekolah tempat Lia dan Andi belajar. Ia melihat mereka dari kejauhan, duduk bersama teman-temannya. Senyum mereka terlihat tulus, seolah-olah mereka benar-benar menikmati kehidupan baru ini.

Ketika Lia melihatnya, wajahnya langsung berseri-seri. "Kak Rangga!" teriaknya sambil berlari ke arahnya, diikuti oleh Andi.

Rangga tersenyum dan merentangkan tangannya, membiarkan Lia memeluknya erat. "Bagaimana sekolahnya?" tanyanya.

"Seru, Kak! Aku dapat banyak teman baru," jawab Lia bersemangat.

Andi mengangguk. "Iya, Kak. Sekolah di sini jauh lebih bagus daripada di desa."

Rangga mengacak rambut adiknya. "Baguslah. Kalian harus belajar dengan rajin."

Namun, di dalam hatinya, ia merasa perih. Mereka tidak tahu bahwa kenyamanan yang mereka nikmati saat ini datang dengan harga yang sangat mahal.

Lia menatapnya curiga. "Kak Rangga baik-baik saja? Kakak kelihatan capek."

Rangga tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja. Kakak cuma sedikit sibuk."

Andi menatapnya tajam. "Kakak kerja apa sih sekarang?"

Pertanyaan itu membuat Rangga terdiam sejenak. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.

"Kakak kerja di tempat bos besar. Cukup berat, tapi kakak menikmatinya," jawabnya setengah bohong.

Lia tersenyum. "Yang penting kakak nggak lupa makan dan istirahat, ya!"

Rangga mengangguk. "Tentu. Kalian juga harus jaga diri. Kalau ada masalah, langsung hubungi kakak."

Setelah berbincang sebentar, Rangga berpamitan. Saat ia berjalan menjauh, hatinya terasa semakin berat.

* PERTEMUAN DENGAN KLIEN MISTERIUS

Begitu kembali ke rumah Alex, ia langsung disambut oleh salah satu anak buah bosnya.

"Bos sudah menunggu di garasi. Kau harus ikut dengannya menemui klien penting."

Rangga menghela napas dan segera menuju garasi.

Di sana, Alex sudah berdiri di samping mobil sport hitamnya. Ia mengenakan setelan mahal, terlihat seperti pengusaha sukses yang terhormat.

"Kau siap?" tanya Alex sambil menyalakan cerutunya.

Rangga mengangguk. "Siap, Bos."

Alex tersenyum tipis. "Bagus. Malam ini, kau akan melihat bagaimana bisnis sebenarnya dijalankan."

Tanpa banyak bicara, mereka masuk ke dalam mobil. Rangga tahu, apa pun yang terjadi malam ini, itu akan semakin menjerumuskannya ke dalam dunia yang tidak bisa ia tinggalkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dunia yang Sempurna    panggilan tugas

    Rangga menutup teleponnya, wajahnya langsung berubah serius. "Ada apa?" tanya Tasya, melihat perubahan ekspresi Rangga. Rangga berdiri dari kursinya, mengencangkan jaketnya dan menatap Tasya dengan dingin. "Aku harus kembali ke kota. Ini perintah langsung dari ayahmu." Tasya terdiam. "Lalu, bagaimana denganku?" "Kau tetap di sini. Aku sudah mengatur pengawalanmu. Tidak akan ada yang bisa menyentuhmu." Tasya mendengus, menatapnya dengan ekspresi tidak senang. "Jadi, kau pergi begitu saja? Tanpa penjelasan?" Rangga menghela napas. Ia tidak bisa menjelaskan lebih jauh, terutama tentang urusan bisnis kotor yang melibatkan ayah Tasya. "Ini urusan penting, Tasya." "Semuanya selalu penting bagimu, kecuali aku." Kata-kata Tasya membuat Rangga terdiam sesaat. Namun, ia tidak bisa terjebak dalam emosi ini. "Aku akan kembali setelah urusanku selesai," kata Rangga akhirnya. "Percayalah, kau tetap aman." Tanpa menunggu jawaban Tasya, Rangga berbalik dan melangkah pergi. Di dalam hati

  • Dunia yang Sempurna    benang merah antara geng

    Di sebuah rumah mewah di pinggiran kota, Beno duduk di sebuah ruangan ber-AC dengan aroma kopi yang masih mengepul. Di hadapannya, seorang pria berjas putih dengan tato burung gagak di lehernya menatap tajam. Pria itu adalah Bayu, pemimpin Geng Gagak Putih. Bayu melemparkan sebuah amplop tebal ke atas meja. "Kerja bagus, Beno. Klien kita puas." Beno mengambil amplop itu dengan tenang, tapi pikirannya masih waspada. Geng Gagak Putih berbeda dari geng lain. Mereka tidak memiliki banyak anggota, tapi uang mereka mengalir deras. Tidak seperti Singa Emas yang fokus pada perdagangan senjata dan bisnis ilegal lainnya, Gagak Putih adalah otak di balik peredaran narkoba kelas atas. Bayu mengisap cerutunya sebelum berkata, "Ada sesuatu yang ingin kubahas denganmu." Beno menaikkan alisnya. "Apa itu?" Bayu bersandar ke kursinya. "Kau masih sering berhubungan dengan Rangga, bukan?" Beno tersentak, tapi ia segera menyembunyikan ekspresi terkejutnya. "Tentu, dia teman lamaku." Bayu menye

  • Dunia yang Sempurna    bayang bayang di balik penelitian

    Setelah beberapa menit berjalan menjauh dari desa, Rangga membawa Tasya ke sebuah warung kecil di pinggir jalan. Ia memastikan tidak ada yang mengikuti mereka sebelum akhirnya berhenti dan menatap Tasya serius. "Apa yang sebenarnya terjadi, Rangga?" Tasya bertanya dengan kesal. Rangga menarik napas dalam. "Ada seseorang yang mengawasi kita. Aku tidak bisa membiarkanmu dalam bahaya." Tasya mengernyit. "Mengawasi kita? Tapi ini hanya penelitian biasa!" Rangga tidak menjawab. Naluri pengawalnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Tiba-tiba, suara dering ponsel berbunyi. Nomor tidak dikenal. Rangga segera mengangkatnya. "Rangga," suara berat di seberang terdengar. "Siapa ini?" "Aku Anton. Aku orang kepercayaan Tuan Alex yang ditugaskan mengawasi kalian di Bali." Mata Rangga menyipit. "Kenapa aku tidak diberitahu sebelumnya?" "Karena ini perintah langsung dari Tuan Alex," jawab Anton tenang. "Kau mungkin pengawal pribadi Tasya, tapi aku harus memastikan bahwa kau tidak mel

  • Dunia yang Sempurna    tugas ke Bali

    Pagi itu, Rangga baru saja selesai berolahraga di halaman belakang rumah Alex ketika Tasya tiba-tiba menghampirinya. "Rangga, aku ada sesuatu yang ingin kubicarakan," ujar Tasya sambil menyilangkan tangannya di dada. Rangga menghentikan gerakannya, mengusap keringat di lehernya dengan handuk kecil. "Apa itu, Nona?" Tasya mengerucutkan bibirnya, tampak tidak suka dipanggil begitu. "Jangan panggil aku Nona, itu terdengar kaku. Panggil saja Tasya." Rangga sedikit tersenyum. "Baiklah, Tasya. Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Tasya menarik napas dalam. "Tugas studiku." "Tugas studi?" "Ya. Untuk mata kuliahku, aku harus melakukan penelitian budaya langsung. Dan kali ini aku mendapat tugas ke Bali untuk mengamati keberagaman budaya di sana." Rangga mengangkat alis. "Bali?" Tasya mengangguk. "Ya. Dan ayah sudah menunjukmu sebagai pendampingku selama di sana." Rangga terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Alex akan mempercayakan tugas sebesar ini kepadanya. "Jadi... aku harus ikut d

  • Dunia yang Sempurna    wajah lain beno

    Di sudut lain kota, Beno duduk santai di sebuah rumah sederhana yang tampak kumuh. Matanya tajam, tak lagi terlihat seperti mahasiswa ceroboh dan periang seperti yang Rangga kenal. Di hadapannya, tiga pria dengan tatapan penuh hormat menunggu instruksi. Salah satu dari mereka menyerahkan sebuah tas hitam kepada Beno. “Semua barangnya sudah siap, Bos.” Beno membuka tas itu, mengecek bungkusan-bungkusan plastik kecil berisi serbuk putih. Ia menyentuhnya sedikit, lalu mengangguk puas. “Bagus.” Ia menutup tas itu dan menyerahkannya kepada pria di sampingnya. “Sebarkan sesuai rencana. Jangan tinggalkan jejak.” Pria itu mengangguk cepat. “Siap, Bos.” Beno menghela napas, lalu bersandar di kursinya. Siapa sangka, mahasiswa yang selama ini dianggap culun itu justru menjadi bagian dari jaringan peredaran narkoba di kota ini? Seorang pria lain, yang tampaknya lebih senior, mendekat dan berbicara dengan suara pelan. “Bagaimana dengan Rangga? Apa dia masih mencurigai sesuatu?” Beno menye

  • Dunia yang Sempurna    kedatangan tuan putri

    Sebuah mobil mewah meluncur memasuki halaman luas rumah Tuan Alex. Malam itu, suasana terasa lebih hidup dari biasanya. Para penjaga berdiri lebih waspada, sementara Sari tampak sibuk mengatur sesuatu di dalam rumah. Di teras, Alex berdiri dengan kedua tangan di belakang punggungnya, menunggu dengan ekspresi datar seperti biasa. Namun, jika diperhatikan lebih saksama, ada sedikit perubahan dalam sorot matanya. Rangga, yang baru saja kembali dari tugas bersama Rio, berdiri tak jauh dari sana. Ia melihat bagaimana pria itu, yang biasanya dingin dan tanpa ekspresi, kini tampak sedikit lebih… manusiawi. Pintu mobil terbuka, dan seorang wanita muda melangkah keluar dengan anggun. Tasya, putri semata wayang Alex dan Sari, akhirnya pulang setelah sekian lama berkuliah di luar negeri. Rambut panjangnya tergerai, matanya tajam seperti ayahnya, tetapi ada kelembutan di sana, warisan dari ibunya. Ia mengenakan setelan kasual yang tetap terlihat berkelas, dengan tas selempang kecil menggantun

  • Dunia yang Sempurna    wajah yang sebenarnya

    Di sudut sebuah kampung di tengah kota, suasana malam terasa tenang. Lampu-lampu jalanan redup, hanya menyisakan remang-remang di gang sempit yang dipenuhi tembok dengan coretan liar. Seorang pria berjaket hitam, dengan topi menutupi sebagian wajahnya, berdiri di sudut gang. Tangannya bermain-main dengan sebuah bungkus kecil berisi bubuk putih. Dari kejauhan, seorang pemuda berkacamata dengan jaket hoodie mendekat dengan langkah santai. "Kau tepat waktu," suara pria berjaket hitam terdengar dalam nada rendah. Pemuda berkacamata itu menyeringai. "Kau pikir aku mahasiswa yang suka telat?" Pria itu terdiam, lalu menyerahkan bungkusan kecil. "Barangnya murni, tidak ada campuran. Seperti biasa, bayar di muka." Pemuda berkacamata itu mengeluarkan sejumlah uang tunai dari sakunya dan menyerahkannya. Setelah memastikan uangnya sesuai, pria berjaket hitam mengangguk. "Bagus. Kau selalu jadi pelanggan yang rapi." Pemuda berkacamata itu tersenyum kecil, lalu menyimpan bungkusan kecil itu

  • Dunia yang Sempurna    kekuatan dan pengkhianatan

    Empat bulan telah berlalu sejak Rangga pertama kali menginjakkan kaki di dunia kejahatan ini. Kini, ia bukan lagi anak desa yang kebingungan di kota besar—ia telah menjadi ketua kelompok di bawah komando Tuan Alex, berdampingan dengan Rio.Semua tugas yang diberikan kepadanya selalu diselesaikan dengan sempurna. Entah itu pengiriman senjata, transaksi narkoba, atau menyingkirkan musuh, Rangga selalu memastikan bahwa tidak ada kesalahan yang dibuat.Namun, semakin tinggi posisinya, semakin besar pula ancaman yang datang.MISI DI PERBATASAN KOTAMalam itu, Rangga dan Rio memimpin kelompoknya untuk mengamankan pengiriman senjata ke luar kota. Mereka bertemu dengan pemasok di sebuah gudang tua di pinggiran kota.Semua berjalan lancar—koper berisi uang telah diserahkan, dan peti-peti senjata mulai dipindahkan ke truk.Namun, sesuatu terasa janggal.Rio, yang berdiri di sampingnya, berbisik, "Ada yang tidak beres. Aku merasa kita diawasi."Rangga mengamati sekeliling dengan tatapan tajam. S

  • Dunia yang Sempurna    langkah semakin dalam

    Pagi itu, Rangga bangun lebih awal dari biasanya. Meski tubuhnya masih terasa nyeri akibat pertarungan semalam, ia memaksakan diri untuk bangkit dan bersiap.Saat ia turun ke ruang makan, suasana rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya ada beberapa pelayan yang berlalu lalang, sementara Alex belum terlihat.Namun, Sari sudah duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya. Saat melihat Rangga, ia tersenyum tipis."Bagaimana lukamu?" tanyanya."Sudah lebih baik, Bu.. maksud saya, Sari," jawab Rangga dengan sedikit canggung.Sari mengangguk dan mendorong satu piring roti panggang ke arahnya. "Makanlah. Kau akan butuh energi untuk hari ini."Rangga tak menolak. Ia duduk dan mulai makan dalam diam, merasa bahwa Sari ingin mengatakan sesuatu.Benar saja, setelah beberapa saat, wanita itu membuka suara. "Aku tidak tahu apakah aku seharusnya mengatakan ini… tapi kau mengingatkanku pada anakku."Rangga terkejut. "Anakmu?"Sari mengangguk, matanya menerawang. "Ya. Dia seumuran den

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status