Dunia yang Sempurna

Dunia yang Sempurna

last updateLast Updated : 2025-02-28
By:  Laskar_pena Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
18Chapters
4views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

kita awali dengan Rangga pemuda desa yang ingin pergi merantau ke kota demi kedua adiknya yang sedang bersekolah, dia di kota bertemu dengan temannya yaitu Beno teman semasa sekolahnya dulu yang kini berkuliah di salah satu universitas populer

View More

Chapter 1

langkah pertama di kota

Kereta yang membawa Rangga dari desa berhenti dengan suara gemuruh di stasiun kota. Kepulan asap samar dari gerbong tua berbaur dengan hiruk-pikuk manusia yang bergegas turun, seakan waktu berjalan lebih cepat di tempat ini. Rangga berdiri di dekat pintu, menatap kerumunan dengan mata penuh kebingungan.

Stasiun kota jauh lebih ramai dan sibuk daripada yang pernah ia bayangkan. Orang-orang berlalu-lalang dengan wajah-wajah sibuk, suara pengumuman terdengar menggema, sementara deretan pedagang kaki lima menjajakan dagangan di lorong-lorong sempit. Tas ransel lusuhnya terasa berat di punggung, bukan karena isinya, tetapi karena beban perasaan yang ia bawa.

Ia menghela napas panjang. “Jadi ini kota…” gumamnya pelan.

Baru saja ia hendak melangkah, seseorang menepuk bahunya dari belakang.

“Rangga?”

Rangga menoleh dan mendapati sosok yang tak asing. Beno, teman lamanya dari Bojongbata. Beno tersenyum lebar, masih dengan gaya khasnya yang ceria.

“Gila! Beneran lo, Rangga? Udah lama banget, bro!” seru Beno sambil menepuk bahu Rangga keras.

Wajah Rangga yang tadi penuh kebingungan perlahan berubah lega.

“Beno… Ya Allah, gue kira bakal nyasar seharian di sini.”

Beno tertawa, lalu merangkulnya erat.

“Tenang, bro. Lo sekarang di tangan yang tepat. Ayo, gue ajak ke tempat gue dulu. Ntar kita ngobrol banyak.”

Dengan langkah yang lebih ringan, Rangga mengikuti Beno keluar dari stasiun. Kota yang tadi tampak menakutkan kini terasa sedikit lebih ramah.

Beno membawa Rangga melewati jalanan kota yang sibuk. Mobil dan motor berlalu-lalang tanpa henti, suara klakson bersahutan, dan udara penuh dengan bau asap kendaraan. Rangga merasa asing dengan semua ini, tetapi kehadiran Beno sedikit mengurangi kegelisahannya.

“Gue sekarang ngekos di belakang kampus. Tempatnya nggak gede, tapi cukup lah buat numpang istirahat,” kata Beno sambil berjalan cepat.

Rangga mengangguk, menyesuaikan langkahnya. Sepanjang jalan, ia melihat deretan gedung tinggi menjulang, warung-warung makan dengan lampu neon berkedip, dan orang-orang dengan gaya berpakaian yang berbeda dari di kampung. Semua terasa baru.

Setelah berjalan sekitar lima belas menit, mereka tiba di sebuah gang sempit. Kos Beno terletak di ujung gang, bangunan tua dengan pintu kayu yang sedikit mengelupas.

“Masuk aja, anggap rumah sendiri,” ujar Beno sambil membuka pintu.

Di dalam, ruangan itu kecil, hanya ada satu kasur tipis di lantai, meja kecil dengan tumpukan buku dan beberapa gelas kosong. Rangga duduk di kasur, melepas ranselnya.

“Jadi, lo ke kota buat apa, Ga?” tanya Beno sambil menuangkan air minum ke gelas.

Rangga menarik napas dalam. “Gue mau cari kerja. Di desa nggak banyak pilihan, gue pengen nyoba peruntungan di sini.”

Beno mengangguk. “Bagus, bro. Kota ini keras, tapi kalau lo niat, pasti bisa bertahan.”

Malam itu, mereka mengobrol panjang tentang masa lalu, kehidupan di kota, dan rencana Rangga ke depan. Di luar, suara kendaraan masih terdengar, tetapi di dalam ruangan kecil itu, Rangga merasa sedikit lebih tenang.

Keesokan paginya, Beno mengajak Rangga berkeliling mencari pekerjaan. Mereka mendatangi beberapa toko dan rumah makan, tetapi jawaban yang mereka dapat hampir sama “Maaf, belum ada lowongan.”

Di sebuah kafe kecil, pemiliknya menatap Rangga dari ujung kepala hingga kaki.

“Pernah kerja di tempat kayak gini?” tanyanya.

Rangga menggeleng. “Belum, Pak, tapi saya siap belajar.”

Pemilik kafe menghela napas. “Kami butuh yang pengalaman. Maaf, ya.”

Mereka keluar dari kafe dengan perasaan sedikit kecewa.

“Sabar, Ga. Nggak ada yang gampang di awal,” kata Beno menyemangati.

Hari itu mereka terus mencari, hingga akhirnya matahari mulai condong ke barat. Rangga merasa lelah, tetapi ia tahu ini baru permulaan.

Di persimpangan jalan, saat mereka hendak pulang, mata Rangga tertuju pada seorang gadis yang berdiri di depan toko bunga. Rambutnya panjang, tubuhnya mungil, dan wajahnya terlihat begitu lembut di bawah cahaya senja.

Tanpa sadar, Rangga terpaku.

Beno mengikuti arah pandangannya lalu tertawa kecil. “Udah nemu alasan buat betah di kota?” candanya.

Rangga hanya tersenyum tipis.

Hari itu mungkin sulit, tapi di balik semua kesulitan, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Dan mungkin, kota ini menyimpan lebih banyak kejutan daripada yang ia duga.

Malam itu, setelah seharian berkeliling mencari pekerjaan, Rangga duduk termenung di depan kos Beno. Jalanan sudah mulai sepi, hanya suara kendaraan yang sesekali melintas. Ia menatap langit kota yang berbeda jauh dari langit di desanya. Di sini, bintang-bintang sulit terlihat, tertutup cahaya lampu yang tak pernah padam.

Beno keluar membawa dua gelas kopi instan. "Lo kelihatan capek banget, Ga," katanya sambil menyerahkan satu gelas ke Rangga.

Rangga menerima kopi itu dengan senyum tipis. "Ya, capek pasti, tapi gue harus nemu kerja di sini, Ben. Gue nggak bisa pulang dengan tangan kosong."

Beno menyesap kopinya pelan. "Lo bener-bener niat banget ninggalin kampung."

Rangga menghela napas, menatap gelas di tangannya. "Gue nggak punya pilihan. Orang tua gue udah lama nggak ada. Kalau gue tetap di rumah tanpa penghasilan, adik-adik gue nggak akan bisa sekolah. Mereka butuh masa depan, Ben, dan gue satu-satunya yang bisa bantu mereka."

Beno terdiam sejenak, lalu menepuk bahu Rangga. "Lo kakak yang hebat, Ga. Gue yakin lo bakal nemu jalan."

Rangga tersenyum samar, tapi di dalam hatinya, ia tahu ini bukan soal hebat atau tidak. Ini soal tanggung jawab, soal memastikan bahwa adik-adiknya tidak mengalami hidup yang sama beratnya seperti dirinya.

Ia menatap jalanan kota yang masih terang, meski malam semakin larut.

"Besok, gue coba lagi," katanya mantap.

Beno tersenyum. "Dan gue bakal temenin lo."

Di dalam hatinya, Rangga berjanji bagaimanapun sulitnya, ia akan menemukan jalan di kota ini. Demi keluarganya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
18 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status