Share

•05•

Bel istirahat berbunyi lima belas menit yang lalu. Naya dan teman-temannya sedang berada di kantin dan melakukan makan siang mereka.

Kelihatannya Naya masih marah atas kejadian semalam. Tapi, Gavin bisa apa? Sepertinya Naya sedang datang tamu.

"Nay, lo kenapa deh. Diem-diem bae," ucap Darrel.

"Lagi ngambek dia sama si Gavin," sahut Kevan.

Gea menoleh ke arah Kevan. "Lah, emang kalian pacaran?" tanya Gea yang melirik ke arah Naya dan Gavin secara bergantian.

"Enggak lah," sergah Naya.

"Lah emang kudu orang pacaran aja yang ngambekkan?" sahut Darrel, yang sahabatan juga bisa saja toh marah-marahan, ya kan?

Naya sedang badmood, dia tidak mau jika harus marah-marah gak jelas. Apalagi di kantin yang se-ramai ini. Bukan malu, hanya jaga attitude saja. Walau kenyataannya sekolah ini milik orang tuanya.

Dia beranjak dan melenggang dari kantin, semua terkejut. Tapi, pandangan Gavin turun ke noda di rok milik Naya, yang kebetulan dia duduk di depan Naya.

Dengan segera, dia mengejar Naya. Tanpa menghiraukan teriakan teman-temannya. Dan beruntung, kali ini Gavin memakai hoodie yang semalam dipakai.

Gavin mendekat kearah Naya, dia berdiri dibelakang gadis itu. Membuatnya terkejut bukan main.

"Eh! Apa sih mepet-mepet! Jalanan masih luas!" pekik Naya. Dia kesal setengah mati hari ini.

Kenapa semua orang sangat menyebalkan hari ini?

Gavin berdecak ketika Naya terus meronta. "Lo mau nodanya keliatan orang lain?"

"Maksud lo apa?"

"Lo ... itu?"

"Apa sih!"

"Lo pms kan?"

"Hm."

"Itu ..."

Naya yang mengerti pun langsung melihat ke arah roknya. Oh No!

Gavin membuka hoodie miliknya, lalu bergerak melingkarkannya dipinggang Naya.

Dengan jarak sedekat ini, Naya dapat melihat wajah tampan Gavin. Dia baru sadar akan hal itu.

"Udah kali liatnya, ntar suka lagi." Gavin terkekeh pelan.

Naya salah tingkah. Dia menghindari kontak mata dengan Gavin. Ia terlalu malu. "In your dreams," desisnya. Lalu hendak beranjak. Namun, pergelangan tangannya dicekal oleh Gavin.

"Maaf soal semalam, gue becanda. Dan gue gak tau kalo lo lagi itu. Sorry, ya?" ucapnya tulus.

Naya hampir terenyah. Tapi, tak apalah. Yang nyiptainnya aja maha pemaaf, masa ciptaannya enggak.

"Hm."

Air muka Gavin berbinar, "Serius nih?" tanyanya meminta kepastian.

"Iya."

Gavin menggenggam tangan Naya lembut. "Yuk," ajaknya.

"Eh, kemana?" Enak saja main pegang-pegang tangan orang.

"Sebagai perminta maaf'an gue. Gue mau beliin semua barang yang lo butuhin saat ini. Atau, mau pulang?"

"Gue bisa sendiri. Dan, gak perlu pulang."

"Gue nggak nerima penolakkan."

***

"Lo sih, Rel. Singa betina ngambekkan?" ujar Kevan saat melihat Naya pergi begitu saja.

"Itu juga si Gavin ngapain ngejar tuh orang," sahut Darrel.

"Ih, berani ngomonginnya dibelakang. Banci," ledek Gea.

Darrel mendelik. "Diem lo, bocah."

"Sembarangan!" Gea menggeplak punggung Darrel keras sampai bunyi, sukses membuat Darrel terpekik keras.

"Udah anjir. Kita cari aja mereka, bentar lagi bel," lerai Kevan.

Mereka bertiga mulai mencari ke taman belakang sekolah. Mereka pikir, Naya dan Gavin pacaran?!

Tidak ada. Lalu ke perpustakaan. Sampai akhirnya Gea bersuara. "Toilet cewek."

"Ngapain?" ujar Kevan tak santai.

"Ikut aja."

***

"Astaga, lo ngapain masih disini?" seru Naya. Bagaimana tidak kaget, dia keluar dari toilet cewek, Gavin masih ada ditempatnya.

"Nungguin lo."

"Kan gue udah bilang, duluan."

"Gak papa," ujar Gavin lembut, lalu tangannya terangkat mengacak puncak kepala Naya.

"Ish! Berantakan!"

Kevan melihat interaksi keduanya dari jauh bersama Darrel dan Gea. Gavin yang terlihat senyum dan Naya yang cemberut.

Mereka menghampiri Naya dan Gavin dengan tersenyum miring.

"Heh! Pacaran kok di toilet, di taman lah. Biar romantis," ujar Darrel.

"Apa? Iri bilang bos," balas Gavin, kakinya menendang kaki Darrel menandakkan ia sangat mengganggu.

"Lo berdua ngapain sih berduaan di toilet. Gue khawatir tadi kalo sampe Adek gue kenapa-kenapa," cerocos Kevan.

"Dia—"

"Udah jangan bahas. Bel lima menit lagi," ujar Naya melerai. Kemudian dia melenggang begitu saja meninggalkan mereka.

"Lah, gue ditinggalin," ujar Gea dramatis.

"Kan ada gue," sahut Kevan sambil menaik-nurunkan alisnya. Menggoda.

"Ganggu lo semua," gumam Gavin. Tetapi, masih terdengar oleh ketinganya. Kemudiam dia juga beranjak dari mereka.

"HEH UDIN! ADEK GUE ITU, WOY!" Teriak Kevan. Namun, tak ada balasan dari Gavin.

"Wah, songong dia, Rel."

"Lo napa sih, Naya gak papa juga."

"Tau ah."

***

Sepulang sekolah, Naya mengurung diri di kamarnya. Perut dan pinggangnya terasa sakit. Akibat pms, pasti.

Tok Tok Tok

Naya berdecak, lagi sakit juga masih aja ada yang mengganggunya.

"Gak dikunci," ucapnya pelan.

Pintu terbuka, menampilkan wanita paruh baya. Lalu wanita itu mendekat ke arah putrinya.

"Kamu kenapa, sayang?" tanya Jessie ketika melihat Naya memengangi perutnya dan meringis kecil.

"Biasa, Ma."

"Mama ngapain ke kamar Nay?" lanjutnya.

"Oh itu, katanya dari sepulang sekolah kamu belum makan. Yaudah Mama kesini takut kamu kenapa-napa," ujar Mamanya. Naya mengangguk saja untuk menjawabnya.

"Mama keluar dulu ya sayang," pamitnya. Lalu Mamanya mencium kening Naya. 

Hangat. Itulah yang Naya rasakan. Dia bersyukur memiliki keluarga yang harmonis. Jauh dari kata pertengkaran. 

Sedangkan dibawah. Bel rumahnya berbunyi pertanda ada tamu. Perlahan Jessie membukakan pintunya. Terpampanglah seorang Gavin, dengan jaket warna hitamnya.

"Eh, nak Gavin. Mau ketemu siapa?" sapa Mama Naya.

Lalu Gavin mencium punggung tangan Mama Naya. "Mau ketemu Nay, tante. Soal semalam Gavin bercanda tan." Gavin terkekeh.

Mama Naya ikutan terkekeh. "Beneran juga nggak papa. Soalnya tante liat, kamu anak baik-baik kok," ucapnya tulus.

"Yasudah, kamu ke kamar nya aja. Dan juga tolong ya, bujuk dia supaya makan. Jangan macam-macam" lanjutnya.

"Siap tan."

***

Selang Mamanya keluar, pintu kamar terketuk lagi. Naya berdecak kesal.

"Buka aja," titahnya.

Lalu pintu terbuka, sosok Gavin berdiri tegap. "Hai," sapanya.

"Ngapain lo?" Naya jadi takut sendiri.

Gavin mendekat ke arah Naya yang sedang duduk dikasur empuknya. Dan ikutan duduk dihadapan Naya. Setelah menyamankan duduknya, Gavin kembali menatap Naya yang sedang was-was dan memundurkan tubuhnya.

"Jangan macem-macem ya, lo!"

Gavin tertawa ringan. "Satu macem berati boleh?" ujarnya yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari Naya.

"Becanda. Nih, kata Mama lo makan. Katanya belum makan dari tadi." Gavin menyerahkan piring berisi nasi dan lauknya kepada Naya, namun gadis itu malah menggeleng.

"Gak mood." Naya tak menatap piring itu, wajahnya ia palingkan ke arah lain, menatap ke arah jendela.

"Ini juga, nih, sebelum gue kesini gue beli cemilan, ada kiranti juga," ujar Gavin sambil memberikan sekantong plastik yang lumayan besar. Dan isinya juga banyak.

"Kok lo tau?"

"Gue browsing dulu tadi," jawabnya sambil cengengesan.

"Kalo gak makan nasi, ngemil aja. Kasian," lanjutnya.

"Kasian?" Naya membeo.

"Kasian perut lo kalo nggak diisi, kan lo punya maag."

***

any feedback to appreciate me, thanks for reading this❤️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status