Share

Bimbingan

"Baiklah. Kalau begitu, saya akan membiarkan kalian selama satu jam berada di ruangan ini. Mulailah berkomunikasi dan saling mengenal."

Aku benar-benar tidak pandai berkomunikasi dengan seorang perempuan yang baru saja kutemui. Namun, sepertinya ini harus dilakukan sesuai arahan Elaine. Seperti yang kalian ketahui, ini merupakan pekerjaan baruku. Apa pun risikonya, aku harus mendapatkan uang untuk sekadar menyambung hidup.

Setelah Elaine keluar meninggalkanku dan Siska yang masih dalam mode tanpa sehelai benang pun menempel di tubuh, kupersiapkan diri mengatakan sepatah atau dua patah kata.

"Jadi, apa kita akan melakukannya sekarang?" tanya Siska mendahului.

Aku masih saja merasa sungkan melihat dirinya. Yang benar saja! Kepalaku sudah akan meledak karena suhu panas yang semakin tinggi.

"Adrian, lihat gue, dong!" Dua tangan wanita berhidung lancip itu meraih kepalaku dan memutarnya 180 derajat ke kanan hingga lagi-lagi bagian menonjol itu terlihat dengan dua bola kecil sebagai penghiasnya yang agak kemerahan.

Saliva begitu sulit kutelan. Hasrat itu kembali membludak dan aku sangat ingin melakukannya, jika memungkinkan. Walaupun sangat yakin Siska tidak akan menolak sentuhan kecil maupun besar yang kulakukan pada tubuhnya, rasa malu itu tetap ada. Hanya saja, kali ini telah berkurang perlahan-lahan.

Jika aku telah dibutakan nafsu, maka berakhirlah sudah. Aku sepenuhnya akan tenggelam ke dunia gelap tersebut.

Tanpa menunggu jawaban dariku, Siska dengan lugas menempelkan bibirnya ke bibirku. Sama sekali aku tidak memiliki persiapan apa pun. Namun, secara kontan hasrat di dalam diriku merespons dan menyerangnya balik. Ya, aku bermain-main dengan nafsu kami berdua. Kini, beradu di atas api yang suhunya telah semakin meningkat.

Tidak peduli apa pun. Bahkan tanganku tak lagi mengikuti kehendak hati yang menjerit meminta aktivitas menjijikkan itu dihentikan, bergerak sangat cepat dan meraih apa yang seharusnya diraih.

Hal yang sangat klise, tetapi ini menjadi impian sebagian lelaki, setidaknya bisa merasakan kehangatan dari seorang gadis baru tanpa berusaha lebih banyak mendapatkan perhatian. Inilah kehidupan paling ideal bagi seseorang yang sangat imajinatif sambil menjongkok di kamar mandi.

Mata Siska telah berubah sayu dan napasnya kini semakin menderu hebat. Ah, aku sangat yakin dia tidak akan membiarkanku menghentikan semua ini. Aku telah terjebak dan tidak dapat keluar dari sebuah kubus yang paradoks.

Salivanya yang sesekali menitik menjadi daya tarik yang demikian membuatku tidak ingin menyia-nyiakan waktu satu jam yang diberikan Elaine.

"Adrian. Ayo, kita lakukan. Ini juga pertama kalinya bagi gue," ucap Siska dengan napas agak tersendat. Ya, kutahu ia telah tak bisa menahan hasrat yang membludak.

Aku pun begitu hingga akhirnya mendorong tubuh gadis tersebut hingga menggelepar di sofa. Lengan sofa menjadi bantal yang mengganjal kepalanya dan saat ini dia tengah menatap mataku dengan lamat.

"Lo sangat, sangat menggairahkan gue, Adrian. Tubuh lo yang sangat proporsional itu. Biarkan gue memilikinya sejenak. Lo milik gue sejam kedepan."

"Jangan banyak bicara dan biarkan gue melakukan apa pun dengan tubuh lo!"

"Silahkan! Lakukan, Adrian. Gue rela dan lo harus memberikan gue kepuasan. Berikan elusan apa pun untuk gue."

Seperti yang gadis itu minta, aku telah dirasuki iblis bernafsu dan berubah menjadi begitu ganas. Lehernya yang jenjang kuraih hingga ... entahlah. Semua berlalu begitu cepat dan melelahkan.

Walau begitu, aku belum melakukan apa pun pada keintimannya. Elaine membuka pintu ruangan dan membuatku agak ragu melanjutkan.

"Hentikan, Adrian!" Wanita itu menarik tubuhku yang hampir saja pasrah dikendalikan hasrat. "Saya tidak meminta kalian melakukannya sekarang. Apa kalian tidak mendengar yang saya katakan? Kalian hanya perlu berkomunikasi dan melakukan aktivitas-aktivitas ringan. Bukan seperti ini."

Sifat bejatku telah berhasil menguasai hati yang menghitam. Benar kata Elaine, bahwa dia tak meminta kami melakukan hal di luar batas dan mengotori ruang kerjanya.

Segera kulepaskan Siska dari cengkeraman dan menjauh darinya. Segera kukenakan celana yang baru saja kulucuti.

"Adrian. Sepertinya kamu belum paham. Kalian itu akan memainkan sebuah film yang skenarionya sudah diatur. Kalian akan bermain sebagai pemula yang sama sekali tidak mengetahui apa pun soal dunia seperti ini.

Kami membutuhkan kealamian peran kalian. Tapi, kalau kalian melakukannya sekarang, itu akan merusak semuanya. Apakah sudah jelas sampai di sini?!" tegas Elaine dengan kerutan di dahi yang menandakan ada sebuah kekecewaan di dirinya.

Siska beranjak bangkit, mengenakan pakaiannya satu per satu. "Maaf, ini salah gue. Gue yang udah memancing Adrian buat ngelakuinnya."

"Ya, gue paham. Gue akan menahannya sampai hari itu tiba."

Elaine membungkuk, menyejajarkan kepalanya denganku. "Kalau kamu ingin, saya bisa membantumu melakukannya. Tidak dengan Siska karena itu akan merusak skenario yang sudah ada."

Untuk kesekian kalinya, aku mendapatkan elusan kecil dari tangan Elaine. Walau begitu, kini aku berusaha menahannya dan mengalihkan pandangan dari tatapan tajam sang wanita.

"Nggak, makasih. Gue udah nggak nafsu!"

"Okay! Kalau begitu, malam ini sudah cukup." Elaine bergantian menatap Siska. "Kamu pulanglah istirahat. Besok kita lanjutkan lagi. Saya akan menghubungimu jika semuanya sudah siap."

Siska mengangguk pelan, kemudian menatapku sejenak. "Sampai besok, ya, Adrian. Kita lanjutkan besok. Untuk sementara, kamu boleh melakukannya sendirian."

Ah, sepertinya dia sedang mengejekku. Sialan! Ya, aku memang sering melakukannya sendiri setelah kepergian Nindya dari hidupku. Perempuan sialan! Dia membuatku frustrasi. Menambah masalah saja.

"Jadi, gimana sekarang? Apa gue juga harus pulang?"

"Tidak. Kamu masih butuh bimbingan lebih banyak daripada Siska. Kamu baru di sini, sedangkan Siska, saya sudah berbicara banyak hal dengannya."

Elaine bergerak melangkah ke sebuah lorong di ruangan itu. Dari awal aku juga sudah penasaran, ke mana lorong itu akan membawa seseorang jika memasukinya?

Sambil memutar kenop pintu di ujung lorong, Elaine berkata, "Ayo, masuk. Kamu perlu diberikan edukasi yang mendalam."

"Memangnya itu butuh pendidikan? Yang benar aja! Gue nggak punya waktu untuk sekolah."

Mungkin kekecewaan masih menyelimuti diriku yang tidak bisa melakukannya dengan Siska, sehingga itulah suasana hatiku benar-benar tidak baik. Aku selalu bersikap dingin dan menjawab sekenanya jika diajak berbicara oleh Elaine.

"Dasar bodoh! Kamu pikir untuk apa film-film itu kami produksi kalau bukan untuk memberikan edukasi? Jangan terlalu menganggap negatif, tapi cobalah berpikir positif apa yang bisa kamu berikan pada orang lain.

Kamu tidak tahu, kan, kalau di luar sana banyak orang yang tidak puas dengan pasangannya sendiri?"

"Omong kosong!" umpatku sambil mengalihkan pandangan. Meskipun pada akhirnya aku tidak mungkin menolak perintah wanita tersebut. "Semua hanya demi duit. Siapa yang peduli dengan edukasi?"

Elaine seketika menarik kausku dan melangkah masuk ke ruangan yang lampunya remang-remang. Ada ranjang yang berukuran cukup besar dan dia mendorongku hingga terempas.

Tak pernah kusangka akan melihat kulit yang masih segar itu mengetahui Elaine tidak lagi muda. Dia tak ada bedanya dengan perempuan yang berusia 20 tahun ke atas, masih tetap memesona dan pastinya memicu gairah yang sebelumnya telah padam.

"Sebaiknya kamu bersiap-siap, Adrian! Karena saya akan memberikanmu pendidikan khusus!"

-II-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status