เข้าสู่ระบบ
“Bos, kami sudah membawa pelayan itu di depan!”
Seorang laki-laki yang sedang duduk di sebuah sofa dengan nyaman sambil menghisap rokok premium pun menyeringai, “Bawa tikus got itu masuk!”
“Baik, Bos.”
Hanya dalam enam detik, seseorang yang tadi diberikan perintah berjalan masuk kembali.
Namun, kali ini dia tidak sendirian. Tapi, ada seorang pria lain dengan seragam hitam yang sama seperti dirinya ikut bersama dengannya untuk membantunya menyeret seorang pria lain.
Tangan pria itu diikat dengan kuat, sedang matanya ditutup dengan kain hitam pekat. Dia pun dipaksa duduk di lantai, tepat di depan seorang pria dengan ekspresi wajah sedingin es.
Pria yang terikat itu meronta, berusaha melepaskan diri. Sayangnya, usahanya hanya berakhir dengan kegagalan. Tubuhnya yang kurus tidak mampu melawan dua orang yang memegangnya dan menekannya dengan kuat agar tidak bisa bergerak.
Pada akhirnya dia terpaksa membuang keinginannya untuk membebaskan diri dan diam dengan putus asa.
Siapa orang-orang ini? Mengapa menculikku? Apa aku telah menyinggung seseorang? pikir pria yang memakai kemeja putih tapi telah ternoda di banyak bagian.
Sementara itu, pria dingin yang dipanggil “Bos” itu mengamati pria terikat dengan seksama sebelum akhirnya mendengus kesal, “Benar-benar kaum rendahan ternyata!”
Begitu mendengar suara dari orang yang mungkin telah melakukan penculikan terhadapnya, pria dengan tangan terikat itu kembali memberontak.
“Biarkan dia bicara!” suara dominan kembali memberi perintah.
Pria lain di dalam ruangan itu segera melepaskan plester yang menutupi mulut pria itu.
Setelah mulutnya bebas, dia pun segera berbicara, “Siapa Anda? Apa salah saya?”
Sebuah suara tawa yang cukup mengerikan pun meledak hingga membuat nyali pria yang matanya masih ditutup dengan kain hitam itu sedikit agak menciut.
“Siapa aku? Kau … tidak berhak tahu, tapi kau … pelayan rendahan sepertimu telah berani mengganggu.”
“Benar-benar punya nyali!” tambah pria itu dengan nada meremehkan.
Elang Viscala, si pelayan muda di Restoran De Crushy berusia dua puluh lima tahun menelan ludah dengan gugup.
Dia mencoba mengingat-ingat tentang kemungkinan dirinya bersinggungan dengan pria berbahaya. Tapi, dia tetap tidak dapat menemukan apapun.
Selama ini, dia hidup dalam aturan. Dia tidak pernah berusaha menonjol ataupun menyinggung orang lain. Dia lebih senang menjauhkan diri dari setiap masalah karena sadar bahwa hidupnya sudah cukup sulit.
Jadi, bagaimana mungkin dia memiliki masalah dengan orang yang mungkin mafia atau gangster ini?
Elang berpikir orang yang melakukan sebuah penculikan seperti ini untuk membuat perhitungan dengan seseorang hanyalah orang yang memiliki latar belakang seperti orang-orang yang berkuasa atau justru sangat berbahaya.
Orang biasa tentu akan memilih mendatanginya dan memukulnya atau setidaknya mengajaknya bicara secara langsung.
“Apa yang sudah saya lakukan?” Elang bertanya dengan penuh keberanian.
Pria berbahaya itu dengan sangat cepat langsung mendekati Elang dan mencengkram rahangnya kuat-kuat, “Masih berani kau bertanya, hah?”
“Saya bertanya karena memang benar-benar tidak tahu,” kata Elang dengan menahan rasa sakit.
Pria itu semakin mencengkram rahang Elang sampai meninggalkan bekas. Dia lalu mendorong Elang dan berkata, “Ruangan privat nomor 8.”
Elang tersentak mendengar nomor ruangan privat itu. Dia pun menegakkan badannya.
“Bagaimana? Kau sudah ingat apa yang sudah kau lakukan?” pria yang dipikir Elang mafia itu bertanya dengan nada sinis.
“Ada apa dengan ruangan nomor 8 itu? Apa hubungan semua ini dengan ruangan itu?” Elang malah semakin tidak mengerti.
Pria mafia itu memberengut marah.
“Jangan berpura-pura tidak tahu, Brengsek! Kau sudah menggodanya dan bahkan berani duduk di sana, menemaninya makan. Kau pikir kau siapa, hah?"
Elang mengerutkan kening, mencoba berpikir keras. Dia jelas tidak pernah melakukan apa yang sedang dituduhkan kepadanya. Dia memang benar duduk di sana, tapi jelas bukan untuk menggoda wanita yang disebutkan oleh orang itu.
Dia pun merasa harus segera memperbaiki keadaan, “Memang benar saya duduk di dalam ruangan itu tapi itu karena nona itu yang meminta."
Pria itu terdiam dan Elang tidak tahu apakah dia percaya pada penjelasannya atau tidak.
Tapi, tidak lama setelah itu dia malah mendengar pria itu mengumpat, “Brengsek!”
“Hajar dia!” pria itu kembali memerintah.
Mulut Elang ditutup lagi. Setelahnya, dia hanya bisa menerima pukulan-pukulan keras yang bertubi-tubi tanpa bisa melawan.
Sebetulnya Elang bukanlah orang yang lemah. Dia memiliki kemampuan bela diri yang lumayan.
Hanya saja saat dia dihajar oleh orang-orang yang kemungkinan besar adalah anak buah dari pria misterius itu, dia dalam keadaan terikat dengan mata tertutup. Semua orang juga pasti mengalami kesulitan jika dihadapkan dengan situasi seperti itu.
Setelah dihajar habis-habisan, Elang berpikir dirinya akan mati. Dia bisa merasakan tubuhnya diseret ke luar dengan kasar dan dibawa ke dalam mobil, lalu dilempar ke jalanan.
Dia tidak tahu waktu. Siang atau malam, dia tidak bisa menebaknya. Tapi, yang dia tahu hanya beberapa saat tubuhnya menyentuh aspal yang keras, hujan mulai turun.
Beberapa menit berlalu, dia tiba-tiba merasa punggungnya sangat panas sampai rasanya seperti terbakar. Dia menjerit sebisa mungkin meski tetap tak ada suara yang keluar dari mulutnya.
Setelah menahan sakit yang teramat sangat, perlahan kesadarannya pun mulai menipis dan pada akhirnya dia terkulai lemas tak berdaya.
Elang tidak tahu berapa lama dia menutup mata dalam keadaan kehilangan kesadaran.
Namun, saat dia merasa kesadarannya mulai kembali, sayup-sayup dia mendengar ada yang berbicara di dekatnya.
“Tuan, kapan dia akan bangun?” seseorang di sisi kanan Elang bertanya.
“Seharusnya sebentar lagi. Dia sudah mendapatkan perawatan yang terbaik, dia akan baik-baik saja,” sahut seseorang di bagian kiri.
Elang yang sudah sadar tapi masih memejamkan mata itu mulai mengira jika dirinya kemungkinan besar sedang berada di rumah sakit.
Tapi siapa mereka? Apa mereka yang membawaku ke rumah sakit? Elang bertanya-tanya.
“Apa dia akan baik-baik saja, Tuan? Anda lihat kemarin, bukan? Beliau ….”
“Dia keturunan pewaris ilmu Raja Naga, dia tentu akan baik-baik saja, Yandra. Jangan khawatir!” jawab pria di bagian kiri Elang dengan nada tenang.
Kepala Elang langsung berdenyut.
Apa yang sedang dibicarakan oleh orang-orang ini? Pewaris ilmu Raja naga? Apa maksudnya? Elang membatin.
Oh, dia berniat untuk berpura-pura tidur dan mendengarkan semuanya lebih lanjut, tapi ternyata dia tidak bisa sanggup melakukannya.
Elang pun segera membuka mata. Dia menoleh ke arah kanan.
Seorang pria dengan tampilan setelan jas rapi memekik kaget, “Tuan, Anda sudah bangun.”
Elang mengernyit dan menoleh ke arah kirinya dan menemukan pria yang memakai kacamata yang jelas juga tidak dia kenal, “Tunggu sebentar, saya akan segera memanggil dokter.”
Tetapi sebelum pria itu sempat berjalan, Elang menyentuh lengan pria itu dan bertanya dengan mata melotot, “Kenapa kau mengatakan aku pewaris ilmu raja naga? Apa maksudmu?”
Daiva tidak menjawab pertanyaan Elang.Sang model profesional dengan bayaran yang sangat fantastis itu hanya diam saja dan menatap punggung mantan kekasihnya tanpa melakukan gerakan apapun. Di saat tidak mendapatkan jawaban dari Daiva, Elang pun mulai tidak sabar. Pria muda itu menggelengkan kepalanya, tidak yakin akan sesuatu yang telah disampaikan oleh dua pria yang menolongnya itu. Mengingat apa yang telah dia lakukan, Elang ingin sekali menjambak rambutnya sendiri karena sudah terlalu mudah dimanipulasi oleh dua pria asing itu. Tapi, Elang tidak bisa mundur lagi lalu langsung bertanya, “Coba, Daiva. Kamu beritahu aku, apa yang kamu lihat di punggungku?”Daiva yang merasa pertanyaan Elang terdengar aneh pun balik bertanya, “Elang, apa kamu ingin mengecek mataku?” Elang hampir saja akan membalas tetapi Daiva rupanya jauh lebih cepat darinya dan buru-buru berujar lagi, “Jangan khawatir! Aku selalu rutin mengecek mataku di dokter mata dan sampai detik ini aku tidak memiliki gangg
Daiva menghela napas panjang dan kemudian bersandar pada dinding, “Elang, aku … aku ….”Melihat kegugupan Daiva, Elang langsung bisa memahami sesuatu. “Jadi, benar … orang itu mungkin kekasihmu?”Daiva menundukkan kepala. Elang mendesah pelan, “Tapi … mengapa dia melakukannya? Kau tahu betul aku tidak melakukan apapun kepadamu. Apa kau mengatakan sesuatu kepadanya hingga dia salah paham?”Daiva tidak menjawab dan hanya diam. “Daiva, tolong jangan diam saja!” desak Elang.Daiva yang lelah ditekan akhirnya mengangkat kepala dan berkata, “Aku tahu. Aku tahu, Elang. Maafkan aku. Aku hanya bingung dan sangat frustasi.”Gadis yang merupakan seorang model profesional itu pun tiba-tiba saja memasang ekspresi memelas hingga membuat Elang menjadi iba. “Memang ada apa, Daiva?” Elang bertanya pada gadis yang tidak pernah dibencinya meskipun dia telah meninggalkannya. Mendadak Daiva menangis, “Lelaki itu … aku sudah tidak tahan dengannya dan ingin lepas darinya. Dia memang sangat kaya dan sela
Dia terdiam dan kembali memutar otaknya untuk menemukan segala kemungkinan. Hanya dalam beberapa menit, Yandra telah kembali ke sisinya. Pria itu sudah membawa beberapa informasi penting tentang wanita itu. “Bagaimana hasilnya?” Yasa bertanya dengan tidak sabar.Yandra pun menjelaskan apa yang dia dapatkan, “Dia adalah Daiva Gunawan, seorang model papan atas yang saat ini menjalin hubungan dengan Cakra Buana.”Nama itu terdengar tidak asing untuk Yasa.“Cakra Buana?” Yasa mengulang nama itu dan dengan mudah dia bisa mengingat tentang pria yang juga telah malang melintang di dunia bisnis.Orang yang disebutkan oleh Yandra itu tidak lain adalah salah satu pesaing bisnisnya di bidang perhotelan. “Lantas … apa hubungan wanita ini dengan Elang, Yandra?” Yandra pun menjawab, “Wanita ini pernah menjalin hubungan dengan Tuan Elang. Dia … meninggalkannya karena uang.”Begitu mendengar cerita itu, Yasa menggertakkan giginya karena jengkel. “Uang? Astaga! Dasar wanita matrealistis!” ucap Ya
Akan tetapi, dia segera teringat bahwa dirinya adalah seorang pasien. Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di kepalanya. Segera saja dia berjalan ke arah beberapa perawat wanita dan berpura-pura sedang kesakitan.“Tuan, apa ada yang bisa saya bantu?”“Anda dirawat di ruang mana? Biar saya bantu untuk kembali ke sana.”“Dokter Anda siapa? Saya akan segera memanggil dokter Anda.”Ketiga perawat itu tentu saja langsung menawarkan bantuan pada Elang yang memang wajahnya masih terlihat agak pucat.Elang menggelengkan kepalanya, “Saya … hanya merasa punggung saya agak sakit.”“Oh, apakah Anda mengalami patah tulang?”Elang kembali menggelengkan kepalanya dan berbicara, “Tidak, tapi saya tidak tahu mengapa punggung saya terasa begitu sakit. Apakah saya boleh meminta bantuan?”“Bantuan apa, Tuan?” tanya salah satu dari perawat itu.Elang dengan memasang ekspresi wajah terlihat kesakitan menjawab, “Bisakah Anda melihat punggung saya. Maksud saya … apakah ada hal yang aneh di punggung saya?” Ke
Yasa tetap mencoba untuk menjelaskan, “Tuan, saya tidak disuruh oleh siapapun.""Saya menyelamatkan Anda karena saya membutuhkan kekuatan Anda," lanjut Yasa.Elang menatap Yasa dengan tatapan aneh, "Menyelamatkanmu? Maksudnya?""Saya menderita sebuah penyakit langka yang aneh, hanya Anda yang mampu menyembuhkan saya," jelas Yasa.Elang melirik CEO muda dengan tatapan menilai dan kemudian berkata, "Kau tidak terlihat seperti orang sakit."Dia tidak mengada-ada. Yasa Wiraya terlihat begitu sehat dan tidak kekurangan apapun. Dia bahkan memiliki tubuh atletis yang merupakan impian para pria.Lantas, bagaimana mungkin dia menderita sebuah penyakit? Elang tidak mempercayainya."Penyakit saya tidak bisa terlihat dari luar, Tuan. Ada banyak masalah di tubuh saya dan hanya dengan kekuatan energi naga yang Anda milikilah saya bisa sembuh," kata Yasa dengan sabar."Dan bagaimana bisa aku melakukannya? Aku bukan dokter. Aku hanya seorang pelayan biasa, Tuan," kata Elang yang semakin heran.""Tuan
Mempercayai dua orang gila ini? Ah, itu jelas mustahil bagi seorang Elang Viscala yang notabene selalu berpikir secara rasional.Dia jelas masih sangat waras. Dia tidak percaya hal-hal seperti yang dijelaskan oleh dua pria yang terlihat normal tapi ternyata memiliki gangguan otak itu. Tapi, dia sangat penasaran tentang punggungnya yang begitu sakit itu. Dokter yang memeriksanya tidak menemukan adanya gangguan pada tubuhnya. Namun, dia tidak bisa menampik bahwa sakit yang dia rasakan malam itu di luar batas yang bisa dia tahan. Terlalu menyakitkan sampai akhirnya dia tidak sanggup menahannya.Dikarenakan rasa penasaran yang hampir mencekik lehernya, Elang akhirnya memutuskan untuk menelan ocehan tidak masuk akal itu.“Jika penjelasanmu itu memang memang masuk akal, aku … mungkin akan percaya.”Yasa tersenyum lega mendengarnya. Walaupun dia tahu, ekspresi mata Elang menunjukkan hal yang sebaliknya. Jelas sekali Elang tidak akan percaya dengan mudah kepadanya.Namun, Yasa sudah cukup







