Beranda / Fantasi / Elang, Si Dewa Medis / 2. Dua Orang Gila?

Share

2. Dua Orang Gila?

Penulis: Zila Aicha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-17 21:14:26

Pria yang memakai baju setelan jas rapi berwarna hitam, yang lengan kanannya itu sedang dipegang oleh Elang itu menjawab, “Nanti saya akan jelaskan. Sekarang, biarkan saya memanggil dokter untuk memeriksa Anda.”

Elang tertegun, agak ragu melepaskan pria itu seolah khawatir bahwa dia akan kabur.

Tapi, dia mendengar pria itu sekali lagi membuka mulut dengan nada yang terdengar meyakinkan, “Saya tidak akan pergi kemanapun. Kesehatan Anda jauh lebih penting sekarang.”

Mendengar hal itu, Elang pun memutuskan melepaskannya. Satu hal diyakini oleh Elang, pria itu kemungkinan besar adalah orang yang menolongnya.

Lagipula, kepalanya masih begitu sakit. Membiarkan dokter memeriksanya jelas akan memberikan keuntungan untuknya.

“Terima kasih, mohon menunggu sebentar,” pria itu berkata dengan nada formal seakan-akan sedang bicara pada atasannya.

Sebetulnya Elang hampir tidak mampu menyegel mulutnya sendiri untuk tidak segera bertanya pada pria muda itu, tapi dia mencoba menahan diri.

Pada dua menit setelahnya, Elang dikejutkan dengan kedatangan rombongan dokter dan perawat yang masuk ke dalam kamarnya.

Elang yang terkejut pun baru menyadari sesuatu. Rupanya kamar yang ditempati olehnya adalah sebuah yang bisa dibilang cukup mewah. 

Selain terdapat kursi sofa empuk yang sangat besar bagi penunggu, sebuah dapur berukuran mini ada di sana. Di samping itu, ada serangkaian meja makan yang semakin membuat kamar itu terasa seperti kamar hotel mewah. 

Oh, bagaimana aku akan membayar tagihan rumah sakit ini nanti? pikir Elang bingung.

Namun, ketika dia ingat bahwa bukan dia yang memilih kamar dengan fasilitas super mewah itu, Elang menghela napas lega.

Biarkan siapapun yang membawaku ke sini yang membayar tagihan rumah sakit ini, Elang membatin.

“Mohon izin untuk memeriksa Anda, Tuan,” kata salah seorang dokter dengan kacamata bertengger di hidung.

Elang menoleh dan mengangguk.

Dokter itu pun mulai melakukan pemeriksaan selama beberapa saat. 

Elang hanya menurut saja dan bertekad bahwa siapapun yang membawanya ke rumah sakit itu harus menanggung semua biaya pengobatannya.

Setelah hampir satu jam menjalani pemeriksaan secara menyeluruh dua pria yang dilihat oleh Elang ketika dia membuka mata itu kembali masuk ke dalam ruangannya. 

“Sudah selesai semuanya, Tuan Yasa,” kata dokter ketua di dalam rombongan itu pada pria bersetelan jas hitam.

Pria yang dipanggil itupun mengangguk, “Kau boleh pergi, Dokter Arga.”

Sang dokter membungkuk sopan. 

Elang mengernyitkan dahi melihat sikap dokter itu. 

“Tunggu, Dokter,” Elang berujar, menahan Arga.

Arga pun menoleh ke arah pasiennya yang sedang mencoba menegakkan badan untuk duduk itu. 

Yandra, pria yang memiliki ukuran tubuh sedikit agak jauh lebih besar dari Yasa berjalan mendekat ke arah Elang untuk membantunya tanpa diminta.

Elang tidak memprotes.

“Ya, Tuan? Apa Anda memiliki keluhan lain, Tuan?” Arga bertanya.

Elang menelan ludah dan balik bertanya, “Anda tidak memeriksa punggung saya, Dokter?” 

Seketika Yasa melempar arah pandangnya pada Yandra. Elang menangkap gerakan kecil itu dan menjadi semakin heran.

“Punggung Anda baik-baik saja, Tuan. Tidak ada keretakan tulang, kami sudah memeriksanya dua kali,” jelas Arga.

Elang mengernyitkan dahi, “Anda yakin, dokter? Apakah tidak ada luka bakar? Sebab, saya merasa punggung saya terbakar kemarin.”

Arga menampilkan ekspresi bingung, “Tidak ada luka bakar di punggung Anda, Tuan.”

Aneh sekali! Kemarin jelas-jelas rasanya sangat panas seperti terbakar, Elang membatin.

Arga menoleh ke arah Yasa, “Tuan, apakah saya perlu melakukan pemeriksaan ulang?” 

Yasa menggeleng dengan tegas dan sekali lagi berkata, “Kau boleh meninggalkan kamar ini, dokter.”

Arga tidak membantah dan dalam beberapa detik dia ke luar dari kamar Elang bersama dengan semua rombongannya.

Setelah para dokter dan perawat itu pergi, Elang menatap dua pria asing yang tidak dikenalnya itu secara bergantian.

“Anda pasti memiliki banyak sekali pertanyaan,” kata Yasa.

Elang hanya mendesah pelan.

Yasa memahami sepenuhnya, maka dia pun berkata, “Kalau begitu, izinkan kami memperkenalkan diri terlebih dulu.”

Yasa membungkukkan badan dengan hormat pada Elang yang membelalak kaget, “Saya Yasa Wiraya, saat ini saya menjabat sebagai CEO Wiraya Corporation dan ini Yandra, asisten pribadi saya.”

Yandra ikut memberikan hormat padanya dengan cara yang sama seperti Yasa.

CEO? Elang terkejut mendengarnya. 

Seorang CEO sebuah perusahaan besar membungkukkan badan dengan hormat kepadanya? Apa yang sedang terjadi di sini? Elang mengedipkan matanya berulang kali karena bingung.

“Apa kau yang menolongku?” Elang pun bertanya lagi.

“Iya. Saya menemukan Anda tergeletak di pinggir jalan dengan banyak luka yang sangat parah. Saya yang membawa Anda ke rumah sakit ini,” jelas Yasa, menahan diri untuk tidak bersikap gegabah.

“Kenapa kau menolongku?” Elang bertanya lagi.

“Karena Anda adalah pewaris ilmu Raja Naga,” jawab Yasa.

Untuk sepersekian detik Elang ternganga. Tapi, kemudian dia berkata, “Apa maksudnya itu?”

“Astaga! Tolong jangan bercanda!”

Yasa sudah menduga hal itu akan terjadi. Elang tidak mungkin percaya kepadanya semudah yang dia pikirkan.

“Saya tidak bercanda, Tuan. Anda adalah benar-benar pewaris ilmu Raja Naga, ilmu medis yang luar biasa,” kata Yasa.

Elang tertawa kecil. “Kau … jangan membuat lelucon. Hei, bung. Ilmu medis yang luar biasa? Kalau begitu, mana mungkin aku bisa terbaring di sini kalau aku punya ilmu itu?"

Dia menggelengkan kepala dan menatap Yasa dengan tatapan aneh.

Yandra yang sedari tadi hanya diam saja pun memberanikan diri untuk berbicara, “Kami bisa membuktikannya, Tuan jika Anda benar-benar pewaris ilmu Raja Naga.”

“Bukti? Bukti apa maksudmu?” Elang menaikkan alis kanan.

Yandra menoleh ke arah Yasa seakan meminta izin untuk menjelaskannya.

Ketika Yasa menganggukkan kepala, Yandra pun berkata, “Kami bisa membuktikan bahwa Anda sungguh-sungguh pewaris ilmu Raja Naga. Sang Dewa Medis."

Ilmu Raja Naga? Dewa Medis apanya? Yang benar saja, Elang memutar bola matanya malas. Meskipun begitu, Elang tetap menjaga sikap.

“Katakan!” Elang akhirnya memilih memberikan sebuah kesempatan, walaupun dia yakin dua orang di depannya ini hanyalah orang gila dengan banyak khayalan di dalam kepala mereka.

“Buktinya ada pada punggung Anda,,” kata Yandra kembali menggunakan panggilan itu.

Elang yang hampir saja tertawa itu tiba-tiba saja terdiam. “Apa maksudmu?”

“Anda tadi bertanya pada dokter mengenai punggung Anda yang terasa seperti terbakar. Itu … bukanlah sebuah luka bakar. Itu adalah sebuah tanda yang menandakan adanya energi naga yang bangkit dari tubuh Anda,” Yandra berkata dengan ekspresi serius.

Elang menelan ludah. 

Sungguh dia tidak mau mempercayai omong kosong tersebut. Tapi, anehnya dia malah bertanya, “Tanda yang kembali muncul? Tanda seperti apa maksudmu?”

Yandra menoleh sekali lagi ke arah Yasa, meminta izin sekali lagi.

Namun, Yasa tidak memberikan izin itu. Elang menggertakkan gigi karena kesal.

Sebagai gantinya Yasa memilih untuk bertanya pada Elang, “Apakah jika saya memberitahu Anda, Anda akan langsung percaya pada kami?”

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Elang, Si Dewa Medis   8. Ini Bukan Salahku!

    Daiva tidak menjawab pertanyaan Elang.Sang model profesional dengan bayaran yang sangat fantastis itu hanya diam saja dan menatap punggung mantan kekasihnya tanpa melakukan gerakan apapun. Di saat tidak mendapatkan jawaban dari Daiva, Elang pun mulai tidak sabar. Pria muda itu menggelengkan kepalanya, tidak yakin akan sesuatu yang telah disampaikan oleh dua pria yang menolongnya itu. Mengingat apa yang telah dia lakukan, Elang ingin sekali menjambak rambutnya sendiri karena sudah terlalu mudah dimanipulasi oleh dua pria asing itu. Tapi, Elang tidak bisa mundur lagi lalu langsung bertanya, “Coba, Daiva. Kamu beritahu aku, apa yang kamu lihat di punggungku?”Daiva yang merasa pertanyaan Elang terdengar aneh pun balik bertanya, “Elang, apa kamu ingin mengecek mataku?” Elang hampir saja akan membalas tetapi Daiva rupanya jauh lebih cepat darinya dan buru-buru berujar lagi, “Jangan khawatir! Aku selalu rutin mengecek mataku di dokter mata dan sampai detik ini aku tidak memiliki gangg

  • Elang, Si Dewa Medis   7. Kenapa Punggungmu?

    Daiva menghela napas panjang dan kemudian bersandar pada dinding, “Elang, aku … aku ….”Melihat kegugupan Daiva, Elang langsung bisa memahami sesuatu. “Jadi, benar … orang itu mungkin kekasihmu?”Daiva menundukkan kepala. Elang mendesah pelan, “Tapi … mengapa dia melakukannya? Kau tahu betul aku tidak melakukan apapun kepadamu. Apa kau mengatakan sesuatu kepadanya hingga dia salah paham?”Daiva tidak menjawab dan hanya diam. “Daiva, tolong jangan diam saja!” desak Elang.Daiva yang lelah ditekan akhirnya mengangkat kepala dan berkata, “Aku tahu. Aku tahu, Elang. Maafkan aku. Aku hanya bingung dan sangat frustasi.”Gadis yang merupakan seorang model profesional itu pun tiba-tiba saja memasang ekspresi memelas hingga membuat Elang menjadi iba. “Memang ada apa, Daiva?” Elang bertanya pada gadis yang tidak pernah dibencinya meskipun dia telah meninggalkannya. Mendadak Daiva menangis, “Lelaki itu … aku sudah tidak tahan dengannya dan ingin lepas darinya. Dia memang sangat kaya dan sela

  • Elang, Si Dewa Medis   6. Ada Apa, Daiva?

    Dia terdiam dan kembali memutar otaknya untuk menemukan segala kemungkinan. Hanya dalam beberapa menit, Yandra telah kembali ke sisinya. Pria itu sudah membawa beberapa informasi penting tentang wanita itu. “Bagaimana hasilnya?” Yasa bertanya dengan tidak sabar.Yandra pun menjelaskan apa yang dia dapatkan, “Dia adalah Daiva Gunawan, seorang model papan atas yang saat ini menjalin hubungan dengan Cakra Buana.”Nama itu terdengar tidak asing untuk Yasa.“Cakra Buana?” Yasa mengulang nama itu dan dengan mudah dia bisa mengingat tentang pria yang juga telah malang melintang di dunia bisnis.Orang yang disebutkan oleh Yandra itu tidak lain adalah salah satu pesaing bisnisnya di bidang perhotelan. “Lantas … apa hubungan wanita ini dengan Elang, Yandra?” Yandra pun menjawab, “Wanita ini pernah menjalin hubungan dengan Tuan Elang. Dia … meninggalkannya karena uang.”Begitu mendengar cerita itu, Yasa menggertakkan giginya karena jengkel. “Uang? Astaga! Dasar wanita matrealistis!” ucap Ya

  • Elang, Si Dewa Medis   5. Siapa Dia?

    Akan tetapi, dia segera teringat bahwa dirinya adalah seorang pasien. Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di kepalanya. Segera saja dia berjalan ke arah beberapa perawat wanita dan berpura-pura sedang kesakitan.“Tuan, apa ada yang bisa saya bantu?”“Anda dirawat di ruang mana? Biar saya bantu untuk kembali ke sana.”“Dokter Anda siapa? Saya akan segera memanggil dokter Anda.”Ketiga perawat itu tentu saja langsung menawarkan bantuan pada Elang yang memang wajahnya masih terlihat agak pucat.Elang menggelengkan kepalanya, “Saya … hanya merasa punggung saya agak sakit.”“Oh, apakah Anda mengalami patah tulang?”Elang kembali menggelengkan kepalanya dan berbicara, “Tidak, tapi saya tidak tahu mengapa punggung saya terasa begitu sakit. Apakah saya boleh meminta bantuan?”“Bantuan apa, Tuan?” tanya salah satu dari perawat itu.Elang dengan memasang ekspresi wajah terlihat kesakitan menjawab, “Bisakah Anda melihat punggung saya. Maksud saya … apakah ada hal yang aneh di punggung saya?” Ke

  • Elang, Si Dewa Medis   4. Tato

    Yasa tetap mencoba untuk menjelaskan, “Tuan, saya tidak disuruh oleh siapapun.""Saya menyelamatkan Anda karena saya membutuhkan kekuatan Anda," lanjut Yasa.Elang menatap Yasa dengan tatapan aneh, "Menyelamatkanmu? Maksudnya?""Saya menderita sebuah penyakit langka yang aneh, hanya Anda yang mampu menyembuhkan saya," jelas Yasa.Elang melirik CEO muda dengan tatapan menilai dan kemudian berkata, "Kau tidak terlihat seperti orang sakit."Dia tidak mengada-ada. Yasa Wiraya terlihat begitu sehat dan tidak kekurangan apapun. Dia bahkan memiliki tubuh atletis yang merupakan impian para pria.Lantas, bagaimana mungkin dia menderita sebuah penyakit? Elang tidak mempercayainya."Penyakit saya tidak bisa terlihat dari luar, Tuan. Ada banyak masalah di tubuh saya dan hanya dengan kekuatan energi naga yang Anda milikilah saya bisa sembuh," kata Yasa dengan sabar."Dan bagaimana bisa aku melakukannya? Aku bukan dokter. Aku hanya seorang pelayan biasa, Tuan," kata Elang yang semakin heran.""Tuan

  • Elang, Si Dewa Medis   3. Sebuah Tanda

    Mempercayai dua orang gila ini? Ah, itu jelas mustahil bagi seorang Elang Viscala yang notabene selalu berpikir secara rasional.Dia jelas masih sangat waras. Dia tidak percaya hal-hal seperti yang dijelaskan oleh dua pria yang terlihat normal tapi ternyata memiliki gangguan otak itu. Tapi, dia sangat penasaran tentang punggungnya yang begitu sakit itu. Dokter yang memeriksanya tidak menemukan adanya gangguan pada tubuhnya. Namun, dia tidak bisa menampik bahwa sakit yang dia rasakan malam itu di luar batas yang bisa dia tahan. Terlalu menyakitkan sampai akhirnya dia tidak sanggup menahannya.Dikarenakan rasa penasaran yang hampir mencekik lehernya, Elang akhirnya memutuskan untuk menelan ocehan tidak masuk akal itu.“Jika penjelasanmu itu memang memang masuk akal, aku … mungkin akan percaya.”Yasa tersenyum lega mendengarnya. Walaupun dia tahu, ekspresi mata Elang menunjukkan hal yang sebaliknya. Jelas sekali Elang tidak akan percaya dengan mudah kepadanya.Namun, Yasa sudah cukup

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status