“Pelabuhannya berada 200 meter dari posisi Anda, Sir,” seru suara Lorry dari walkie talkie, “berada di belokan ke kanan setelah mengambil jalur menuruni jembatan layang ini, Sir.”
“Dimengerti,” jawab Darren singkat. Dia pun memerintahkan agent Franklin, yang sedang menyetir, untuk mengambil jalan yang diberitahukan Lorry.
Dan akhirnya, setelah keluar dari jalan layang, Agent Franklin kembali tancap gas untuk menuju ke pelabuhan.
Darren masih bisa melihat berderet SUV hitam yang merayap memasuki kapal.
“Mereka sudah masuk ke kapal! Cepat turun dan cari cara agar bisa menyusup ke dalam kapal!” perintah Darren lugas dari walkie talkienya. Dia sendiri pun langsung melompat turun dari mobil begitu pintu mobil dia buka. Franklin bahkan belum menghentikan laju mobilnya dengan sempurna.
Dengan bersembunyi di balik tembok-tembok rendah di pinggir pelabuhan serta berbagai mobil yang terparkir di sana, Darren me
“Mana Esme?” tanya Susan dari dalam dapur.Catherine memutar bola matanya saat mendengar pertanyaan Susan dan membayangkan di mana diri Esme semalam. Tentu saja sepupunya itu pastilah tidur di tempat Dave. Ah, sudahlah. Dia sudah dewasa sekarang. Akan tetapi, Catherine tidak mengatakan itu semua pada Susan. Biarlah itu menjadi rahasianya bersama Esme saja.Catherine tersenyum, sambil menggeleng, dan hendak menutup pintu toko saat sebuah tangan menahan pintu itu.“Hei, Catherine! Bisa kau panggilkan Esme? Ada yang ingin kubicarakan dengannya,” kata sosok yang tangannya sedang menahan pintu.Kini Catherine mengernyit melihat si penanya itu. Dia pun spontan bertanya balik, “Esme? Bukankah dia semalaman di tempatmu, Dave?”“Di tempatku?” tanya Dave dengan raut terheran-heran. “Mengapa kau bisa berpikiran jika dia ada di tempatku semalam? Apa semalam dia keluar dan tidak pulang?”
“Kita sedang di laut lepas, Sayang. Siapa yang akan mendengar teriakanmu?”Esme shock mendengarnya. Sangat shock.Dengan mengeluarkan rasa frustrasinya, Esme berteriak kencang, “KAU JAHANAAAAAAAM!!!”“Hahahaha!” tawa Nicky kembali menggelegar. Dia membuka kemeja merah maroon yang dipakainya dan melemparnya asal. Dia juga mulai membuka kancing celananya dan membiarkan kain itu teronggok di kakinya.Setelahnya, dia mendekati ranjang dan merangkak naik.Esme semakin panic. Dia berteriak sembari menendang-nendang. Akan tetapi, kakinya terikat sehingga dia hanya bergerak seperti ikan yang menggelepar-gelepar. “Jangan mendekat! Kau sialan! Jangan sentuh aku!!!”Nicky sudah tiba di atas tubuh Esme. Sepasang mata cantik itu membelalak lebar menatap Nicky yang hanya berjarak dua puluh sentimeter di
Nicky semakin marah. Dia menampar Esme lagi.“Hentikan!” seru Darren pada akhirnya. Dia tak tahan melihat Esme ditampar bertubi-tubi.“Kenapa hentikan? Kalian mau bermain cinta di depanku, hah?! Rasakan ini!”Dengan sekali gerakan, Nicky mengangkat tubuh Esme yang tangan dan kakinya terikat. Dia mengangkat dan membawanya hingga ke pagar dek kapal.Darren spontan berteriak, “Hentikan! Esmeeeeee!”Dan kedua tangan Nicky sudah melemparkan tubuh Esme ke dalam air.Byuuuurr!!Semua yang ada di sana terpelongo melihat kekejaman Nicky yang benar-benar melemparkan tubuh Esme yang terikat ke dalam air. Setega itu.Hanya Darren yang tak menunggu sedetik pun. Dia langsung bangun, melemparkan tali yang mengikat tangannya sedari tadi, dan melompati pagar dek kapal menuju air, menuju Esme. Sudah sedari saat tanganny akan diikat, Darren berusaha menahan kedua tangannya agar saat dia diikat terdapat celah ya
Trak. Trak. Trak.Dave memainkan jemarinya di atas meja, mengetuk-ngetuk dengan segala rasa resah di dalam dadanya.“Kau yakin dia ke pasar?” tanyanya lagi pada Catherine dan Susan. Kedua gadis itu juga akhirnya ikutan resah.Sudah 2 jam berlalu dan Esme masih belum muncul. Sudah beberapa kali Dave menelpon ponselnya, tetapi tidak aktif. Telah beberapa kalimat dia bisikkan untuk menenangkan dirinya sendiri, tapi tak kunjung berhasil. Esme tak juga pulang dan menampakkan dirinya di sini.Lalu, ke mana dia?“Ck! Ke mana dia, ya? Kalau hanya ke pasar, kenapa selama ini? Dan kenapa pula ponsel tidak aktif. Dasar aneh!” Catherine mencela Esme dengan raut wajah kesal. Terlebih lagi dalam satu jam toko sudah harus dibuka. Bagaiaman dia bisa menjalankan toko seorang diri jika selama ini dia hanya bertugas sebagai kasir dan hanya bermain ponsel di saat-saat tak ada pelanggan yang perlu membayar?Cartherine menghe
Saat Darren menarik tubuh Esme masuk ke dalam pelukannya saja Esme sudah membelalak lebar. Isak tangisnya tertahan di tenggorokannya akibat terkejut dengan apa yang dilakukan Darren padanya. Dan sekarang, pria itu malah mencari wajahnya dan menempelkan bibirnya di bibir Esme. Kehangatan merambat dan menggetarkan hati Esme, juga pembuluh darahnya.Denyut nadinya berdetak semakin kencang. Jantungnya berdegup semakin tak karuan menerima kehangatan dan kelembutan bibir Darren. Dan saat bibir itu bergerak melumat bibirnya, Esme hanya mampu memejamkan kedua matanya dan ikut menyecap apa yang diberikan Darren.Mereka berdua saling menyecap, melumat, dan saling membelai dengan tautan lidah dan bibir mereka. Terlebih lagi Darren, dia memperdalam ciumannya dan membuat Esme hanya mampu menerima tanpa mengelak sedikitpun. Bahkan saat pintu ruang rawat ESme diketuk, pertautan mereka terlepas dengan napas kedua nya yang saling memburu, berusaha mengisi paru mereka deng
“Ini kamarnya. Silakan,” kata perawat yang menunjukkan ruangan tempat Esme dirawat.Pintu dibukanya, dan tampaklah Esme yang sedang berbaring dengan lengan diinfus.“Esme!” seru Dave dan Enrique bersamaan. Mereka langsung mengerumuni Esme yang terbaring. “Kau tidak apa-apa?”“Aku tidak apa-apa. Aku baik,” jawab Esme sembari tersenyum dan berusaha untuk duduk.Enrique langsung menahannya, “Ah, biar saja, kau berbaring saja. Aku tidak mau kau kesakitan.”Esme tersenyum. “Tidak sakit. Tidak lagi.”“Tadi sakit?” tanya Dave dengan menatap Esme tanpa kedip. Dia duduk di kursi di samping ranjang Esme.Gadis itu menatap kursi itu, kemudian menatap Dave. Darren duduk di kursi itu, tadi. Namun sekarang, Dave yang duduk di sana. Apakah ini berarti kehadiran Darren memang tidak akan nyata di hidupnya?“Hei, Esme. Kenapa kau bisa sampai dic
Brakk!!! Inspektur Paul Warmer melempar buku tebal di tangannya ke atas meja. Ditatapnya semua agent yang hadir di hadapannya saat ini dengan garang. “Bagaimana mungkin kapal yang digunakannya untuk menculik itu tidak ada isi sama sekali?!” tanyanya dengan kemarahan yang menyembur-nyembur. Pria itu teramat kesal. Di saat target mereka akhirnya bisa tertangkap, ternyata tidak ada bukti yang bisa memberatkan target untuk dihukum sesuai kejahatan bisnisnya. Semua Agent terdiam, termasuk Darren. Darren sendiri merasa kecewa dengan apa yang mereka temui di sana. Tidak ada bukti satu pun yang bisa menjerat Nicky atas bisnis prostitusi di bawah umur yang dipraktekkannya. Penyelamatannya pada Esme hanya akan menjerat pria itu atas upaya penculikan dan pemerkosaan. Itu saja! Akan tetapi, sangat salah rasanya jika Darren merasa kecewa. Baginya, keselamatan Esme lebih berarti dari apapun juga. Dia tidak akan menukarnya dengan kesempatan menangkap
“Kau sudah mau pulang?” tanya Darren pada Esme setelah Catherine memilih angkat kaki dari ruangan itu.“Apa sudah boleh?” Esme balik bertanya. Kedua mata gadis itu yang sangat cantik terlihat semakin cantik karena berbinar-binar. Terlebih lagi ada rona merah yang merekah samar di kedua pipinya, membuat gadis itu terlihat begitu menggemaskan.Esme adalah gadis pertama yang mampu membuat Darren berpikir seperti ini. Selama ini, baginya setiap wanita adalah sama. Maka dari itu, tak ada yang istimewa di matanya. Sampai dia melihat Esme yang begitu polos, begitu apa adanya. Kepolosan yang rapuh sekaligus menggemaskan. Perasaan heroic dalam diri Darren begitu menggebu jika sudah menghadapi kepolosan Esme.Dengan menyunggingkan senyum yang samar, Darren berkata lagi, “Boleh. Asalkan kau bersamaku.”Rona merah itu merekah lagi di pipi Esme, membuatnya semakin bersinar, semakin cantik, dan semakin menggemaskan. Dar