Share

Greenpoint Performance

Aku belum pernah ke Greenpoint, tapi apapun akan kita lakukan untuk cinta, ya kan? Seperti biasa aku.cari tempat yang paling nyaman agar bisa menguping pembicaraanmu dan teman-teman.

Kau berdiri untuk mengambil beberapa minuman lagi. Padahal keadaanmu sudah sangat mabuk. "Hi, um, okay, kita akan mengambil beberapa minuman lagi."

"Tunggu sebentar. Teman-teman? Apa yang dia pikirkan?" baru saja kau pergi, Peach langsung berbicara tentangmu. "Hanya model,penyanyi dan vegetarian yang naik ke panggung. Aku rasa, orang-orang disini tidak akan mau mendengar seorang puitis yang menceritakan tentang hidup yang suram," ejek Peach sangat kejam. Teman-temanmu tidak setia Chall, terutama yang bernama Peach.

"Segelas lagi picklebacks." Kau angkat minuman yang baru saja kau ambil.

"Challis, apakah kamu yakin ini waktu yang tepat?" Peach coba membuatmu membatalkan penampilannya malam ini.

Kau jawab dengan sangat tegas. "Aku yakin."

"Belakangan ini hidupku penuh dengan perjuangan. Inilah alasan kenapa aku datang kesini," kau bersiap siap menaiki panggung dan mulai bercerita.

"Yes!"

"Yeah."

"Semangat."

Lean, Peach dan Alica menyemangati Chall. Sebelum ke panggung Chall masih saja sibuk dengan gadget nya.

"Kamu chat dengan siapa?" tanya Peach.

"Aku mengundang Ben," Chall menjawab apa adanya.

"Chall!!"

"Apa? Dia suka puisi. Percaya aku!" Chall terus sibuk menghubungi Ben.

"Apa dia bilang akan datang?" dengan nada sinis Peach makin kepo.

"Hanya beberapa smile emojis, 45 menit yang lalu," lapor Chall.

"Beberapa pria memang bajingan, kapankah kau akan sadar?" lanjut Peach.

"Aku mengerti Peach!"

"Tidak, kamu sendiri yang ingin aku mengingatkan bahwa Ben seorang bajingan!"

"Selanjutnya, kita persilahkan Challandra Aluna!" pembawa acara memanggil Chall untuk naik ke atas panggung.

"Whoo!" semuanya bertepuk tangan menyambut Chall.

"Hey, hallo semua, namaku Chall, dan aku disini... bukan seorang yang terkenal, hanya seorang puitis."

"Ya, semangat!" Alica bertepuk tangan.

Suatu hari, kau tidak akan butuh cinta.

Suatu hari, kau tidak akan butuh pekerjaan

untuk mendukung hidupmu di dunia.

Matahari, langit,

malam yang kelam

Momen dimana kau terbangun oleh suara ketukan pintu,

Ketika aku berbegas,

ternyata hampa, tidak apa siapa-siapa

karena suara itu berasal dari diriku sendiri.

Dan apapun yang aku lakukan aku tidak akan bisa menggapainya.

Sudahlah!

Aku sangat merasakan getaran dan kesedihan dalam puisinya Chall, aku begitu menikmatinya.

Kau mencintai dia layaknya

seorang anak kecil yang di bully.

Kau menulis lagu tentangnya...

uh, maksudku...

Kau menulis puisi tentangnya.

Kau masih menulis puisi tentangnya.

Bahkan kau menulis saat ini juga.

Salah seorang penonton tiba-tiba berdiri dan berteriak. "Kenapa begitu sedih? Sangat sedih. Sesuatu yang bahagia kurasa lebih baik. Aku pikir semua orang setuju denganku. Biarkan penyanyi kembali ke panggung?" Mereka tidak tertarik dengan puisi buatan Chall. Dimana perasaan orang-orang yang menginginkan mu turun.

Tiba-tiba kamu gugup sejadi-jadinya. Lantas kau tak bisa melanjutkan puisi mu. "Maaf, aku... Aku hanya... aku kehilangan fokus ... aku butuh waktu sebentar untuk kembali fokus," ucap mu.

Aku tidak bisa menyaksikan ini. Maaf. Aku benar-benar tidak bisa. Semuanya terlihat jelas. Kau buta karena cinta dan apa yang kau sukai... menulis, kota ini, teman-temanmu, mayoritas pria seperti Ben ...  memiliki sebuah persamaan, mereka semua tidak akan membalas cintamu, sementara kau memberi segalanya. Sangat gila, sejauh apa kita bertindak. Ternyata kita sama Chall. Tidak sesuai dengan roman picisan.

Sesampainya di stasiun kereta bawah tanah tidak ada orang, hanya kau, seorang tunawisma dan aku yang bersembunyi dibalik tembok, kau jalan terhuyung-huyung menghampiri rel pemberhentian, aduh Chall kau terlalu mabuk untuk sendirian, tidak ada yang menjagamu ... bagaimana kalau ada orang gila yang mengikutimu kesini?

Dan kau berdiri terlalu dekat dengan rel kereta Chall! Chall, berhentilah chat dengan pria sombong itu. Yang tidak kunjung datang. Kau berdiri terus ke pinggir rel. Kau mau Ben ...  kau butuh Ben, kau genggam keras HP itu layaknya itu Ben karena bagimu itu satu-satunya cara untuk berhubungan. Lupakanlah Ben!!

Dan yang aku takutkan terjadi, kau terjatuh ke rel sementara kereta sebentar lagi lewat ... suara deru mesin kereta makin mendekat ... kau masih terjerembab di rel, tidak ada pilihan lain kecuali aku memperlihatkan diri dan menolongmu sebelum terlambat.

"Hey, hey, hey! kamu tak apa-apa?" tanyaku. "Dapatkah kamu berdiri? Jangan banyak bergerak. Karena sebagian rel itu dapat membuatmu tersetrum. Berikan tanganmu." Akupun mengeluarkan tangan untuk menyelamatkanmu. "Berikan tanganmu. Keretanya datang!" aku berteriak sekencang mungkin agar kau meraih tanganku. "Cepat, tanganmu!"

Untung saja waktunya sangat tepat, kau berhasil kutarik sebelum kereta lewat, kau menindih tubuhku, kita hampir berciuman kemudian kau muntah tepat di wajahku. Untung saja di dekat stasiun kereta bawah tanah ada toko kecil yang masih buka. Aku membeli air mineral untuk membersihkan muntauanmu di bajuku.

"Astaga, maafkan aku ... " katamu berulang kali.

"Tidak apa-apa, lagian aku tidak suka jaket ini." Sahutku menenangkan sambil membersihkan sisa muntahan. "Aku akan mencarikan taxi untukmu agar kau bisa pulang."

"Aku biasanya tidak seperti ini."

"Ya aku rasa kau mengalami malam yang buruk," sahutku pura-pura tak tahu apa yang terjadi padanya.

"Luar biasa..." kau menatapku lekat-lekat,  Hey, bukan bermaksud tidak sopan ... tapi sepertinya aku mengenalmu."

"Oh, ya, ya!" sekali lagi aku pura-pura terkejut, aku sangat yakin kini kau anggap kita berjodoh. Betapa naifnya dirimu. "Tentu saja. Aku ingat. Maaf," sahutku.

"Kurang lebih seperti ini mukaku ketika aku normal dan rambutku diikat." Kau angkat rambutmu keatas, lucu sekali kamu Chall.

"Ya, aku ingat," ujarku tetap kalem.

"Tak apa-apa, mukaku pasaran," sahutmu sambil tertawa.

"Tidak, tidak. Ya, "Desperate Characters. Aku ingat. Dimana rumahmu?" aku berkata seolah-olah aku tak tahu alamatmu yang jelas beberapa kali aku datang kesana.

"Village. Apa kau kebetulan satu arah? Mari pergi denganku," jelas sekali kau mulai nyaman denganku. "Setidaknya ini yang bisa aku tawarkan padamu."

Di dalam taxi kita terlibat dalam obrolan yang Makin dalam, Kau merebahkan kepalanya di bahuku karena mabuk.

"Apa kau pindah ke kota ini mengejar impian?" tanyaku.

"Aku iya, tapi nasib berkata lain, dan aku hanya melakukan hal sia-sia 18 jam per hari."

"Kenapa?"

"Oh, maaf aku melantur."

"Tidak, teruskan saja." Aku ingin kau merasa diperhatikan. "Terkadang aku merasa sama. Ada seseorang, pemilik toko buku. Dulu dia memberitahu bahwa ada buku yang menunjukan fakta menarik, jika IQ kamu di atas rata-rata...Maka hidupmu akan sangat susah."

"Aku pernah berpikir aku akan lebih bahagia jika aku lebih bodoh." Jelas kau mulai letih dan mengantuk. Kau bicara sambil menyenderkan kepalamu. Tentu saja aku biarkan, aku menikmati malam ini.

"Kalau begitu dunia tidak akan pernah mendengar puisi kamu," sahutku.

Kau kaget dan terbangun. "Bagaimana kau bisa tahu aku menulis puisi?"

Untung saja IQ ku masih diatas rata-rata kalau soal mencari alasan. "Bukankah itu yang semua penulis muda lakukan di Arana? Maksudku, aku juga banyak membaca puisi. Pengarang mana yang kamu sukai? Strand, Sexton, Merrill. Itulah yang aku baca ketika malam hari," ah untung saja kau terlalu mabuk untuk bertanya lebih lanjut tentang bagaimana aku bisa tahu tentang puisinya.

"Jika kau membaca buku mereka, itu berarti kamu sangat menguasai bidangmu. Apa nama belakangmu?"

"Hanya Zacharie..."

"Dari mana kamu berasal, Zacharie Zach?" kau terkantuk-kantuk lagi dan bersender lagi. Seandainya perjalanan ke rumahmu butuh waktu lama. Dengan ikhlas aku akan menjalaninya.

"Aku besar disini," jawabku. "Tapi aku sempat ke luar kota, untuk mengejar seorang wanita."

"Mm, tapi akhirnya kamu kembali kesini ya?"

"Betul, aku gagal mengejarnya. Sepertinya aku tidak berbakat," ucapku merendah.

"Hmm, aku juga. Oh, Disinilah rumahku," sayang sekali perjalanan pulang yang menyenangkan harus berakhir.

"Terima kasih sudah menemaniku dan juga menyelamatkan hidupku."

"Oh tidak, aku tidak menyelamatkanmu."

"Tentu saja iya."

"Aku senang melakukanya." Aku mendekatkan wajah untuk menciummu. Belum sempat ciuman, tiba-tiba Ben muncul mengetuk pintu mobil. Ya ampun. Tentu saja dia ada disini.

"Ben," sahut Chall manja. "Kenalkan ini Zach. Dia menyelamatkan hidupku. Aku terjatuh di rel kereta."

"Sayang, Aku sudah bilang, semua orang itu dilahirkan baik. Kerja bagus, bro," ucap Ben.

"Bro? Bro palelo!" batinku sambil beri senyum terbaik buat si Ben brengsek.

"Ayo, Chall, di luar dingin sekali." Ben meninggalkan aku dan kamu karena anak manja ini tak tahan dingin dan segera masuk ke rumah.

"Tunggu, bolehkan aku tahu infomu?" tanyaku.

Kau merogoh tas mencari sesuatu. "Ya, um... HP ku. Sepertinya terjatuh sewaktu di stasiun kereta," katamu dengan nada menyesal. "Aku beri alamat emailku saja."

Aku mengerti. Pintar sekali, pada dasarnya aku memang orang asing. Lebih baik berhati-hati.

"Okay. Emailku backinreallife@g***l.com.

"Ok." Kau pun masuk ke dalam menyusul Ben. Sementara sopir taxi melanjutkan perjalanan ke arah rumahku.

Back in real life (Kembali ke kehidupan nyata). Inilah yang ada dapat minggu ini. Maaf aku tidak bisa datang. Kau pasti mengerti. Kau itu special. Kau itu berbakat. Kau itu antusias. Kau pintar...Tapi ada beberapa hal yang kau lemah, contohnya kau tidak mengunci handphonemu dan jatuh cinta pada pria bajingan seperti Ben. Aku tau kau menyadarinya, tapi kau tidak bisa berhenti...karena, karena tiap orang butuh seseorang.

Kukeluarkan HP mu yang kupungut di stasiun kereta bawah tanah dari saku jaketku, HP mu tidak memakai password, aku bisa lebih leluasa mengenal kamu, mengontrolmu juga mendapatkanmu karena kau fikir HP ini ketinggalan di stasiun.

Apa yang sebenarnya kau butuhkan adalah seseorang yang bisa menyelamatkanmu. Aku bisa membantumu Chall. Biarkan aku membantumu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status