LOGINBLURB “Unchain me.” I say through gritted teeth as I glare angrily at Dimitri. “You know what I want to hear, Malyshka.” Dimitri growls, leaning into me and effectively invading my personal space. “I will never, ever submit to you, nor will I ever call you master.” I say angrily. I lean farther back in the bed, wishing I could become one with the headboard if only to escape Dimitri's ruthless glare. “Challenge accepted, Malyshka. Never say never.” Dimitri says with a self assured smirk I have a strong desire to wipe off his face. —————————— Finding out that the man she loved and was pregnant for already had a wife was the most devastating thing that happened to the young and soft hearted Anya. With Dimitri's betrayal fresh in her mind, Anya escapes with her unborn child with the help of Dimitri's sworn enemy. With the intention of leaving her past behind and starting a new life, Anya forms an alliance with Dimitri's enemy. But Dimitri kidnaps her and her child and refuses to let them go. He would follow her to hell and back if it meant she would always be by his side. He bulldozes his way back into her life, refusing to let anything keep him away from his Anya. Not even Anya herself. She belongs to him. Always and forever. Checkmate, baby girl.
View More"Sekar, kita harus bicara."
Sekar menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara yang tidak asing itu. "Tidak ada yang perlu dibicarakan. Sudahlah Bim, lupakan masa lalu kita!""Tidak, kamu harus dengar alasanku dulu dan kenapa aku melakukan itu padamu," ucap Bima seraya menarik lengan Sekar."Untuk apa? Toh itu tidak akan merubah kenyataan, bahwa sekarang kamu sudah hidup bahagia bersama istrimu," tepisnya."Sekar, maafkan aku. Aku tidak ada niat untuk menyakitimu, ini semua-""Cukup, Bim. Jangan membuka luka lama! Aku sudah bersusah payah untuk sampai di titik ini, tolong jangan hancurkan aku lagi!""Tapi, aku masih mencintaimu, aku merindukanmu Sekar dan aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku di masa lalu," jelas Bima."Tanggung jawab katamu? Dengan apa? Cukup dengan kamu berpura-pura untuk tidak mengenalku selama aku di sini saja, tidak lebih.""Aku akan menikahimu dan aku akan membawa Askara kemari."Kedua mata Sekar membulat sempurna. "Apa? Sudah gila kamu hah? Apa maksudmu, kamu mau menjadikan aku istri kedua?" Ia tak percaya jika kata-kata itu akan keluar dari mulut pria di hadapannya ini."Mas, Mas Bima?"Suara dari Deana yang mencari keberadaan suaminya, memecah perdebatan antara Sekar dan Bima. Buru-buru lelaki itu pergi dari sana sebelum ketahuan oleh istri sahnya sedangkan Sekar kembali pada tugasnya membereskan dapur setelah makan malam."Sekar, kamu lihat Mas Bima tidak? Tadi katanya mau mengambil air minum, tapi kenapa lama sekali?" Wajahnya tampak kebingungan."Ah, tidak, Bu. Dari tadi saya di sini dan tidak melihat Pak Bima," elaknya."Ck, kemana sih. Ya sudah kamu lanjut saja, saya mau cari Mas Bima."Sekar mengangguk pelan seiring kepergian majikannya menuju lantai dua. Jantungnya serasa mau copot karena ia takut sekali jika sampai identitasnya terbongkar. 'Masa baru dua hari kerja aku dipecat?' batinnya.Setelah selesai membereskan dapur, Sekar menuju kamar tidurnya untuk beristirahat. Dia heran kenapa pintu kamarnya tidak dikunci? Padahal seingatnya, dia sudah memastikan bahwa pintu kamar itu terkunci dengan baik dan kunci itupun masih berada di saku seragamnya.Merasa ada yang tidak beres, buru-buru wanita itu memasuki ruang istirahatnya, jaga-jaga jika ada yang menerobos masuk ke dalam kamar tidur itu. Dugaannya pun benar, saat ia mendapati Bima sedang duduk manis di atas ranjangnya.Matanya membelalak menatap pria yang pernah mengisi masa lalunya itu. "Sedang apa kamu di sini? Bagaimana kalau-""Ssshh!!" Bima dengan segera membungkam mulut sekar dengan telapak tangannya. "Tenanglah, aku hanya ingin bicara baik-baik denganmu."Berangsur-angsur Bima melepaskan tangan dari bibir Sekar. Benar juga, jika ia berteriak atau membuat keributan, bisa saja itu menjadi bumerang bagi dirinya sendiri yang dikira sedang merayu suami majikannya."Baiklah, waktumu lima menit. Aku akan mendengarkan jadi cepatlah!"Bima tidak bisa menahan kerinduan pada sang kekasih lamanya ini, hingga akhirnya dia nekat untuk mendekap tubuh mungil Sekar dengan eratnya. Sekar yang tidak ingin ketahuan siapapun berusaha untuk tetap tenang tanpa membalas pelukan Bima."Sekar, apa kabarmu? Aku, aku sangat merindukanmu, sungguh." Pria itu mengelus punggung Sekar."Berhenti basa-basi, Bima! Aku tidak akan termakan ucapan manismu itu! Malahan aku ingin muntah, karena mendengarnya dari mulut pria yang sudah beristri.""Aku sadar aku salah meninggalkanmu seperti itu, aku akan menjelaskan semuanya padamu, tapi tidak sekarang. Aku tahu kau sangat marah jadi pasti semua perkataanku hanya terdengar seperti alasan tak berarti bagimu," ucapnya pelan.Bima melepaskan pelukannya. Kemudian menatap wanita di hadapannya yang tampak sekali kemarahan dan kebencian dari raut wajah cantiknya."Sekar, satu hal yang harus kamu tahu. Sampai saat ini, aku masih menyimpan perasaanku untukmu. Aku masih menyimpan kenangan kita dan jujur aku senang sekali saat melihatmu lagi untuk yang pertama kalinya."Sekar menatap mata Bima yang berbinar saat mengatakan itu. Sekar tahu pria ini tidak berbohong, sebab dirinya sangat mengenal kekasih yang kini telah menjadi milik orang lain itu dengan baik. Namun, apa yang bisa ia lakukan sekarang? Apakah dia harus berterima kasih pada lelaki itu karena tidak melupakannya?"Aku tahu banyak hal yang ingin kamu katakan padaku, begitupun sebaliknya. Aku ingin sekali menceritakan semua hal yang kulalui selama ini tanpamu." Bima berbisikSekar masih terdiam seribu bahasa, tak tahu harus bersikap apa dan bereaksi apa saat ini. Tak terasa air matanya mengalir begitu saja, bukan karena terharu mendengar pengakuan Bima, tapi lebih pada kesedihan dan keputusasaan. Dirinya merasa, sia-sia saja perjuangannya selama ini untuk melupakan Bima karena pada akhirnya dia sendiri yang dengan sukarela datang ke rumah mantan kekasihnya itu.Terbesit keinginan Sekar untuk mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain, tapi dia teringat kembali dengan kondisi ayahnya yang kini harus rutin fisioterapi agar bisa berjalan seperti semula. Belum lagi dirinya harus membayar hutang operasi ayahnya waktu itu pada Deana."Bima, niatku kesini untuk bekerja. Aku bahkan tidak tahu jika ini adalah rumahmu dan Bu Deana itu istrimu, jika aku tahu sebelumnya aku tidak mungkin-""Sekar, percayalah kalau ini merupakan takdir dari Tuhan dan ini adalah jawaban dari semua doa-doaku yang berharap agar aku dan kamu bisa bertemu kembali. Meskipun waktunya terlambat, aku tidak perduli aku akan tetap berusaha untuk menjadikanmu milikku lagi bagaimanapun caranya."Tok..Tok..Tok.."Sekar! Kamu di dalam?""Itu Bu Deana!" bisik Sekar. "Ii-iya, Bu. Ada apa?" sahutnya sedikit gugup."Bisa keluar sebentar?" Deana berkata dari balik pintu."Astaga, bagaimana ini? Kalau dia tahu kamu di kamarku, bisa-bisa kita berdua mati hari ini juga!" ucap Sekar pelan setengah berbisik."Tenang, katakan padanya bahwa kamu harus mengganti bajumu dulu sementara aku akan bersembunyi di kamar mandi. Jika situasi sudah aman aku akan keluar," sahut Bima mencoba menenangkan."Sekar! Cepat!" teriak Deana.Sekar mengangguk. "Baik, Bu. Tunggu sebentar saya baru selesai mandi dan akan ganti baju,"Cklek, terdengar suara pintu yang terbuka.WARNING: THIS CHAPTER CONTAINS EXPLICITLY DESCRIBED SEXUAL ACTIVITIES. PLEASE, DO NOT PROCEED IF YOU ARE TRIGGERED BY SUCH. “Kneel.” Dimitri says in a cold tone as he shifts away from me, giving me the space to obey his orders. I grit my teeth and avert my eyes away from his, turning away from him and folding myself into a fetal position as my own form of defiance. All is quiet for a minute until I feel the cold hard unforgiving edge of the knife in his hand pressed deliberately against my lower back. I stiffen against my wishes, scared that any minute from now, the sharp edge of the blade will pierce through smooth skin, settling deeply in my lower back. “The human skin is extremely fragile, easy to cut through. The blood beneath the skin much more enthralling than any other liquid.” Dimitri says in a cold tone that has me shivering. “You can just go ahead and stab me, 'cause I will never obey you.” I say in a shaky tone through gritted teeth as he presses the blade a little har
“Put away the knife, Malyshka.” Dimitri says in a cold hard tone bereft of any form of emotion. “No. I told you it’s my turn now, let's play my own game. Wanna know what it's called?” I ask with a sly smile, “Set me free or I kill you.” I respond to my question without giving him a chance to speak. “Are you threatening me, Malyshka?” Dimitri asks with a wide smile on his face, “I must say, I like this wild side of you. My little kitten is finally showing her claws. I should start calling you My little kitten. Malen'kiy kotenok.” Dimitri says with a wide smile on his face responding to his own question just like I did earlier. “I'm serious, Dimitri, I will hurt you if you don't let me go!” I say to him as the knife begins to tremble in my own hands. Why wasn't he scared? Was he trying to make me go through with my threat? I'm not sure I have the stomach to hurt anyone, much less Dimitri, the leader of the Bratva and head of the Gusef family.“What exactly is your plan, Malen'kiy ko
Dimitri's POV “What are you doing here, Malyshka?” I ask in a soft tone I can barely recognise myself.Anya continues to stare blankly ahead of her, not responding to my question. She was dressed in a flimsy nightwear and some socks I had put on her, before I left her alone in the bedroom. I sigh heavily as I bend down and heft her into my arms. I take notice of the fact that she was very light in my arms. Easily half the weight I lift every day to stay fit. “I would kill your father again if I ever got the chance.” I say quietly to her. I wish I could apologise for what happened earlier, but I can't. It had to happen. I doubt she would have agreed to wear the collar otherwise. “Did he suffer?” She asks after some time, interrupting the tense silence as we make our back to her bedroom. “Yes, he did, Malyshka. That I can assure you of.” I respond, hesitant to give her any gory details that might further upset her. “I want details.” Anya says, shocking me immensely. I never would
“Boris Sidorov.” I say coldly as I step into my office. Ivanov gives me a confused look, probably wondering when I had become friends with a scoundrel of this nature. “Mr Gusef! Priyatno poznakomit'sya. YA znayu, naskol'ko ty deystvitel'no zanyat.” It's a pleasure meeting you. I know how busy you can truly be. Boris says with a nervous chuckle as he shifts from one foot to the other. I give him a sharp look, not welcoming him or inviting him to sit with me. I settle down on the double-piece couch the one closest to Ivanov. “Kakiye problemy u vas yest' ?” What problems do you have? I ask him, in an emotionless voice. Ivanov places his hands on Boris's shoulders and shakes his head slightly when Boris tries to sit on the chair opposite me. You do not sit in front of the Pakhan unless you are invited to. “Ummmm—— my wife is missing.” Boris says, his eyes flicking between the bulk that is Ivanov me. I knew Boris Sidorov very well, although unfortunately so. He was Maksim Fedorov's
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
reviews