Share

Empat

Ketika aku membuka mata, ternyata aku berada di dalam kamar yang asing, terbaring di atas kasur yang tentu saja tidak seperti kasur yang aku kenal. Aroma ruangan ini pun sangat berbeda. Aku tahu bahwa aku masih ada di rumah Paman Jaden saat itu. Jadi, setelah merasa lebih baik, aku pun berpamitan pergi meski Paman Jaden dan Bibi Juvia tidak mengizinkanku. Aku ingin pulang ke rumah meski tidak ada Ayah dan Ibu di sana.

Sampai di rumah, tentu saja rasanya sangat hampa, sampai rasanya tidak berani menginjakkan kaki untuk masuk ke dalam rumah. Tapi, berkat menangis kemarin, aku sudah merasa lebih baik dan sudah bisa menerima kenyataan bahwa aku telah menjadi anak yatim piatu. Lagipula, aku juga tetap harus kembali ke rumah ini. Aku harus merapikan barang-barang Ayah dan Ibu, lalu bersiap-siap untuk pergi.

Pergi? Benar.

Ketika berjalan pulang dari rumah Paman Jaden, banyak penduduk yang menyapaku dan berusaha untuk menghiburku. Tentu saja aku sangat berterima kasih, karena berkat kebiakan Ayah dan Ibu pada penduduk desa, aku pun mendapatkan perlakuan yang baik meski mereka sudah tidak ada. Dan, dalam perjalanan itu, aku telah memantapkan hati bahwa aku akan pergi dari Desa Elsira menuju Ibu Kota Ishlunande untuk bergabung dengan Guild Swords & Wands tempat Ayah dan Ibu bekerja dulu. Meski masih berumur 10 tahun, aku yakin bahwa aku akan diterima jika pemimpin guild itu tahu siapa aku dan sihir apa yang aku miliki.

"Hm?"

Ketika aku sedang merapikan pakaian Ayah dan Ibu untuk disimpan di dalam kotak karton, aku menemukan sesuatu terselip di antara baju-baju. Sesuatu yang jelas sekali bahwa itu adalah buku. Karena berada di antara baju Ibu, aku kira itu adalah buku harian Ibu. Dengan senyum lebar dan semangat, aku pun menariknya dan hendak membacanya. Tapi, senyumku seketika lenyap begitu membaca tulisan yang tercetak di sampul kulit buku besar yang tak wajar untuk menjadi buku harian.

"Historia ... " Saking tak masuk akalnya, aku sampai meraba tulisan itu dengan perlahan, mengikuti setiap bentuk huruf yang tercetak. "Historia?"

Masih tak percaya, aku pun membolak-balikkan buku tersebut. Benar-benar tidak ada petunjuk apapun untuk membuktikan bahwa buku ini adalah buku yang aku pikirkan atau bukan. Menurut Kaladin, Historia tidak akan bisa disentuh oleh siapapun selain Historian. Jika bisa menyentuhnya pun mereka tidak akan bisa menemukan tulisan apapun di dalam buku ini. Jadi, hanya itu satu-satunya cara untuk membuktikan perasaanku.

Dengan perasaan gugup, aku pun membuka sampul buku besar ini dengan perlahan-lahan. Aku takut mendapatkan kututkan karena membuka buku ini. Tapi, sampai sampul depan benar-benar terbuka, ternyata tidak terjadi apapun. Aku pun menghela nafas lega. "Fyuh ... Syukur -- hm? Hah?" Aku menarik buku itu dan hampir menempelkannya di wajahku. "Tidak mungkin." Aku menjauhkannya, lalu mendekatkannya kembali ke wajahku. Berkali-kali aku melakukannya. Bahkan, aku sampai mengusap-usap mataku berkali-kali. "Aku tidak salah lihat. Ini ... namaku."

Pada halaman pertama buku besar ini, terdapat tulisan tangan yang seakan menggunakan benda besi panas untuk menulisnya. Tulisan itu berbunyi, "Sejarah adalah keabadian. Sejarah adalah kebenaran. Dan, sejarah ada untuk masa depan. Teruntuk Historian IV, Aisha Nevrione, Putri dari Tomas Chervenlott dan Marianne Zoferine."

Bukan hanya karena namaku yang tertulis di sana seakan buku ini milikku, tapi juga kebenaran tentang nama Ayah dan Ibu yang sebenarnya. Tidak kusangka, aku memiliki darah keturunan bangsawan yang terkenal sebagai Sword Master di Alinzan, yaitu Chervenlott, dan juga memiliki darah Penyihir Kegelapan terkuat di Alinzan, yaitu Zoferine. Agak tidak masuk akal, tapi tentu tidak bisa kusangkal, karena buku ini tidak pernah menujukkan kebohongan. Bagaimana pun juga, ini adalah Historia, buku yang dipakai untuk mencatat seluruh sejarah di Telluris ini oleh Historian.

"Jadi ... aku Historian IV?"

Tentu saja masih tidak bisa aku percaya. Umurku masih 10 tahun, sihirku belum matang. Apa yang bisa aku lakukan untuk dunia ini? Apa yang akan orang-orang katakan jika tahu bahwa Historian IV adalah seorang anak kecil?

Ini sungguh aneh dan rasanya tidak masuk akal.

"Berarti, aku harus menemui mereka, bukan? Aku harus ke Tolava." Aku menutup HIstoria dan terdiam dengan masih duduk di atas kasur Ayah dan Ibu. "Tapi, Tolava itu jauh. Aku harus pergi ke Kerajaan Zatadia lebih dulu, kemudian ke pelabuhan di Kota Tsenkangal, dan menyeberang dengan kapal menuju Pulau Tolava. Setidaknya, butuh waktu seminggu lebih untuk sampai ke Tolava dengan berkuda." Aku pun mulai berpikir keras sambil berbicara sendiri untuk membuatku ingat.

Memang aku tidak pandai menghafal peta, tapi Ayah dan Ibu memberitahuku tentang Tolava, karena mereka pernah pergi ke Pulau Suci itu. Tapi, jika aku berangkat hari ini ke Kota Tsekangal dengan kecepatan tinggi, seharusnya aku masih sempat bertemu dengan keempat Pilar Suci, bukan?

Aku harus bergegas!

Biarlah aku membiarkan barang-barang Ayah dan Ibu, juga seluruh peninggalan mereka. Aku akan meninggalkan surat yang pasti akan dibaca oleh Paman Jaden atau Bibi Juvia entah kapan. Aku juga harus meninggalkan uang ganti rugi, karena aku akan mengambil kuda milik Bibi Angela. Saat ini, pergi menemui keempat Pilar Historian dan pergi ke Tolava adalah hal yang utama untukku.

Setelah mengemasi barang secukupnya, aku pun bergegas meninggalkan rumah usai meninggalkan surat dan sejumlah uang. Aku pun pergi ke rumah Bibi Angela dan mengambil kuda yang sebelumnya aku tunggangi. Kebetulan, hari sudah cukup sore, jadi tidak banyak penduduk desa yang masih beraktivitas. Aku pun bisa meninggalkan desa tanpa diketahui oleh siapapun. Aku tidak mau ada yang tahu tujuanku. Aku takut ada yang tahu bahwa aku membawa Historia. Aku dengar, semua orang menginginkan Historia yang menyimpan begitu banyak rahasia dan kebenaran.

Sebelum hari gelap, aku sudah harus tiba di Gunung Coravia di utara Desa Elsira. Gunung Coravia adalah gunung salju yang jarang dilalui orang-orang. Tapi, bagi penduduk Elsira, gunung itu adalah akses terdekat untuk berdagang ke negara sebelah. Desa Elsira sudah tahu jalan yang aman. Ayah dan Ibu juga sudah memberitahuku meski aku belum pernah menempuhnya. Namun, ini adalah jalan tercepat untuk bisa sampai di Tsenkangal.

Ini benar-benar skenario hidup yang tidak pernah aku bayangkan. Bereinkarnasi ke dunia berbeda saja sudah sangat mengejutkan dan tidak masuk akal. Sekarang, aku malah terpilih menjadi orang yang paling penting dan paling berpengaruh di dunia ini. Hidupku yang sebelumnya terasa hampa, kini terasa lebih menarik. Tentu aku mengkhawatirkan banyak hal. Tapi, aku yang tidak pernah merasakan petualangan di kehidupanku sebelumnya dan hanya bisa berimajinasi, kini aku bisa melakukannya tanpa perlu mengkhawatirkan tubuhku akan semakin lemah karena di kehidupanku yang kedua ini aku diberikan kesempatan untuk merasakan tubuh yang sehat dan kuat.

Aku tegaskan, aku benar-benar bersyukur terlahir kembali seperti ini. Meski, tentu saja aku menyesali kematian Ayah dan Ibu. Mereka adalah orang pertama yang menyayangiku selama 27 tahun aku hidup.

Kalau dipikir-pikir, kesempatanku menjadi Historian ini akan membuatku bisa membalaskan dendam kematian Ayah dan Ibu dengan jalan yang lebih mudah. Pasti akan ada kesempatan untukku pergi ke Dungeon Belzeebub itu. Aku pastikan akan menaklukkan dungeon itu demi Ayah dan Ibu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status