Ketika aku membuka mata, ternyata aku berada di dalam kamar yang asing, terbaring di atas kasur yang tentu saja tidak seperti kasur yang aku kenal. Aroma ruangan ini pun sangat berbeda. Aku tahu bahwa aku masih ada di rumah Paman Jaden saat itu. Jadi, setelah merasa lebih baik, aku pun berpamitan pergi meski Paman Jaden dan Bibi Juvia tidak mengizinkanku. Aku ingin pulang ke rumah meski tidak ada Ayah dan Ibu di sana.
Sampai di rumah, tentu saja rasanya sangat hampa, sampai rasanya tidak berani menginjakkan kaki untuk masuk ke dalam rumah. Tapi, berkat menangis kemarin, aku sudah merasa lebih baik dan sudah bisa menerima kenyataan bahwa aku telah menjadi anak yatim piatu. Lagipula, aku juga tetap harus kembali ke rumah ini. Aku harus merapikan barang-barang Ayah dan Ibu, lalu bersiap-siap untuk pergi.Pergi? Benar.Ketika berjalan pulang dari rumah Paman Jaden, banyak penduduk yang menyapaku dan berusaha untuk menghiburku. Tentu saja aku sangat berterima kasih, karena berkat kebiakan Ayah dan Ibu pada penduduk desa, aku pun mendapatkan perlakuan yang baik meski mereka sudah tidak ada. Dan, dalam perjalanan itu, aku telah memantapkan hati bahwa aku akan pergi dari Desa Elsira menuju Ibu Kota Ishlunande untuk bergabung dengan Guild Swords & Wands tempat Ayah dan Ibu bekerja dulu. Meski masih berumur 10 tahun, aku yakin bahwa aku akan diterima jika pemimpin guild itu tahu siapa aku dan sihir apa yang aku miliki."Hm?"Ketika aku sedang merapikan pakaian Ayah dan Ibu untuk disimpan di dalam kotak karton, aku menemukan sesuatu terselip di antara baju-baju. Sesuatu yang jelas sekali bahwa itu adalah buku. Karena berada di antara baju Ibu, aku kira itu adalah buku harian Ibu. Dengan senyum lebar dan semangat, aku pun menariknya dan hendak membacanya. Tapi, senyumku seketika lenyap begitu membaca tulisan yang tercetak di sampul kulit buku besar yang tak wajar untuk menjadi buku harian."Historia ... " Saking tak masuk akalnya, aku sampai meraba tulisan itu dengan perlahan, mengikuti setiap bentuk huruf yang tercetak. "Historia?"Masih tak percaya, aku pun membolak-balikkan buku tersebut. Benar-benar tidak ada petunjuk apapun untuk membuktikan bahwa buku ini adalah buku yang aku pikirkan atau bukan. Menurut Kaladin, Historia tidak akan bisa disentuh oleh siapapun selain Historian. Jika bisa menyentuhnya pun mereka tidak akan bisa menemukan tulisan apapun di dalam buku ini. Jadi, hanya itu satu-satunya cara untuk membuktikan perasaanku.Dengan perasaan gugup, aku pun membuka sampul buku besar ini dengan perlahan-lahan. Aku takut mendapatkan kututkan karena membuka buku ini. Tapi, sampai sampul depan benar-benar terbuka, ternyata tidak terjadi apapun. Aku pun menghela nafas lega. "Fyuh ... Syukur -- hm? Hah?" Aku menarik buku itu dan hampir menempelkannya di wajahku. "Tidak mungkin." Aku menjauhkannya, lalu mendekatkannya kembali ke wajahku. Berkali-kali aku melakukannya. Bahkan, aku sampai mengusap-usap mataku berkali-kali. "Aku tidak salah lihat. Ini ... namaku."Pada halaman pertama buku besar ini, terdapat tulisan tangan yang seakan menggunakan benda besi panas untuk menulisnya. Tulisan itu berbunyi, "Sejarah adalah keabadian. Sejarah adalah kebenaran. Dan, sejarah ada untuk masa depan. Teruntuk Historian IV, Aisha Nevrione, Putri dari Tomas Chervenlott dan Marianne Zoferine."Bukan hanya karena namaku yang tertulis di sana seakan buku ini milikku, tapi juga kebenaran tentang nama Ayah dan Ibu yang sebenarnya. Tidak kusangka, aku memiliki darah keturunan bangsawan yang terkenal sebagai Sword Master di Alinzan, yaitu Chervenlott, dan juga memiliki darah Penyihir Kegelapan terkuat di Alinzan, yaitu Zoferine. Agak tidak masuk akal, tapi tentu tidak bisa kusangkal, karena buku ini tidak pernah menujukkan kebohongan. Bagaimana pun juga, ini adalah Historia, buku yang dipakai untuk mencatat seluruh sejarah di Telluris ini oleh Historian."Jadi ... aku Historian IV?"Tentu saja masih tidak bisa aku percaya. Umurku masih 10 tahun, sihirku belum matang. Apa yang bisa aku lakukan untuk dunia ini? Apa yang akan orang-orang katakan jika tahu bahwa Historian IV adalah seorang anak kecil?Ini sungguh aneh dan rasanya tidak masuk akal."Berarti, aku harus menemui mereka, bukan? Aku harus ke Tolava." Aku menutup HIstoria dan terdiam dengan masih duduk di atas kasur Ayah dan Ibu. "Tapi, Tolava itu jauh. Aku harus pergi ke Kerajaan Zatadia lebih dulu, kemudian ke pelabuhan di Kota Tsenkangal, dan menyeberang dengan kapal menuju Pulau Tolava. Setidaknya, butuh waktu seminggu lebih untuk sampai ke Tolava dengan berkuda." Aku pun mulai berpikir keras sambil berbicara sendiri untuk membuatku ingat.Memang aku tidak pandai menghafal peta, tapi Ayah dan Ibu memberitahuku tentang Tolava, karena mereka pernah pergi ke Pulau Suci itu. Tapi, jika aku berangkat hari ini ke Kota Tsekangal dengan kecepatan tinggi, seharusnya aku masih sempat bertemu dengan keempat Pilar Suci, bukan?Aku harus bergegas!Biarlah aku membiarkan barang-barang Ayah dan Ibu, juga seluruh peninggalan mereka. Aku akan meninggalkan surat yang pasti akan dibaca oleh Paman Jaden atau Bibi Juvia entah kapan. Aku juga harus meninggalkan uang ganti rugi, karena aku akan mengambil kuda milik Bibi Angela. Saat ini, pergi menemui keempat Pilar Historian dan pergi ke Tolava adalah hal yang utama untukku.Setelah mengemasi barang secukupnya, aku pun bergegas meninggalkan rumah usai meninggalkan surat dan sejumlah uang. Aku pun pergi ke rumah Bibi Angela dan mengambil kuda yang sebelumnya aku tunggangi. Kebetulan, hari sudah cukup sore, jadi tidak banyak penduduk desa yang masih beraktivitas. Aku pun bisa meninggalkan desa tanpa diketahui oleh siapapun. Aku tidak mau ada yang tahu tujuanku. Aku takut ada yang tahu bahwa aku membawa Historia. Aku dengar, semua orang menginginkan Historia yang menyimpan begitu banyak rahasia dan kebenaran.Sebelum hari gelap, aku sudah harus tiba di Gunung Coravia di utara Desa Elsira. Gunung Coravia adalah gunung salju yang jarang dilalui orang-orang. Tapi, bagi penduduk Elsira, gunung itu adalah akses terdekat untuk berdagang ke negara sebelah. Desa Elsira sudah tahu jalan yang aman. Ayah dan Ibu juga sudah memberitahuku meski aku belum pernah menempuhnya. Namun, ini adalah jalan tercepat untuk bisa sampai di Tsenkangal.Ini benar-benar skenario hidup yang tidak pernah aku bayangkan. Bereinkarnasi ke dunia berbeda saja sudah sangat mengejutkan dan tidak masuk akal. Sekarang, aku malah terpilih menjadi orang yang paling penting dan paling berpengaruh di dunia ini. Hidupku yang sebelumnya terasa hampa, kini terasa lebih menarik. Tentu aku mengkhawatirkan banyak hal. Tapi, aku yang tidak pernah merasakan petualangan di kehidupanku sebelumnya dan hanya bisa berimajinasi, kini aku bisa melakukannya tanpa perlu mengkhawatirkan tubuhku akan semakin lemah karena di kehidupanku yang kedua ini aku diberikan kesempatan untuk merasakan tubuh yang sehat dan kuat.Aku tegaskan, aku benar-benar bersyukur terlahir kembali seperti ini. Meski, tentu saja aku menyesali kematian Ayah dan Ibu. Mereka adalah orang pertama yang menyayangiku selama 27 tahun aku hidup.Kalau dipikir-pikir, kesempatanku menjadi Historian ini akan membuatku bisa membalaskan dendam kematian Ayah dan Ibu dengan jalan yang lebih mudah. Pasti akan ada kesempatan untukku pergi ke Dungeon Belzeebub itu. Aku pastikan akan menaklukkan dungeon itu demi Ayah dan Ibu.Gunung Corova adaah gunung salju yang cukup berbahaya. Selain karena cuaca yang sering tak tentu, juga monster-monster yang hidup di sana. Monster-monster itu pun kerap turun ke Elsira untuk mencari makan, tak aneh jika ada satu-dua orang yang tewas. Meski begitu, kata Ayah dan Ibu, sejak mereka tinggal di sana, monster-monster tidak lagi datang ke desa. Itu karena mereka rutin melakukan pembasmian untuk menekan jumlah populasi monster. Hal inilah yang membuatku tak takut meski bertemu monster, seperti saat ini.Monster yang ada di gunung ini mayoritas adalah monster-monster yang hidup berkelompok, mulai dari furian goblin alias goblin berbulu, rubah salju eisbergh, hingga fenrir. Tapi, biasanya fenrir tidak suka manusia, sehingga mereka memilih hidup jauh di puncah gunung atau di sisi lain gunung yang jauh dari pemukiman. Goblin berbulu adalah monster yang wajar ditemui dan dihadapi di gunung ini. Tapi, bisa-bisanya aku malah bertemu seekor fenrir putih bermata merah.
Kami -- aku, Ash, dan kudaku -- pun berhasil turun dari Gunung Corava tepat sebelum badai salju ekstrem terjadi. Bukan hanya aku, tapi Ash dan kudaku juga terliht tegang ketika kami bergegas menuruni gunung dengan badai mengejar kami dari belakang.Dua tahun lalu, Ayah pernah mengajakku untuk berkemah di Hutan Neathy ini selama tiga malam. Ayah mengajarkanku cara untuk bertaha hidup di alam. Ayah juga mengajarkanku tentang banyak hal, seperti monster apa saja yang hidup di hutan ini, kelemahan mereka, dan lainnya. Karena itu, aku tidak begitu cemas. Aku yakin aku akan mampu keluar dari hutan ini, meski harus ditempuh bermalam-malam lamanya.Kata Ayah, hutan ini sering dipakai oleh tentara-tentara Kerajaan Zatadia untuk berlatih sekaligus melakukan pembasmian di panas ketika populasi monster sedang meningkat. Tapi, tak kusangka bahwa aku akan berkemah dengan mereka seperti ini. "Wah, Nona pasti akan menjadi Beast Tamer yang hebat!" sanjung seorang perwira bernama Theodhore.Ya, aku me
Segerombol lelaki berwajah mengerikan itu anehnya tidak membuatku takut. Mereka memang berwajah mengerikan, tapi entah kenapa mereka malah terlihat menyedihkan di mataku. Dan, hal itu terbukti benar.Mereka menarikku tiba-tiba, bahkan kudaku dan Ash sampai diambil alih oleh lainnya. Mereka membawaku pergi, bukan ke jalan sempit dan gelap yang merupakan tempat paling cocok untuk melakukan kejahatan, melainkan ke jalan utama dan jalan besar yang ramai oleh orang-orang. Anehnya, tidak ada yang curiga ataupun menghentikan mereka. Dan, kami pun tiba di depan sebuah bangunan besar dan tinggi dengan papan nama bertuliskan 'Silver Flagon Guild, Inn & Tavern'. "Mohon bantuannya!!"Tiba-tiba saja mereka membungkuk dalam setelah menyuruhku duduk di sebuah kursi di restoran bangunan guild itu. Jujur, aku merasa sangat tidak nyaman dengan sikap mereka yang memperlakukanku seperti ini. Orang-orang di restoran ini pun memperhatikanku. Jujur, aku tidak mau mencari perhatian. Karena, jika orang-orang
Selama aku hidup 10 tahun sebaai Aisha di dunia bernama Telluris ini, sudah dua kali aku jatuh pingsan. Pertama, saat aku kembali dari Leymar. Aku pingsan karena kelelahan di rumah Paman Jaden. Sekarang yang kedua, aku pingsan pasti karena kelelahan perjalanan dari Elsira untuk mengejar keempat Pilar Historian. Sepertinya, aku tidak bisa kelelahan dan memaksakan diri ketika otakku terus dipakai untuk berpikir keras. Sejak ramaan itu, aku merasa aku tidak memiliki waktu untuk beristirahat, baik mengistirahatkan fisik maupun pikiranku.Tapi, memang harapan tidak seindah kenyataan."Sebagai bayaran atas sihir yang besar, kamu pun mendapatkan efek samping dari sihir yang kamu miliki. Bisa dikatakan, jantungmu rusak," jelas Kaladin.Aku tertawa hambar. "Ternyata, tidak ada bedanya," gumamku lirih sambil menggaruk tengkuk karena canggung. "Yah, mau bagaimana lagi.""Kamu baik-baik saja, Aisha?" tanya Nymeria. Aku yakin pertanyaannya bukan untuk keadaan fisikku. Bukan hanya dia, yang lain pu
Selama dua malam perjalanan laut, aku pun mengenal keempat Pilar dengan sangat baik. Entah kenapa, aku yang di kehidupan sebelumnya sulit sekali berteman, kali ini aku merasa bahwa hubunganku dengan mereka akan baik, terlepas status kami adalah Historian dan Pilar-nya. Alaric ternyata adalah Pangeran I dari Kerjaan Sevelstan. Kalau saja dia tidak terpilih menjadi Pilar Historian, dia akan dinobatkan sebagai Putra Mahkota dan nantinya akan menjadi raja kerjaan itu. Meski begitu, Al -- begitu aku memanggilnya -- mengaku bahwa dia bersyukur tidak harus melakukan perebutan takhta yang mengerikan. Katanya, perebutan takhta keluarganya secara turun-temurun sangatlah kejam dan mengerikan. Tapi, aku sangat yakin bahwa dia akan menjai raja yang bijak dan baik yang bisa mengubah tradisi perebutan takhta yang kejam itu. Jika aku mati nanti, statusnya sebagai Mantan Pilar Hisotorian Mahkota yang melambangkan kebijakan akan memperkuat posisinya. Para bangsawan akan mendukungnya. Apalagi dia adala
Rasanya seperti sudah berbulan-bulan tidak tidur di kasur, padahal baru beberapa hari berlalu sejak aku meninggalkan rumah penuh kenangan di Elsira dan tiba di Talova. Untunglah, aku diperbolehkan beristirahat lebih dulu hari itu. Tentu saja aku butuh istirahat. Perjalanan dari Elsira ke Pulau Suci Talova ini bukanlah perjalanan yang ringan untukku. Ketika aku bangun, ternyata matahari belum sepenuhnya terbit. Aku pun berkesempatan melihat pemandangan yang tak bisa kulihat di Elsira, yaitu matahari terbit. Di duniaku sebelumnya, Bali adalah salah satu tempat favorit orang-orang Indonesia untuk melihat matahari terbit di pantai. Tapi, tentu saja, aku lebih suka melihat pemandangan matahari terbit dari puncak gunung pada buku travelling yang aku baca. Setidaknya, di dunia ini aku akan menjadikan kamar Historian ini menjadi tempat favorit untuk melihat matahari terbit.Tok. Tok. Tok."Permisi, Nona. Saya masuk -- Oh!" Pelayan berseragam putih hitam khas budaya Eropa jaman dulu itu membe
Menurut catatan di dalam buku Historia, baik yang ditulis oleh Historian I, II, maupun Historian III, semua mempercayai bahwa bencana alam besar yang terjadi di Telluris akan menimbulkan retakan di langit dan menjadikan Dunia Manusia ini berada dalam kondisi terlemah, sehingga Bangsa Iblis yang dahulu adalah Bangsa Malaikat yang terbuang ke Dunia Bawah dapat masuk ke Dunia Manusia. Historian, Pilar, maupun Saintess adalah orang-orang pilihan Tuhan yang dipinjami kekuatan Bangsa Malaikat demi melindungi Dunia Manusia dari Bangsa Iblis yang serakah demi membalaskan dendam kebencian mereka terhadpa Tuhan yang telah mengusir mereka. Telah lama dipercaya bahwa ada tiga bangsa yang hidup atas kehendak Tuhan, yaitu Bangsa Manusia, Bangsa Malaikat, dan Bangsa Iblis. Historian, orang pilihan Tuhan dan Bangsa Malaikat, memiliki kemampuan untuk bisa merasakan keberadaan Bangsa Iblis dan Bangsa Malaikat, serta membedakannya dengan Bangsa Manusia. Bangsa Iblis dan Bangsa Malaikat yang turun ke Du
Pendidikan yang aku jalani sangatlah padat, sampai rasanya setiap pelajaran yang aku terima pun terbawa ke dalam mimpi. Tak hanya itu. Rasanya, tubuhku akan remuk dan otakku akan meledak jika terus seperti ini selama seminggu lagi. Aku butuh istirahat!!"Kamu baik-baik saja, Sha?" tanya Kala.Aku masih membenamkan wajah di antara lipatan tangan dan dada. "Hm."Malam ini, Al, Nym, dan Deon tidak bisa ikut makan malam bersama, karena ada hal yang harus mereka lakukan di luar kastel. Saintess Elanora pun sedang sibuk mempersiapkan hari penobatan yang tinggal dua minggu lagi, jadi beberapa hari terakhir ini dia tidak pernah ikut makan malam bersama.Meski Kala tidak menunjukkan ekspresi, nada bicaranya pun datar, aku tahu bahwa dia mengkhawatirkanku. "Apa aku tidak bisa istirahat satu-dua hari? Ini sudah sebulan lebih aku terus belajar tanpa henti. Aku sampai bermimpi buruk," keluhku.Kala mengusap-usap kepalaku lembut. Dia seakan tahi bahwa aku hanya ingin mengeluh, karena itu dia tidak