Share

Lima

Penulis: Catish13
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-19 08:00:51

Gunung Corova adaah gunung salju yang cukup berbahaya. Selain karena cuaca yang sering tak tentu, juga monster-monster yang hidup di sana. Monster-monster itu pun kerap turun ke Elsira untuk mencari makan, tak aneh jika ada satu-dua orang yang tewas. Meski begitu, kata Ayah dan Ibu, sejak mereka tinggal di sana, monster-monster tidak lagi datang ke desa. Itu karena mereka rutin melakukan pembasmian untuk menekan jumlah populasi monster. Hal inilah yang membuatku tak takut meski bertemu monster, seperti saat ini.

Monster yang ada di gunung ini mayoritas adalah monster-monster yang hidup berkelompok, mulai dari furian goblin alias goblin berbulu, rubah salju eisbergh, hingga fenrir. Tapi, biasanya fenrir tidak suka manusia, sehingga mereka memilih hidup jauh di puncah gunung atau di sisi lain gunung yang jauh dari pemukiman. Goblin berbulu adalah monster yang wajar ditemui dan dihadapi di gunung ini. Tapi, bisa-bisanya aku malah bertemu seekor fenrir putih bermata merah.

"Grrrh .... " Fenrir itu menggeram.

Bulu putihnya banyak didominasi oleh noda merah darah, tapi anehnya mulutnya cukup bersih. Itu artinya, dia tidak habis memangsa sesuatu. Lalu, darah siapa?

Kata Ayah, hanya satu yang bisa dilakukan ketika berhadapa dengan fenrir, yaitu diam. Fenrir tidak suka mencari keributan, mereka akan pergi setelah memastikan tidak ada tanda-tanda bahaya. Karena itulah, aku hanya berdiam diri di atas kudaku. Kudaku untungnya penurut, dia tidak bergerak dan tidak memperlihatkan kegelisahan.

"Pergilah. Aku tidak ada niat menyakitimu," kataku pada fenrir itu, meski aku tahu aku tidak bisa berbicara dengan monster. Aku bukan Beast Tamer.

Fenrir itu mengangkat kaki kanan depannya, lalu menapakkanya ke depan. Jantugku sudah bersedetak semakin cepat dan kuat, takut kalau fenrir itu tiba-tiba melompat menyerang. Aku memang sudah bersiaga untuk merapal matera Sihir Kutukan, tapi sihir itu sangat membutuhkan waktu. Inginnya memakai Sihir Bayangan, tapi di gunung ini aku tak menghasilkan bayangan.

"Pergilah ... " Lagi, aku menggumamkan itu.

Brukk!

Tiba-tiba saja fenrir itu tumbang ke samping ketika dia kembali melangkah maju. Bukan hanya aku, tapi kudaku juga terkejut hingga akhirnya ia sedikit melompat menjauh.

Aku pun turun dari punggung kudaku, bergegas menghampiri fenrir itu untuk memeriksa apa yang terjadi padanya. Nafasnya terengah-engah berat. Mata merahnya itu berkedip lambat. Meski begitu, dia tetap monster. Dia bisa tiba-tiba menggigitku, karena itu aku tetap waspda ketika bergerak mendekatinya.

"Astagah." Fenrir ini terluka. Perutnya terluka, tampak seperti luka yang didqpat oleh benda tajam, namun bukan carakan maupun gigitan. Sepertinya, dia bertemu manusia dan telah terjadi pertarungan. "I-Ini akan sakit. Bertahanlah." Aku menekan luka di perutnya dengan tangan kanan, membuat fenrir itu bergerak menggeliat kesakitan. Aku takut, tapi aku tetap di posisiku. "Ini ramuan yang bisa mempercepat kesembuhan luka. Ini sedikit perih." Aku pun menuang ramuan obat andalan Ibu ke atas luka itu.

Ramuan itu manjur, tapi rasa sakitnya ketika ditumpahkan ke luka sama seperti rasa sakit ketika luka itu terjadi. Namun, bisa kujamin bahwa rasa sakitnya tak akan berlangsung lama dan pemulihan akan bekerja sempurna setelah satu jam. Meski begitu, luka yang dialami fenrir ini tidak akan sembuh dengan hanya satu kali pengobatan. Setidaknya, dia harus menerima pengobatan selama tiga hari.

Aku dikejar waktu, tidak ada waktu untuk meetap di gunung ini demi fenrir ini. Meski fenrir adalah monster yang cukup cerdas, dia bisa saja menyerangku saat sudah sembuh. Karena itu, aku harus meninggalkannya dan membiarkannya sembuh dengan kekuatannya. Dia adalah monster magis, memiliki mana yang besar dan bisa melakukan sihir. Dia pasti baik-baik saja.

"Aku pergi. Kamu hati-hati." Aku pun berdiri, sudah berbalik hendak pergi. Tapi, jubahku tertahan membuatku hampir terjungkal ke belakang. Untunglah, aku bia menjaga keseimbanganku. Ketika aku menoleh ke belakang, ternyata fenrir itu yang menahanku untuk tidak pergi. "Kenapa?"

"Bawa anakku."

"Eh?" Seperti seseorang berbicara di dalam otakku. Rasanya sangat aneh sampai membuatku pusing. Namun, tidak ada siapapun di sini selain aku dan fenrir itu. "Bohong ... " Aku menatap fenrir itu. "Kamu bertelepati denganku?"

Mata merah fenrir itu menatapku lekat sekali. "Karena kamu Beast Tamer. Aku hanya bicara denganmu," ungkapnya. "Hanya kamu yang bisa merawat anakku. Kamu berbeda. Kamu pasti membutuhkan kekuatannya. Aku mungkin tidak akan hidup setelah ini."

Aku berbalik dan kembali berlutut di depan fenrir itu. Entah kenapa, aku tak lagi takut padanya. "Di mana anakmu?" Aku tidak punya pengalaman dalam memelihara hewan. Tapi, fenrir ini sudah mempercayakan anaknya padaku. Aku juga tidak bisa menutup mata tentang ini.

"Pergilah ke arah sesemakan ceri di arah sana." Ia menggerakkan kepalanya, menunjuk sebuah arah dengan moncongnya. Arah yang ditunjuknya untunglah sama dengan arah yang akan kutuju. "Dia di sana. Berilah nama, maka dia akan menjadi familarmu."

Aku mengangguk. "Baik." Meski aku sudah berani, aku masih agak ragu ketika ingin membelai kepalanya. Aku ingin membuatnya lebih tenang. "Tidurlah, Nyonya Fenrir. Aku berjanji akan merawat anakmu dengan baik." Setelah itu, aku memejamkan mata dan merapalkan mantra dalam hati, "Somnumoir."

"Terima kasih." Sebelum mata merah itu tertutup, fenrir itu megucapkan terima kasihnya. Bahkan, moncong yang tertutup itu seakan membuat garis senyum.

Sejujurnya, kutukan yang kurapal sama seperti membunuhnya. Somnumoir adalah mantera untuk membuat makhluk hidup tertidur seperti mati. Dengan luka yang dideritanya, juga tubuh yang nantinya akan membeku di hamparan salju ini, pada akhirnya dia akan mati. Tapi, setidaknya dia tidak perlu merasakan sakit ketika mati. Jujur, baru kali ini aku menggunakan kutukan yang berujung membunuh makhluk hidup.

Setelah berdoa sebentar untuk mendoakan ketenangannya, aku pun bergegas pergi sebelum cuaca di gunung ini berubah ekstrem dan membuatku tak bisa turun. Aku melompt naik ke punggung kudaku, lalu menghentakkan tali kendalinya dengan kuat. Kami bergegas mencari sesemakan ceri yang dimaksud induk fenrir tadi.

Ternyata tidak jauh dari tempat aku bertemu dengan induk fenrir itu. Tampaknya, induk itu hendak kembali ke sarang untuk melindungi anaknya. Kasih ibu memang sepanjang masa, sampai induk fenrir itu terluk pun masih berusaha melindungi anaknya.

"Ketemu."

Anak fenrir itu memiliki bulu kelabu yang sangat tebal dan lembut. Dia tengah meringkuk di atas dedaunan kering yang dikumpulkan untuk menjadi alas yang hangat, tepat di sebuah lubang kecil tersembunyi yang seperti sarang kelinci. Sepertinya umurnya sudah lebih dari satu bulan, sebab sudah tumbuh gigi dan taring. Ketika aku mengambilnya, dia sempat terbangun. Mata kanannya berwarna biru, sedangkan mata kirinya berwarna merah. Dia sangat keren dan menggemaskan.

"Sekarang namamu Ash. Ibumu menitipkanmu padaku. Karena itu, mohon bantuannya Ash." Aku menempelkan keningku pad keningnya. Ada sensasi menyengat yang menggelitik. Sepertinya, fenrir kecil ini sudah berhasil menjadi familiarku.

"Bark!" Dia menggonggol layaknya anak anjing. Wajahnya terlihat senang sampai membuat ekornya berputar seperti baling-baling kipas angin di kehidupanku sebelumnya. Dia sangat menggemaskan. "Terima kasih, Nona!" ungkapnya di dalam pikiranku.

Benar, aku sempat melupakannya.

Tiba-tiba aku bisa meramalkan masa depan, lalu sekarang bertelepati dengan monster. Bukakah sudah terlau banyak sihir yang bisa aku lakukan? Kalau bukan Penyihir Agung, lalu apa sebutan untukku yang memiliki empat sihir? Apakah monster?

Sungguh, aku hanya ingin menjalani hidup normal dalam ketenangan, bukan hidup yang membuatku terus memikirkan pertanyaan ini dan itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Dua Puluh Satu

    Pangeran III Aleoth de Alinzan adalah orang yang diam namun meghasilkan segudang prestasi dalam membantu pekerjaan negara Raja Alinzan. Orang yang terkenal ramah dan disukai semua bangsawa wanita se-Alinzan. Banyak rakyat jelata yang mendukungnya dengan sifat dan keloyalitasnya itu. Aku yakin, dia memang menginginkan takhta raja, karena itu dia sengaja membuat dirinya terkenal di sana-sini.Pangera Aleoth tidak pergi sendiri, melainkan ditemani tangan kanannya sekaligus pemimpin pasukan kesatria miliknya, Hildo. Namun, Hildo inilah yang sebenarnya menjadi target perhatianku, karena meski dia tampak seperti manusia, tapi di mataku dia terlihat seperti Bangsa Iblis, mirip dengan salah satu pelayan di kastel ini. Menurut penjelasan Historia III, ciri-ciri Bangsa Iblis sangat khas, seperti telinga runcing, mata merah, dan mayoritas berkulit pucat."Suatu kehormatan bagi Alinzan, saya bisa berbicara spesial seperti ini dengan Anda, Nona Historian," tutur Aleoth dengan manis dan senyum bisn

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Dua puluh

    Strategi untuk mendapatkan simpatu sekaligus lepercayaan pun berhasil. Orang-orang memang akan menilaiku sangat tinggi, karena aku seorang Peramal da anak dari seorang Penyihir Kegelapan berdarah Zoferine dan Swordmaster berdarah Chervenlott. Meski entah aku bisa memenuhi ekspektasi mereka atau tidak, tapi untuk saat ini aku sudah mendapat sedikit kepercayaan mereka. Aku hanya harus berusaha maksimal dan membuktikan kemampuanku.Tapi, ada satu masalah baru lagi yang harus dihadapi oleh seorang Historian. Dan, itu sudah diperingatkan oleh Historian-Historian sebelumnya."Yang Mulia, ini anak sulung saya. Umurnya suda 18 tahun. Kami akan mengirimkan undangan resmi untuk Yang Mulia agar bisa minum teh bersama dengan anak saya."Yah, kurang lebih, kalimat-kalimat itulah yang aku dengar hampir di setiap keluarga tamu kehormatan yang aku datangi untuk berkenalan. Ya, itu adalah cara untuk mencari jodoh. Entah sejak kaapan, tapi Historian III Gavril menganggap bahwa pesta-pesta yang akan di

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Sembilan belas

    Satu per satu orang-orang dari berbagai kerajaan datang menghampiri untuk memberi salam. Aku merasa seperti kaisar yang paling berkuasa, padahal hanya orang yang diutus Tuhan sebagai pencatat sejarah dunia dan membawa perubahan. Apalagi, aku hanya perempuan yang lahir dan besar selama 15 tahun tanpa tahu etika bangsawan. Meski di total dengan kehidupanku sebelumnya, umurku memang sudah 32 tahun. Tapi, tetap saja, pebampilanku yang seperti ini tak ada apa-apanya dibanding orang-orang hebat penguasa negara di hadapanku.Selaa hampir dua jam aku merasakan ketegangan setiap para penguasa kerajaan menghampiri dan mempersembahkan upeti sebagai bentuk penghormatan dan permohonan perlindungan dan kebijaksanaan. Bangku kebesaran yang aku duduki ini terasa berduri, menyiksa sekali. Kalau aku seorang pembuat onar, aku pasti sudah berdiri dan kabur begitu saja.Dan, akhirnya aku pun bisa berdiri. "Terima kasih, kepada seluruh tamu kehormatan yang telah hadir pada hari ini. Saya, mewakili keempat

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Delapan belas

    Malam keempat perjalanan kami, Lory pingsan dan demam tinggi. Inginnya kami beristirahat, tapi kami dikejar waktu. Terpaksa, kami tetap melanjutkan perjalanan meski kondisi Lory sangat mengkhawatirkan. Namun, aku tahu alasan Lory seperti ini. Semua karena Kekuatan Suci miliknya akan bangkit.Tepat malan sebelum kami tiba di Talova, Lory sadar dan kondisnya amat sangat baik-baik saja. Aura emas miliknya sudah padat dan pekat, alirannya pun stabil. Namun, satu hal yang membuat kami tidak bisa berhenti cemas."Pada malam penobatan, akan datang sesosok Iblis untuk menemui Aisha," kata Lory begitu ia bangun. Sepertinya, ia diperingatkan oleh Tuhan dan Dewa-Dewi. Layaknya ramalan, pesan dari Tuhan dan Dewa-Dewi biasanya datang di luar keinginan.Dan, saat ini aku sedang bersiap-siap untuk penobatan. Aku bahkan dibangunkan subuh saat langit masih segelap lanngit ketika kami tiba di kastel. Para pelayan begitu bersemangat untuk mendandaniku, sampai aku terkantuk-kantuk karena proses mereka men

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Tujuh belas

    Kalau diperhatikan, Lory bukanlah orang kaku yang sangat teguh pada sesuatu. Pada kenyataannya, dalam perjalanan kami meninggalkan desa dengan kereta kuda pemberian warga Amaya, Lory terlihat sangat tak nyaman dan canggung. Daripada elang, dia mirip kakatua yang menggemaskan."Kamu bisa bersikap lebih santai, Lory. Keempat Pilar saja tidak sekaku kamu. Yah, jangan lihat Kala. Dia seperti itu karena bayara atas sihir besar miliknya," ujarku tenang dan mencoba untuk membuat Lory sedikit lebih santai, disusul kekehan.Lory menatapku agak lama, lalu ia menunduk dan tampak ragu. "Apakah benar saya saintess? Saya ... bukan orang baik."Aku terdiam sejenak sambil menatapnya. Padahal, aura emasnya menguar-nguar dengan kuat, lebih kuat daripada milik Saintess Elanora. "Kalau sepenglihatanku, kamu memiliki Kekuatan Suci yang lebih kuat dari Saintess Elanora. Entah apa masa lalumu, tapi masa kini juga penting. Kalau kamu sadar bahwa kamu bukan orang baik di masa lalu, itu artinya kamu sudah menj

  • Eternal Historian: Aisha's Otherworldly Journey   Enam belas

    Aku berseru bukan karena aku mengenal Ratu Lebah yang mereka sebut. Aku berseru karena aku yakin dengan ingatanku, bahwa Ayah dan Ibu pernah menyebut nama itu ketika menceritakan salah satu pengalaman mereka. Aku tidak benar-benar tahu sosoknya, tapi aku yakin itu adalah iblis yang sama dengan yang pernah Ayah dan Ibu hadapi sebelum aku lahir."Kamu mengenalnya, Sha?" tanya Deon.Aku menggeleng. "Tidak, tapi sepertinya itu iblis yang sama dengan yang pernah Ayah dan Ibu hadapi sebelum aku lahir," jawabku. "Lalu, apakah kalian memang diperintahkan untuk menyerang kami?" tanyaku, kini kembali menatap kedua perampok babak belur itu.Mereka mengangguk. "Kami berani bersumpah, kami hanya disuruh menyerang ketika kau melewati jalan ini. Begitu kami mendapatkanmu, kami disuruh membawamu ke Ulzcak.""Hm? Aku?" tanyaku heran. Kedua lelaki itu saling bertatapan, lalu mengangguk. "Kami disuruh menangkap perempuan bernama Aisha yang memiliki rambut merah keemasan dan mata berwarna hijau kekuning

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status