Gunung Corova adaah gunung salju yang cukup berbahaya. Selain karena cuaca yang sering tak tentu, juga monster-monster yang hidup di sana. Monster-monster itu pun kerap turun ke Elsira untuk mencari makan, tak aneh jika ada satu-dua orang yang tewas. Meski begitu, kata Ayah dan Ibu, sejak mereka tinggal di sana, monster-monster tidak lagi datang ke desa. Itu karena mereka rutin melakukan pembasmian untuk menekan jumlah populasi monster. Hal inilah yang membuatku tak takut meski bertemu monster, seperti saat ini.
Monster yang ada di gunung ini mayoritas adalah monster-monster yang hidup berkelompok, mulai dari furian goblin alias goblin berbulu, rubah salju eisbergh, hingga fenrir. Tapi, biasanya fenrir tidak suka manusia, sehingga mereka memilih hidup jauh di puncah gunung atau di sisi lain gunung yang jauh dari pemukiman. Goblin berbulu adalah monster yang wajar ditemui dan dihadapi di gunung ini. Tapi, bisa-bisanya aku malah bertemu seekor fenrir putih bermata merah."Grrrh .... " Fenrir itu menggeram.Bulu putihnya banyak didominasi oleh noda merah darah, tapi anehnya mulutnya cukup bersih. Itu artinya, dia tidak habis memangsa sesuatu. Lalu, darah siapa?Kata Ayah, hanya satu yang bisa dilakukan ketika berhadapa dengan fenrir, yaitu diam. Fenrir tidak suka mencari keributan, mereka akan pergi setelah memastikan tidak ada tanda-tanda bahaya. Karena itulah, aku hanya berdiam diri di atas kudaku. Kudaku untungnya penurut, dia tidak bergerak dan tidak memperlihatkan kegelisahan."Pergilah. Aku tidak ada niat menyakitimu," kataku pada fenrir itu, meski aku tahu aku tidak bisa berbicara dengan monster. Aku bukan Beast Tamer.Fenrir itu mengangkat kaki kanan depannya, lalu menapakkanya ke depan. Jantugku sudah bersedetak semakin cepat dan kuat, takut kalau fenrir itu tiba-tiba melompat menyerang. Aku memang sudah bersiaga untuk merapal matera Sihir Kutukan, tapi sihir itu sangat membutuhkan waktu. Inginnya memakai Sihir Bayangan, tapi di gunung ini aku tak menghasilkan bayangan."Pergilah ... " Lagi, aku menggumamkan itu.Brukk!Tiba-tiba saja fenrir itu tumbang ke samping ketika dia kembali melangkah maju. Bukan hanya aku, tapi kudaku juga terkejut hingga akhirnya ia sedikit melompat menjauh.Aku pun turun dari punggung kudaku, bergegas menghampiri fenrir itu untuk memeriksa apa yang terjadi padanya. Nafasnya terengah-engah berat. Mata merahnya itu berkedip lambat. Meski begitu, dia tetap monster. Dia bisa tiba-tiba menggigitku, karena itu aku tetap waspda ketika bergerak mendekatinya."Astagah." Fenrir ini terluka. Perutnya terluka, tampak seperti luka yang didqpat oleh benda tajam, namun bukan carakan maupun gigitan. Sepertinya, dia bertemu manusia dan telah terjadi pertarungan. "I-Ini akan sakit. Bertahanlah." Aku menekan luka di perutnya dengan tangan kanan, membuat fenrir itu bergerak menggeliat kesakitan. Aku takut, tapi aku tetap di posisiku. "Ini ramuan yang bisa mempercepat kesembuhan luka. Ini sedikit perih." Aku pun menuang ramuan obat andalan Ibu ke atas luka itu.Ramuan itu manjur, tapi rasa sakitnya ketika ditumpahkan ke luka sama seperti rasa sakit ketika luka itu terjadi. Namun, bisa kujamin bahwa rasa sakitnya tak akan berlangsung lama dan pemulihan akan bekerja sempurna setelah satu jam. Meski begitu, luka yang dialami fenrir ini tidak akan sembuh dengan hanya satu kali pengobatan. Setidaknya, dia harus menerima pengobatan selama tiga hari.Aku dikejar waktu, tidak ada waktu untuk meetap di gunung ini demi fenrir ini. Meski fenrir adalah monster yang cukup cerdas, dia bisa saja menyerangku saat sudah sembuh. Karena itu, aku harus meninggalkannya dan membiarkannya sembuh dengan kekuatannya. Dia adalah monster magis, memiliki mana yang besar dan bisa melakukan sihir. Dia pasti baik-baik saja."Aku pergi. Kamu hati-hati." Aku pun berdiri, sudah berbalik hendak pergi. Tapi, jubahku tertahan membuatku hampir terjungkal ke belakang. Untunglah, aku bia menjaga keseimbanganku. Ketika aku menoleh ke belakang, ternyata fenrir itu yang menahanku untuk tidak pergi. "Kenapa?""Bawa anakku.""Eh?" Seperti seseorang berbicara di dalam otakku. Rasanya sangat aneh sampai membuatku pusing. Namun, tidak ada siapapun di sini selain aku dan fenrir itu. "Bohong ... " Aku menatap fenrir itu. "Kamu bertelepati denganku?"Mata merah fenrir itu menatapku lekat sekali. "Karena kamu Beast Tamer. Aku hanya bicara denganmu," ungkapnya. "Hanya kamu yang bisa merawat anakku. Kamu berbeda. Kamu pasti membutuhkan kekuatannya. Aku mungkin tidak akan hidup setelah ini."Aku berbalik dan kembali berlutut di depan fenrir itu. Entah kenapa, aku tak lagi takut padanya. "Di mana anakmu?" Aku tidak punya pengalaman dalam memelihara hewan. Tapi, fenrir ini sudah mempercayakan anaknya padaku. Aku juga tidak bisa menutup mata tentang ini."Pergilah ke arah sesemakan ceri di arah sana." Ia menggerakkan kepalanya, menunjuk sebuah arah dengan moncongnya. Arah yang ditunjuknya untunglah sama dengan arah yang akan kutuju. "Dia di sana. Berilah nama, maka dia akan menjadi familarmu."Aku mengangguk. "Baik." Meski aku sudah berani, aku masih agak ragu ketika ingin membelai kepalanya. Aku ingin membuatnya lebih tenang. "Tidurlah, Nyonya Fenrir. Aku berjanji akan merawat anakmu dengan baik." Setelah itu, aku memejamkan mata dan merapalkan mantra dalam hati, "Somnumoir.""Terima kasih." Sebelum mata merah itu tertutup, fenrir itu megucapkan terima kasihnya. Bahkan, moncong yang tertutup itu seakan membuat garis senyum.Sejujurnya, kutukan yang kurapal sama seperti membunuhnya. Somnumoir adalah mantera untuk membuat makhluk hidup tertidur seperti mati. Dengan luka yang dideritanya, juga tubuh yang nantinya akan membeku di hamparan salju ini, pada akhirnya dia akan mati. Tapi, setidaknya dia tidak perlu merasakan sakit ketika mati. Jujur, baru kali ini aku menggunakan kutukan yang berujung membunuh makhluk hidup.Setelah berdoa sebentar untuk mendoakan ketenangannya, aku pun bergegas pergi sebelum cuaca di gunung ini berubah ekstrem dan membuatku tak bisa turun. Aku melompt naik ke punggung kudaku, lalu menghentakkan tali kendalinya dengan kuat. Kami bergegas mencari sesemakan ceri yang dimaksud induk fenrir tadi.Ternyata tidak jauh dari tempat aku bertemu dengan induk fenrir itu. Tampaknya, induk itu hendak kembali ke sarang untuk melindungi anaknya. Kasih ibu memang sepanjang masa, sampai induk fenrir itu terluk pun masih berusaha melindungi anaknya."Ketemu."Anak fenrir itu memiliki bulu kelabu yang sangat tebal dan lembut. Dia tengah meringkuk di atas dedaunan kering yang dikumpulkan untuk menjadi alas yang hangat, tepat di sebuah lubang kecil tersembunyi yang seperti sarang kelinci. Sepertinya umurnya sudah lebih dari satu bulan, sebab sudah tumbuh gigi dan taring. Ketika aku mengambilnya, dia sempat terbangun. Mata kanannya berwarna biru, sedangkan mata kirinya berwarna merah. Dia sangat keren dan menggemaskan."Sekarang namamu Ash. Ibumu menitipkanmu padaku. Karena itu, mohon bantuannya Ash." Aku menempelkan keningku pad keningnya. Ada sensasi menyengat yang menggelitik. Sepertinya, fenrir kecil ini sudah berhasil menjadi familiarku."Bark!" Dia menggonggol layaknya anak anjing. Wajahnya terlihat senang sampai membuat ekornya berputar seperti baling-baling kipas angin di kehidupanku sebelumnya. Dia sangat menggemaskan. "Terima kasih, Nona!" ungkapnya di dalam pikiranku.Benar, aku sempat melupakannya.Tiba-tiba aku bisa meramalkan masa depan, lalu sekarang bertelepati dengan monster. Bukakah sudah terlau banyak sihir yang bisa aku lakukan? Kalau bukan Penyihir Agung, lalu apa sebutan untukku yang memiliki empat sihir? Apakah monster?Sungguh, aku hanya ingin menjalani hidup normal dalam ketenangan, bukan hidup yang membuatku terus memikirkan pertanyaan ini dan itu.Kami -- aku, Ash, dan kudaku -- pun berhasil turun dari Gunung Corava tepat sebelum badai salju ekstrem terjadi. Bukan hanya aku, tapi Ash dan kudaku juga terliht tegang ketika kami bergegas menuruni gunung dengan badai mengejar kami dari belakang.Dua tahun lalu, Ayah pernah mengajakku untuk berkemah di Hutan Neathy ini selama tiga malam. Ayah mengajarkanku cara untuk bertaha hidup di alam. Ayah juga mengajarkanku tentang banyak hal, seperti monster apa saja yang hidup di hutan ini, kelemahan mereka, dan lainnya. Karena itu, aku tidak begitu cemas. Aku yakin aku akan mampu keluar dari hutan ini, meski harus ditempuh bermalam-malam lamanya.Kata Ayah, hutan ini sering dipakai oleh tentara-tentara Kerajaan Zatadia untuk berlatih sekaligus melakukan pembasmian di panas ketika populasi monster sedang meningkat. Tapi, tak kusangka bahwa aku akan berkemah dengan mereka seperti ini. "Wah, Nona pasti akan menjadi Beast Tamer yang hebat!" sanjung seorang perwira bernama Theodhore.Ya, aku me
Segerombol lelaki berwajah mengerikan itu anehnya tidak membuatku takut. Mereka memang berwajah mengerikan, tapi entah kenapa mereka malah terlihat menyedihkan di mataku. Dan, hal itu terbukti benar.Mereka menarikku tiba-tiba, bahkan kudaku dan Ash sampai diambil alih oleh lainnya. Mereka membawaku pergi, bukan ke jalan sempit dan gelap yang merupakan tempat paling cocok untuk melakukan kejahatan, melainkan ke jalan utama dan jalan besar yang ramai oleh orang-orang. Anehnya, tidak ada yang curiga ataupun menghentikan mereka. Dan, kami pun tiba di depan sebuah bangunan besar dan tinggi dengan papan nama bertuliskan 'Silver Flagon Guild, Inn & Tavern'. "Mohon bantuannya!!"Tiba-tiba saja mereka membungkuk dalam setelah menyuruhku duduk di sebuah kursi di restoran bangunan guild itu. Jujur, aku merasa sangat tidak nyaman dengan sikap mereka yang memperlakukanku seperti ini. Orang-orang di restoran ini pun memperhatikanku. Jujur, aku tidak mau mencari perhatian. Karena, jika orang-orang
Selama aku hidup 10 tahun sebaai Aisha di dunia bernama Telluris ini, sudah dua kali aku jatuh pingsan. Pertama, saat aku kembali dari Leymar. Aku pingsan karena kelelahan di rumah Paman Jaden. Sekarang yang kedua, aku pingsan pasti karena kelelahan perjalanan dari Elsira untuk mengejar keempat Pilar Historian. Sepertinya, aku tidak bisa kelelahan dan memaksakan diri ketika otakku terus dipakai untuk berpikir keras. Sejak ramaan itu, aku merasa aku tidak memiliki waktu untuk beristirahat, baik mengistirahatkan fisik maupun pikiranku.Tapi, memang harapan tidak seindah kenyataan."Sebagai bayaran atas sihir yang besar, kamu pun mendapatkan efek samping dari sihir yang kamu miliki. Bisa dikatakan, jantungmu rusak," jelas Kaladin.Aku tertawa hambar. "Ternyata, tidak ada bedanya," gumamku lirih sambil menggaruk tengkuk karena canggung. "Yah, mau bagaimana lagi.""Kamu baik-baik saja, Aisha?" tanya Nymeria. Aku yakin pertanyaannya bukan untuk keadaan fisikku. Bukan hanya dia, yang lain pu
Selama dua malam perjalanan laut, aku pun mengenal keempat Pilar dengan sangat baik. Entah kenapa, aku yang di kehidupan sebelumnya sulit sekali berteman, kali ini aku merasa bahwa hubunganku dengan mereka akan baik, terlepas status kami adalah Historian dan Pilar-nya. Alaric ternyata adalah Pangeran I dari Kerjaan Sevelstan. Kalau saja dia tidak terpilih menjadi Pilar Historian, dia akan dinobatkan sebagai Putra Mahkota dan nantinya akan menjadi raja kerjaan itu. Meski begitu, Al -- begitu aku memanggilnya -- mengaku bahwa dia bersyukur tidak harus melakukan perebutan takhta yang mengerikan. Katanya, perebutan takhta keluarganya secara turun-temurun sangatlah kejam dan mengerikan. Tapi, aku sangat yakin bahwa dia akan menjai raja yang bijak dan baik yang bisa mengubah tradisi perebutan takhta yang kejam itu. Jika aku mati nanti, statusnya sebagai Mantan Pilar Hisotorian Mahkota yang melambangkan kebijakan akan memperkuat posisinya. Para bangsawan akan mendukungnya. Apalagi dia adala
Rasanya seperti sudah berbulan-bulan tidak tidur di kasur, padahal baru beberapa hari berlalu sejak aku meninggalkan rumah penuh kenangan di Elsira dan tiba di Talova. Untunglah, aku diperbolehkan beristirahat lebih dulu hari itu. Tentu saja aku butuh istirahat. Perjalanan dari Elsira ke Pulau Suci Talova ini bukanlah perjalanan yang ringan untukku. Ketika aku bangun, ternyata matahari belum sepenuhnya terbit. Aku pun berkesempatan melihat pemandangan yang tak bisa kulihat di Elsira, yaitu matahari terbit. Di duniaku sebelumnya, Bali adalah salah satu tempat favorit orang-orang Indonesia untuk melihat matahari terbit di pantai. Tapi, tentu saja, aku lebih suka melihat pemandangan matahari terbit dari puncak gunung pada buku travelling yang aku baca. Setidaknya, di dunia ini aku akan menjadikan kamar Historian ini menjadi tempat favorit untuk melihat matahari terbit.Tok. Tok. Tok."Permisi, Nona. Saya masuk -- Oh!" Pelayan berseragam putih hitam khas budaya Eropa jaman dulu itu membe
Menurut catatan di dalam buku Historia, baik yang ditulis oleh Historian I, II, maupun Historian III, semua mempercayai bahwa bencana alam besar yang terjadi di Telluris akan menimbulkan retakan di langit dan menjadikan Dunia Manusia ini berada dalam kondisi terlemah, sehingga Bangsa Iblis yang dahulu adalah Bangsa Malaikat yang terbuang ke Dunia Bawah dapat masuk ke Dunia Manusia. Historian, Pilar, maupun Saintess adalah orang-orang pilihan Tuhan yang dipinjami kekuatan Bangsa Malaikat demi melindungi Dunia Manusia dari Bangsa Iblis yang serakah demi membalaskan dendam kebencian mereka terhadpa Tuhan yang telah mengusir mereka. Telah lama dipercaya bahwa ada tiga bangsa yang hidup atas kehendak Tuhan, yaitu Bangsa Manusia, Bangsa Malaikat, dan Bangsa Iblis. Historian, orang pilihan Tuhan dan Bangsa Malaikat, memiliki kemampuan untuk bisa merasakan keberadaan Bangsa Iblis dan Bangsa Malaikat, serta membedakannya dengan Bangsa Manusia. Bangsa Iblis dan Bangsa Malaikat yang turun ke Du
Pendidikan yang aku jalani sangatlah padat, sampai rasanya setiap pelajaran yang aku terima pun terbawa ke dalam mimpi. Tak hanya itu. Rasanya, tubuhku akan remuk dan otakku akan meledak jika terus seperti ini selama seminggu lagi. Aku butuh istirahat!!"Kamu baik-baik saja, Sha?" tanya Kala.Aku masih membenamkan wajah di antara lipatan tangan dan dada. "Hm."Malam ini, Al, Nym, dan Deon tidak bisa ikut makan malam bersama, karena ada hal yang harus mereka lakukan di luar kastel. Saintess Elanora pun sedang sibuk mempersiapkan hari penobatan yang tinggal dua minggu lagi, jadi beberapa hari terakhir ini dia tidak pernah ikut makan malam bersama.Meski Kala tidak menunjukkan ekspresi, nada bicaranya pun datar, aku tahu bahwa dia mengkhawatirkanku. "Apa aku tidak bisa istirahat satu-dua hari? Ini sudah sebulan lebih aku terus belajar tanpa henti. Aku sampai bermimpi buruk," keluhku.Kala mengusap-usap kepalaku lembut. Dia seakan tahi bahwa aku hanya ingin mengeluh, karena itu dia tidak
Dari Pulau Talova, kami harus menyeberangi lautan selama setengah hari untuk tiba di Kerajaan Baslama, sebelum kami harus berkuda berhari-hari ke Kerajaa Tatvan. Sungguh, ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Aku hanya bisa berharap tak akan ada hambatan dalam perjalanan kami, karena waktu yang kami miliki benar-benar terbaras.Perjalanan dengan berkuda sepertinya akan memakan enam hari jika kami mempersempit waktu istirahat. Entah bagaimana kami bisa membawa saintess itu, tapi kami harus bergegas kembali ke Talova dalam waktu kurang dari sehari setelah tiba di Amaya. Rasanya gemas karena terburu-buru seperti ini. Tapi, aku harus terbiasa. Historian dan Pilar bisa saja secara tiba-tiba harus melakukan perjalanan berhari-hari.Sebagai kota terujung di Dartan Barat, Kota Abuka menjadi kota perdagangan terbesar di Daratan Barat. Kerajaan Baslama adalah kerajaan terbesar yg menguasai perdagangan di Telluris ini. Selain karena wilayah mereka yang subur dan bagus u