Strategi untuk mendapatkan simpatu sekaligus lepercayaan pun berhasil. Orang-orang memang akan menilaiku sangat tinggi, karena aku seorang Peramal da anak dari seorang Penyihir Kegelapan berdarah Zoferine dan Swordmaster berdarah Chervenlott. Meski entah aku bisa memenuhi ekspektasi mereka atau tidak, tapi untuk saat ini aku sudah mendapat sedikit kepercayaan mereka. Aku hanya harus berusaha maksimal dan membuktikan kemampuanku.Tapi, ada satu masalah baru lagi yang harus dihadapi oleh seorang Historian. Dan, itu sudah diperingatkan oleh Historian-Historian sebelumnya."Yang Mulia, ini anak sulung saya. Umurnya suda 18 tahun. Kami akan mengirimkan undangan resmi untuk Yang Mulia agar bisa minum teh bersama dengan anak saya."Yah, kurang lebih, kalimat-kalimat itulah yang aku dengar hampir di setiap keluarga tamu kehormatan yang aku datangi untuk berkenalan. Ya, itu adalah cara untuk mencari jodoh. Entah sejak kaapan, tapi Historian III Gavril menganggap bahwa pesta-pesta yang akan di
Pangeran III Aleoth de Alinzan adalah orang yang diam namun meghasilkan segudang prestasi dalam membantu pekerjaan negara Raja Alinzan. Orang yang terkenal ramah dan disukai semua bangsawa wanita se-Alinzan. Banyak rakyat jelata yang mendukungnya dengan sifat dan keloyalitasnya itu. Aku yakin, dia memang menginginkan takhta raja, karena itu dia sengaja membuat dirinya terkenal di sana-sini.Pangera Aleoth tidak pergi sendiri, melainkan ditemani tangan kanannya sekaligus pemimpin pasukan kesatria miliknya, Hildo. Namun, Hildo inilah yang sebenarnya menjadi target perhatianku, karena meski dia tampak seperti manusia, tapi di mataku dia terlihat seperti Bangsa Iblis, mirip dengan salah satu pelayan di kastel ini. Menurut penjelasan Historia III, ciri-ciri Bangsa Iblis sangat khas, seperti telinga runcing, mata merah, dan mayoritas berkulit pucat."Suatu kehormatan bagi Alinzan, saya bisa berbicara spesial seperti ini dengan Anda, Nona Historian," tutur Aleoth dengan manis dan senyum bisn
Katanya, Tuhan akan bertanya pada ruh sebelum ruh itu diturunkan ke bumi, "Apa kamu yakin dengan pilihan hidupmu ini?"Tapi, tentu saja ruh itu tidak akan ingat dan berakhir berpikir, "Kenapa Tuhan memberiku hidup seperti ini? Aku tidak mau lahir untuk hidup seperti ini." Pada akhirnya, manusia mengabaikan Tuhan dan menyalahkan Tuhan.Bukan ingin sok bijak, tapi itulah yang aku yakini, sekalipun aku benar-benar sudah putus asa pada hidupku yang sakit-sakitan dan selalu menyusahkan orang lain. Aku sudah lelah dengan caci-maki dan cibiran orang-orang yang muak dengan diriku yang seperti ini. Tapi, aku tak ingin bilang bahwa aku menyesal dengan hidupku 17 tahun ini. Aku sudah berusaha maksimal untuk bisa sampai ke titik ini. Aku ingin beristirahat.Bukan hanya Ayah dan Ibu, tapi kedua saudaraku pun dikumpulkan di ruang HCU ini oleh Dokter Agung, dokter penanggung jawabku selama ini. Dalam keadaan setengah sadar, aku dapat mendengar suara di sekitarku dan aku dapat meperkirakan apa yang
Sudah 10 tahun sejak aku terlahir di dunia asing yang disebut Telluris ini. Selama 10 tahun ini, aku mempelajari banyak hal baru yang tidak ada di kehidpanku sebelumnya, terutama tentang sihir, monster dan Bangsa Iblis yang sudah ratusan tahun mencoba menguasai Telluris. Karena itu, ada seseorang yang disebut Historian.sSesuai artinya, Historian adalah orang yang mencatat sejarah. Namun, Historian di Telluris ini adalah sebutan untuk orang yang dipilih oleh Tuhan untuk menerima perlindungan dan berkat dari Dewa atau Dewi yang ditunjuk-Nya agar manusia terpilih itu dapat menyelamatkan Telluris dan seluruh isinya dari Bangsa Iblis. Dan, Historian ini akan didampingi dan dibantu oleh orang-orang pilihan yang disebut Pilar Historian yang juga akan mendapatkan berkat dari Dewa-Dewi sesuai perintah Tuhan."Jadi, Ayah dan Ibu benar-benar harus pergi membantu Historian dan Pilar ke Leymar?" "Maaf, Nak." Ayah merendahkan tubuhnya di hadapanku, lalu tangannya yang besar dan kasar itu membelai
Aku tidak bisa berkomentar apapun. Bahkan, tubuhku membeku begitu mendengar jawaban lelaki berambut hijau ini. "Kami Calon Pilar Historian."Kalau boleh aku memaki, aku akan melakukannya. Tapi, rasanya sungguh tidak sopan jika aku melakukannya di hadapan orang-orang calon pahlawan di masa depan.Mereka berempat sedang melakukan pelatihan di bawah bimbingan dua Pilar Historian saat ini, yaitu Joanne dan Cedric. Lalu, Saintess Serena yang melayani Historian III Gavril meberitahu bahwa ia diberitahu oleh Dewi yang memberkatinya tentang musibah akan menimpa pasukan yang pergi ke dungeon di Leymar. Karena itulah, mereka berempat memutuskan untuk pergi memberikan bantuan.Keempat Calon Pilar Historian ini adalah orang-orang terpilih yang datang dari berbagai daerah. Alaric yang betambut hijau ini adalah Pangeran III Kerajaan Sevelstan. Lalu, lelaki berambut perak adalah Kaladin dari Kerajaan Beslama yang merupakan Penyihir Agung dari Menara Cahaya Amulael. Sementara itu, perempuan satu-sat
Wajah keempat Pilar terlihat sangat buruk ketika mereka kembali ke penginapan. Bukan hanya karena kelelahan melakukan penyelidikan, tapi juga kesedihan karena ditinggal oleh kedua Pilar sebelumnya yang telah mengajar dan mendidik mereka. Mereka yang mengenal sosok Historian III pun pasti juga sedih.Padahal, aku yakin mereka belum siap mengemban tugas berat sebagai Pilar Historian. Mereka bahkan hany berbeda 5-7 tahun denganku, masih muda. Mereka pun pasti belum sepenuhnya mempelajari tugas Pilar Historian.Namun, yang lebih menyedihkan adalah posisi Historian IV yang entah akan jatuh ke tangan siapa. Buku catatan sejarah yang dimiliki Historian secara turun-temurun pun menghilang, tidak ada jejaknya. Tapi, kata Kaladin, buku itu pasti masih berkondisi baik. Buku yang disihir oleh Historian I dan Pilar satu-satunya miliknya itu kabarnya tidak bisa dihancurkan oleh sihir apapun, tidak akan rusak meski terendam air, bahkan dijamin masih utuh dan baik-baik saja meski telah melewati hal b
Ketika aku membuka mata, ternyata aku berada di dalam kamar yang asing, terbaring di atas kasur yang tentu saja tidak seperti kasur yang aku kenal. Aroma ruangan ini pun sangat berbeda. Aku tahu bahwa aku masih ada di rumah Paman Jaden saat itu. Jadi, setelah merasa lebih baik, aku pun berpamitan pergi meski Paman Jaden dan Bibi Juvia tidak mengizinkanku. Aku ingin pulang ke rumah meski tidak ada Ayah dan Ibu di sana.Sampai di rumah, tentu saja rasanya sangat hampa, sampai rasanya tidak berani menginjakkan kaki untuk masuk ke dalam rumah. Tapi, berkat menangis kemarin, aku sudah merasa lebih baik dan sudah bisa menerima kenyataan bahwa aku telah menjadi anak yatim piatu. Lagipula, aku juga tetap harus kembali ke rumah ini. Aku harus merapikan barang-barang Ayah dan Ibu, lalu bersiap-siap untuk pergi.Pergi? Benar.Ketika berjalan pulang dari rumah Paman Jaden, banyak penduduk yang menyapaku dan berusaha untuk menghiburku. Tentu saja aku sangat berterima kasih, karena berkat kebiakan
Gunung Corova adaah gunung salju yang cukup berbahaya. Selain karena cuaca yang sering tak tentu, juga monster-monster yang hidup di sana. Monster-monster itu pun kerap turun ke Elsira untuk mencari makan, tak aneh jika ada satu-dua orang yang tewas. Meski begitu, kata Ayah dan Ibu, sejak mereka tinggal di sana, monster-monster tidak lagi datang ke desa. Itu karena mereka rutin melakukan pembasmian untuk menekan jumlah populasi monster. Hal inilah yang membuatku tak takut meski bertemu monster, seperti saat ini.Monster yang ada di gunung ini mayoritas adalah monster-monster yang hidup berkelompok, mulai dari furian goblin alias goblin berbulu, rubah salju eisbergh, hingga fenrir. Tapi, biasanya fenrir tidak suka manusia, sehingga mereka memilih hidup jauh di puncah gunung atau di sisi lain gunung yang jauh dari pemukiman. Goblin berbulu adalah monster yang wajar ditemui dan dihadapi di gunung ini. Tapi, bisa-bisanya aku malah bertemu seekor fenrir putih bermata merah.