Share

Perbaruan Kontrak

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2022-11-03 19:20:19

“Eh? Ini apaan?”  gumam Lydia ketika merasakan ada sesuatu yang mengganjal di bawah keyboardnya.

 

 “Ah, tadi Pak Reino duduk di sana waktu periksa laporan. Mungkin ada paper klip yang gak sengaja tersangkut tadi,” Kiara yang mendengar gumaman Lydia segera menyahut.

 

 Mulut Lydia langsung terbuka cukup lebar mendengar kalimat Kiara. Dia baru mendengar kalau Reino duduk di tempatnya saat berkunjung tadi. Untung saja Lydia kembali setelah pria itu telah pergi.

 

 Entah kenapa, Lydia punya pikiran kalau yang ada di bawah keyboardnya bukan paper clip yang gak sengaja nyempil. Dan ketika dia mengangkat keyboardnya, ada lipatan kertas kecil berwarna kuning di sana. Tidak hanya satu, tapi ada beberapa.

 

 Dengan gerakan pelan agar tidak terlihat orang sekitarnya, Lydia mengambil kertas-kertas itu dan membukanya. Dia tidak terkejut lagi menemukan tulisan yang nyaris serupa pada kertas-kertas itu.

 

‘Temui aku di parkiran basement selepas pulang kantor. Awas saja kalau terlambat. Aku akan memecatmu.’

 

 Lydia mendengkus pelan membaca semua itu. Tidakkah ini terlalu kekanakan untuk pria seusia Reino? Demi apapun dia sudah 28 tahun.

 

 Tidak ingin meninggalkan bekas, Lydia kemudian kembali merapikan kertasnya dan membawanya ke ujung ruangan. Menghancurkan kertas-kertas mungil persegi empat itu di mesin penghancur kertas.

 

 “Bu, saya boleh turun duluan gak?” tanya Lydia pada manajernya.

 

 Masih ada lima menit sebelum jam pulang kantor, tapi dia ingin turun duluan. Kalau pulang benar-benar tepat waktu, kemungkinan ada orang yang melihatnya bersama Reino sangatlah kecil.

 

 Yah, sebenarnya Lydia enggan berinteraksi dengan pria itu lagi. Tapi ancamannya agak menakutkan bagi Lydia. Dia masih butuh pekerjaannya untuk hidup dan membiayai adiknya yang masih kuliah.

 

 “Oh, iya boleh kok. Lagian udah dekat jam pulang juga.” Untungnya Bu Nia mengizinkan.

 

 “Mau diantar pulang lagi gak? Hari ini aku bawa helm,” tanya Revan dengan senyum merekah. Kentara sekali mau modus.

 

 “Sorry, tapi aku gak. Aku buru-buru.”  

 

 Lydia bergegas membereskan barangnya dan berlari keluar ruangan. Untungnya lift datang disaat yang tepat, sehingga dia bisa lebih cepat lagi sampai di bawah.

 

 Tepat jam 5, Lydia sudah ada di parkiran basement yang masih sangat sepi. Dan tanpa disuruh, dia melangkah cepat ke tempat mobil Reino biasanya terparkir.

 

 Belum juga sampai ke tempat yang dituju, Lydia sudah bisa melihat lampu depan mobil sedan mahal itu berkedip. Kaca hitam membuat Lydia tidak bisa melihat ke dalam, tapi dia tahu kalau itu kelakuan Reino. Itu membuat Lydia bergegas masuk ke dalam mobil.

 

 “Ada apa Pak Reino memanggil saya?” tanya Lydia sopan ketika sudah duduk di sebelah pria itu.

 

 “Ini akan panjang. Yakin mau bicara di sini?” Reino balik bertanya dengan dengusan kasarnya.

 

 “Lebih baik kita tidak terlihat bersama, Pak,” jawab Lydia masih mencoba sopan.

 

 Lydia juga tidak mengatakan apapun lagi, tapi dia memasang seatbelt. Tanda dia akan ikut kemana pun Reino membawanya pergi dan pria itu segera melakukannya.

 

 Selama perjalanan entah ke mana, tidak ada yang bersuara dalam mobil mewah itu. Lydia pun lebih tertarik untuk melihat ke luar jendela, sampai tempat tujuan mereka terlihat jelas.

 

 “Untuk apa kita ke hotel Pak ya?” tanyanya ketika Reino membelokkan mobil ke sebuah hotel langganannya.

 

 “Menurutmu?”

 

 “Jika Pak Reino berani macam-macam, saya tidak akan segan menendang ‘anu’ anda.”

 

 Bukannya takut pada ancaman Lydia, Reino malah menertawainya. Bukan tawa keras dan menggelegar, tapi hanya sekedar senyum mengejek. Dan itu sudah cukup untuk memancing emosi Lydia.

 

 “Saya tidak main-main dengan ucapan saya,” sergah Lydia berusaha untuk tidak panik, padahal jantungnya sudah jumpalitan.

 

 “Kamu pikir saya tertarik dengan tubuh rata kamu?” senyum menghina Reino makin lebar saja, tapi Lydia juga bisa menyerang balik.

 

 “Lalu menurut Bapak, siapa yang menyerang saya saat sedang mabuk?”

 

 Reino menggeram pelan begitu mendengar pernyataan perempuan yang duduk di kursi penumpang itu. Inginnya sih membantah, tapi itu tidak mungkin. Apalagi bagian tubuhnya yang di bawah mulai menunjukkan reaksi, ketika Reino mengingat malam itu.

 

 “Saya hanya ingin berbincang di ruang yang lebih privat,” desis Reino pelan. Dia cukup kesulitan mengendalikan diri.

 

 “Dan apa ruangan privat itu harus di kamar hotel?”

 

 Pria dengan hidung bangir dan mata biru itu mendengkus. Jelas-jelas sedang menghina Lydia.

 

 “Memangnya di hotel cuma ada kamar saja?”

 

 Mendengar pertanyaam itu, wajah Lydia langsung memerah. Dia sama sekali tidak ingat ada restoran dan meeting room di hotel. Dan mereka juga menyediakan VIP room di restoran.

 

 “Coba lihat siapa yang berpikiran aneh di sini,” Reino masih mengejek Lydia.

 

 Tidak ingin terpancing dan berakhir merendahkan dirinya lebih jauh lagi, wanita berambut panjang itu memilih diam. Saat ini diam adalah emas baginya.

 

 Dan rupanya Beruang Kutub itu memang hanya membawanya ke restoran. Tentu saja dengan fasilitas VIP room.

 

 “Jadi apa yang Pak Reino ingin katakan sampai membawa saya ke tempat seperti ini?” tanya Lydia ingin segera menyelesaikan segalanya.

 

 Reino tidak langsung menjawab karena dia perlu untuk memperhatikan wanita di depannya. Dia perlu mencari tahu apa yang terjadi pada dirinya.

 

 Lelaki itu memperhatikan mantan istrinya dengan seksama. Jujur saja sekali lihat juga ketahuan kalau tidak ada yang menarik dari wanita di depannya, selain wajah mungilnya yang memang cantik dan bibir tebalnya. Selebihnya tidak ada.

 

 Setidaknya itu yang dilihat dari luar. Tapi ketika Reino memandang bibir kecil itu, dia bereaksi di luar kendali. Pikirannya langsung saja berkelana mengingat kejadian beberapa malam lalu dan itu membuatnya menggeram.

 

 Yang benar saja. Seorang Reino Andersen tiba-tiba kehilangan kemampuannya di ranjang hanya karena gadis seperti Lydia? Hanya karena berhasil mencicipi gadis perawan?

 

 “Pak?” langgil Lydia karena merasa Reino terlihat aneh.

 

 “Tidak lupakan. Ini gila,” tiba-tiba saja Reino berujar.

 

 “Maaf?”

 

 Reino mengangkat tangan, meminta Lydia untuk diam. Dia perlu berpikir lagi dan hasilnya tetap sama. Keputusannya sudah bulat, tapi itu berarti dia harus menjilat ludahnya sendiri.

 

 Ya. Reino ingat dulu dirinya pernah menghina tubuh kurus Lydia. Bahkan tadi saja dia sempat menyinggungnya, tapi bukankah masa depannya juga harus dipikirkan? Kalau dia tidak bisa bersenang-senang dalam jangka waktu lama, Reino yakin dia akan gila dan membawa keluarganya pada kehancuran.

 

 Lebih baik menjilat ludah sendiri, dari pada membuat ibunya jatuh miskin hanya karena dia tidak bisa kerja.

 

 “Aku berniat memperbarui surat kontrak kita,” akhirnya Reino mengucapkannya.

 

 “Surat kontrak? Surat kontrak yang mana ya?” tanya Lydia bingung. Dia masih belum bisa menangkap yang dimaksud Reino.

 

 “Maksudku ...” Reino menghentikan kalimatnya. Dia menjambak rambut lebatnya, untuk meyakinka diri sendiri. Sebelum akhirnya dia mengucapkan hal yang sedari tadi sudah ada diujung lidahnya.

 

“Ayo kita perbarui kontraknya. Jadilah teman tidurku kapan pun dan dimanapun aku mau.”

 

 

***To Be Continued***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
enak banget km reino anjir
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Tempat Pulang

    “Amadeus Andersen?” Kenzo mengucapkan nama keponakannya yang kedua dengan kedua mata berkedip. “Apa kau ingin anak-anakmu jadi musisi?”Anak kedua Reino yang berjenis kelamin lelaki, baru saja dilahirkan dan lagi-lagi Reino baru terpikirkan soal nama. Alhasil, itu sempat membuat Lydia kesal. Untung saja, nama pemberian Reino cukup bagus. Amadeus. Diambil dari nama komposer terkenal dunia, Wolfgang Amadeus Mozart. Dengan nama anak pertama yang bernama Melody, tentu saja orang-orang akan berpikir kalau Reino ingin anaknya jadi musisi. “Tidak. Aku hanya ingin anak-anakku punya nama dengan tema yang sama.” Reino menjelaskan dengan santai. “Karena yang pertama sudah berhubungan dengan musik, jadi yang kedua pun harus sama.” “Tapi setidaknya tolong jangan membuat nama secara tiba-tiba.” Lydia menegur untuk yang kesekian kali. “Aku kesal karena nama yang sudah kusiapkan malah tidak jadi dipakai.” “Kita bisa memakainya sebagai nama tengah.” Reino memberi ide. “Sudah tidak mungkin. Aktanya

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Maaf

    “Selamat atas kehamilan keduanya. Janinnya sudah berumur hampir empat minggu.” Lydia melongo mendengar apa yang dikatakan dokter barusan. Sungguh, dia sama sekali tidak menyangka akan mendengar kalimat seperti itu karena memang belum ingin menambah momongan. Bukannya Lydia tidak mau tambah anak, tapi rencananya nanti. Mungkin setelah Melody berumur lebih dari setahun atau bahkan setelah anaknya berumur tiga tahun. Namun, ternyata itu semua tidak bisa lagi. Di usia Melody yang ke enam bulan, Lydia sudah hamil lagi. “Makanya aku bilang juga apa?” Lydia menghardik suaminya ketika mereka sudah duduk manis di dalam mobil. “Pakai pengaman. Apa susahnya sih?” “Katanya menyusui itu KB alami kan?” tanya Reino takut-takut. “Jadi kupikir tidak masalah.” “Iya, tapi kan ada syaratnya juga. Kau pikir aku menyusui dua puluh empat jam?” Lydia makin menghardik suaminya. “Sudah kejadian juga. Kita hanya bisa pasrah.” Reino mengatakan kalimat pamungkas itu. Lydia mendesah pelan. Memang sudah tak

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Hamil Lagi

    Waktu berlalu dengan cepat. Setelah pencarian nama yang kilat, kini dua bayi kembar yang diberi nama Meyer dan Meidi itu sudah berusia lima bulan. Hanya berbeda satu bulan kurang dua hari dari keponakan mereka, Melody. Nama mereka bertiga bahkan serupa, bahkan wajah pun agak mirip. Tidak heran kalau mereka bertiga kadang dikira kembar. “Aduh lucunya mereka.” Kenzo memekik senang ketika adik dan keponakannya berkumpul dan bermain bersama. “Kalau kau begitu suka dengan bayi, kenapa tidak segera menikah dan punya anak sendiri?” Lydia geleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya itu. Hari ini, Lydia berkunjung ke rumah mamanya. Kebetulan dia sudah agak lama tak berkunjung karena sibuk dan baru saja sembuh dari sakit. Anak-anak dibiarkan bermain di lantai yang sudah dialasi karpet tebal. Tak lupa juga para pengasuh dan pengurus rumah berjaga di sekitar bocah-bocah itu. “Aku suka bayi, tapi masih terlalu muda untuk menikah. Lagi pula, aku baru masuk kerja. Aku harus kumpul banyak uan

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Belum Siap

    “Bagaimana?” Lydia berlarian mendatangi adiknya yang berdiri di depan ruang operasi. Liani sudah diatur akan dirujuk ke rumah sakit mana ketika melahirkan nanti. Letaknya berada di antara rumahnya dan rumah Lydia. Sengaja seperti itu agar bisa memudahkan semua orang. Rumah sakit yang sama dengan Lydia dulu. Lydia bahkan sempat menyusui Melody dulu sebentar, sebelum meninggalkan bayinya dengan mama Clarissa. Untung saja bayinya anteng dan tidak terlalu rewel, sehingga Lydia dan Reino bisa segera ke rumah sakit. “Mama masih di dalam. Dia baru masuk sekitar lima belas menit lalu karena tadi diperiksa dulu,” jelas Kenzo dengan panik. “Tidak apa-apa. Kau tidak perlu sepanik itu. Mama hanya melahirkan.” Lydia mengusap lengan adiknya. “Ya, tapi ... perut mama akan dibedah untuk mengeluarkan dua bocah itu. Itu tetap saja menakutkan.” Kenzo malah bergidik ketika membayangkannya. “Bagaimana nanti kau menemani istrimu melahirkan kalau kau selemah itu?” tanya Reino sambil menggelengkan kepal

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Adik Baru

    “Bagaimana rasanya jadi seorang ibu?” Erika menanyakan hal itu pada Lydia. “Luar biasa,” jawab perempuan yang baru saja melahirkan beberapa minggu lalu itu. “Ternyata cukup menyenangkan.” “Cukup menyenangkan?” tanya Cinta dengan mata melotot. “Memangnya anakmu tidak pernah terbangun tengah malam? Tidak pernah rewel?"“Rewel.” Lydia mengangguk pelan, sambil melihat anaknya yang baru saja tertidur itu. “Tapi kan banyak yang bantuin.” “Yeah, the power of money. Ada pengasuhnya.” Vanessa memutar bola matanya karena gemas. Lydia tertawa cukup keras. Yang dikatakan Vanessa itu memang tidak salah. Reino memang menyewa pengasuh untuk membantu Lydia mengurus Melody. Ada juga mama mertua baik hati yang mau membantu dan Reino juga cukup siaga. Bisa dikatakan hidup Lydia benar-benar nyaman. Dia benar-benar hanya menyusui putrinya dan membantu memakaikan baju. Selebihnya akan dilakukan pengasuh atau mama mertua. “Kalau kau kewalahan, coba ambil pengasuh. Punya dua bayi pasti lebih repot.” L

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Melody Andersen

    “Aku takut.” Lydia terlihat sudah ingin menangis ketika mengatakan itu. “Tidak perlu takut. Kau akan baik-baik saja.” Reino mengecup istrinya yang sudah berganti pakaian dengan jubah operasi yang steril. Yap. Hari ini pada akhirnya ibu hamil itu akan melahirkan dengan prosedur operasi cesar menggunakan metode ERACS. Itu adalah jenis operasi yang bisa membuat Lydia tak perlu tinggal lama di rumah sakit karena pemulihannya lebih cepat. Sebenarnya Lydia ingin mencoba normal, tapi dia tak bisa melakukan itu. Ukuran bayinya terlalu besar, sementara panggulnya agak kecil. Tidak tanggung-tanggung berat bayi dalam kandungan diperikan sudah melebihi tiga koma lima kilo. Itu membuat Lydia kesulitan berjalan selama trisemester akhir.“Kau tidak perlu takut.” Ibu mertua Lydia menenangkan menantunya. “Zaman sudah modern dan alat kedokteran juga sudah canggih. Semua akan aman.” “Aku juga akan mendampingimu.” Reino mengelus lengan istrinya yang makin bertambah gemuk, seiring pertumbuhan si bay

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status