Share

Bab 6. Canduku

Aku semakin ketakutan melihat badannya mendekatiku. Kupeluk erat bantal yang menutupi dadaku. Kaku-laki semaki mendekat dan menghimpit dadaku. Menindih tubuhku.

Aku menahan napas kuat-kuat, ketika wajahnya bersinggungan dengan wajahku, dan napasnya sudah menyatu dengan napasku.

Kali ini dengan begitu lembut dia meraih kepalaku, menekannya perlahan agar bibirku tidak lepas dari bibirnya.

Entah kesurupan setan dari mana, aku yang tadinya menolak dan memberontak menjadi lebih agresif dan liar. Aku raih dengan sedikit memaksakan, melingkarkan tanganku ke lehernya, agar dia tidak melepaskan pagutannya di bibirku.

Ku jelajahi rongga-ronga mulutnya. Kusesap dan kuhisap lidahnya yang panas. Dan kulumat dengan sepenuh perasaan bibir simetrisnya yang begitu sangat menggairahkan.

Tanpa berpikir dua kali, laki-laki yang bernama Keyko Khayang Gumelar itu, menjelajahi setiap jengkal kulit tubuhku dari atas sampai bawah. Sedikitpun tidak membiarkan lolos dari lidahnya.

Aku terhanyut,terbawa dalam jebakan mautnya. Kupejamkan mata nenikmati setiap sentuhannya. Semakin lupa diri hingga aku menjerit manja yang membuat Keyko semakin ganas, tak mempedulikan apa-apa lagi.

Sesuatu yang ada di dadanya sudah sangat membutuhkan penuntasan. Dan akhirnya dengan jeritan erotisnya, Keyko menggigit kuat-kuat bibir sensualku yang kurasakan begitu pedih dan perih. Ditinggalkannya kismark beberapa hisapan di leher dan di dadaku.

Bahkan tanpa sadar dari mulut Keyko keluar kata-kata yang sangat ku harapkan.

"I love you, Sayang." Dengan napas tersengal Keyko terkulai lemas di samping tidurku dengan masih memeluk dada telanjangku.

Lagi-lagi aku kalah dan menyerah. Aku mencaci dan memaki diriku sendiri. Bahkan aku mengutuk dan merutuk terus di dalam hatiku untuk diriku sendiri.

Menikmati bercinta dengannya membuatku seperti orang mabok cinta. Kecanduan dan ketagihan terus.

Kurasakan tangan kekarnya mengelus dan membelai punggung telanjangku yang berkeringat. Di sematkannya satu kecupan lembut di keningku, yang membuat aku terhenyak.

Entah apa yang ada di benaknya. Yang pasti dirinya selalu butuh pelampiasan nafsunya. Namanya juga hidung belang.

Sekali lagi aku memejamkan mataku, menikmati permainannya. Sekilas teringat malam pertama bertemu dengannya. Sama persis dengan yang terjadi hari ini. Aku juga menikmatinya persis seperti aku menikmati proses hari ini.

Ketika aku sadar dan kembali ke alam sadarku, sudah tak bisa kuelakkan lagi, bibir kokoh itu menerobos masuk kembali ke rahang-rahang gigiku. Aku hanya kembali memejamkan mataku lantas dengan cueknya, aku tertidur di dalam pelukannya dengan nyenyak. Tanpa merasakan betapa dia sangat meyayangiku. Berkali-kali di daratkannya ciuman dan kecupan itu di keningku. Dengan lembut di raihnya tubuhku yang terlepas tidur di sembunyikan di dalam dekapannya.

******

Dengan masih memejamkan kata, aku menggeliatkan badanku yang terasa sangat lelah dan ngilu. Kurasakan tubuhku masih sangat terhimpit oleh tubuh kekarnya. Dadanya masih menrmpel di pipiku. 

Kudongakkan kepala, mataku terbentur dengan binar kelam matanya yang mempesona. Tak tahu dari mana awalnya, laki-laki itu merejamku dalam pesona cintanya. Direngkuhnya tubuh kecilku semakin melekat ke tubuhnya. 

Kali inj aku tidak berusaha mengelak atau memberontak. Aku biarkan begitu saja, dia berbuat sesuka hatinya. Mungkin dalam pikirannya, aku ini hanya seorang yang suka menjajakan diri dengan lelaki hidung belang.

Tapi ... kalau boleh jujur, beberapa jam yang lalu, setiap sentuhannya adalah ketulusan yang hadir dari hatinya. Salahkan aku? Menafsirkan sikapnya itu?

Ah entahlah, aku nggak mau salah paham dan terperosok ke dalam perasaan yang hanya sepihak ini.

Terperosok?

Bukannya, aku sudah terperosok jauh dalam jebakannya. Hingga aku nggak bisa nenolak, bahkan menikmatinya atau malah seperti tidak rela kalau laki-laki ini menyudahi permainannya.

Disaat batinku sedang berkecamuk ke sana kemari, dering telpon terdengar dari ponsel genggamku yang terletak di atas nakas. Dengan cepat ku raih benda pipih tersebut, dan duduk membelakangi Keyko, hanya dengan melilitkan selimut di tubuh polosku.

"Hallo, Kalingga!" sapaku mengawali pembicaraan di line telpon itu.

Ada yang membuat dada Keyko sesak ketika diketahuinya si penelpon itu seorang laki-laki. Didekatinya perempuan yang sudah membuatnya mabok kepayang itu, lalu dilingkarkannya tangan kekar miliknya ke pinggangku.

Agak tersentak Aku menyadari laki-laki perkasa itu sudah, ada di sampingku meski masih dengan berbaring. Kubiarkan saja tangannya mengaput pinggang rampingku.

""Hallo Daiva, Kamu di mana? Aku jemput ya?"

Belum juga aku menjawab pertanyaan Kalingga, tiba-tiba Keyko sudah menyambar ponsel genggamku dan memencet tanda loudspeker. Kemudian kembali mengembalikan benda pipih itu ke tanganku.

"Aku jemput, Kamu ya," suara Kalingga terdengar lagi dengan nada berharap.

"Eh! Nggak usah, Kalingga! Aku sudah pulang! jawabku setengah menjerit karena terkejut.

"Kalau gitu, Aku ke rumah Kamu, ya Daiva?" 

Tiba-tiba benda pipih itu sudah disambar lagi oleh Keyko. Tapi kali ini line telpon itu dimatikan sekaligus dinon-aktifkan sama dia. Aku terkejut dan menoleh ke arahnya yang sudah duduk di sampingku.

"Siapa dia?" tanyanya dengan nada dingin, muka yang beberapa menit yang lalu terlihat hangat dan lembut kini berubah menjadi tajam menakutkan.

"Teman," jawabku singkat.

"Teman yang juga sudah meniduri Kamu?" tanyanya tanpa perasaan. Dan pertanyaan itu membuat mukaku merah padam.

"Kamu-!" ucapku dengan kemarahan mutlak. Tangan yang sudah kuangkat untuk menampar dia, urung ku lakukan.

"Huft!" Aku mendengus kesal.

"Aku tidak murahan!" jeritku kesal sambil mengusap pipiku dengan kasar karena lelehan kristal bening.

"Nyatanya, malam itu kamu tidur sama Aku dengan cek 100 juta."

Ya ampun, pria ini tanpa basa-basi mengungkit kusah malam itu.

"Kamu! Yang pertama mengambilnya! Mengambil mah-"

Belum juga aku selesai melanjutkan kalimatku. Pria itu sudah mengacak anak rambutku hingga berantakan.

"Ya, sudah! Ayo kita mandi, habis itu Kita makan." ucapnya sambil ngeloyor ke kamar mandi.

Aku hanya termangu melihat laki-laki itu merasa nggak punya dosa, pergi begitu saja setelah ngucapin kata-kata sadis.

Eh! Ayok! Mandi Aku bilang!" teriaknya dari dalam kamar mandi. 

Karena masih melihat aku hanya berdiri termangu, dengan gemas dia keluar dari kamar dan menggendongku.

Ada teriakan manja dari bibirku. Mungkin seumur hidup aku, baru kali ini aku diperlakukan laki-laki seperti ini.

******

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status