Drtttt ... drttt ...
Dering telpon itu milikku, tapi dengan cepat ada tangan seseorang yang menyambar ponsel genggamku. Dan aku tahu betul siapa orang itu.
Di gesernya ikon yang berwarna hijau itu, dan terdengar suara riang di ujung seberang telpon.
"Kak! Mau jam berapa pulang?" Ariana mau belajar kelompok sama Alvin ya?"
Klik!
Telpon terputus tanpa memberi kesempatan si empunya telpon untuk berbicara barang sekata dua kata.
Keyko kembali menaruh ponselku di atas nakas. Dan kurasakan jari-jemarinya yang kokoh sudah meremas pinggangku dengan lembut.
Akh-, kalau aku terus bersamanya sepanjang hari pasti aku akan jadi budak sex-nya. Walau tak bisa kupungkiri aku menikmatinya. Tapi nggak bisa seperti ini terus. Aku akan kelihatan seperti murahan di matanya, hanya untuk menebus cek senilai 100 juta itu.
Siapa suruh waktu itu mau transaksi denganku. Akh-, brengsek! Memang. Aku terjebak dengan permainan laki-laki hidung belang ini. Laki-laki lintah darat. Mau sampai kapan aku akan terus terseret permainan gilanya ini?. Mau nggak mau, bisa nggak bisa, aku harus melepaskan diri laki-laki brengsek ini.
"Jangan berharap kamu bisa lepas dari Aku!" suaranya lirih tapi tegas, tepat terdengar di telingaku.
Seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan. Dan lidah laki-laki itu sudah menjalar dari telinga ketengkuk belakangku. Menyingkirkan rumbai-rumbai rambutku yang menghalangi bibirnya mencium setiap pori-pori kulitku.
Kembali dia bisa membuatku melenguh dalam. Dan sebelum semua kembali terjadi lagi, dia sudah memelukku mesra dan mencium punggung telanjangku dengan kasih sayang luar biasa. Itu yang kurasakan darinya. Bukan semacam laki-laki bajingan yang sekedar melampiaskan nafsu setannya.
Sesaat terdiam, tidak kurasakan pergerakkan apapun dari laki-laki itu, segera aku membalikkan badanku menghadap ke arahnya. Kulihat laki-laki itu tertidur pulas dan nyenyak sekali.
Kuamati wajah tampan mempesona itu. Siapa yang menyangka, dibalik ketampanan dan sejuta pesona laki-laki ini, ada sifat yang sangat mengerikan. Sifat yang bisa berubah-ubah, layaknya ABG yang labil.
Aku meraba dadaku sendiri. Ada degub jantung yang tak biasa muncul di hatiku. Aku menepis jauh-jauh pikiran itu. Tidak mungkin aku jatuh cinta pada laki-laki hidung belang ini. Tapi walau bagaimanapun, dialah yang sudah mengambil mahkota paling berharga dalam hidupku.
Akh-! Aku pusing memikirkan itu!
Karena kulihat laki-laki ini tertidur dengan pulasnya, akhirnya aku memutuskan untuk membersihkan diri lalu menuju ke dapur untuk membuat makanan.
Ditengah-tengah berisiknya aku membuat makanan untuknya, dering telpon apartemennya berbunyi nyaring. Antara bingung dan nggak tahu apa yang harus di lakukan, aku menaruh bahan-bahan yang akan ku gunakan untuk membuat makanan lalu mengangkat telponnya.
"Hallo, Selamat Malam." Tak terdengar suara di seberang telpon. Aku mengerutkan dahi, lalu mengotak-atik kabel telpon apa ada yang putus. Tapi nggak, kenapa suaranya nggak ada?
Karena nggak ada sahutan, mungkin jaringan line telponnya bermasalah, aku berniat untuk menutup telponnya, sebelum terdengar suara wanita yang lembut memulai pembicaraan.
"Ini apartemen Keyko khayang Gumelar, bukan ya?" suara itu lembut sekali, suara dengan ciri khas keibuan.
"Oh, iya! Keyko nya masih tidur. Ada pesan untuknya? Nanti Saya sampaikan. Kalau boleh Saya tahu ini dengan siapa ya?" tanyaku penasaran.
"Ini dengan ibunya. Bilang sama Keyko, kalau mau bawa perempuan ke apartemen nya harus izin dulu sama ibunya!"
Klik!
Aku terperanjat mendengar akhir kata-kata yang mengaku ibunya itu. "Sadis!" Pikirku. Pantesan, Keyko seperti itu, ibunya aja galak!
Lantas aku melanjutkan pekerjaanku yang tertunda tadi. Sekilas ku lirik kamar yang terbuka itu. Masih belum ada tanda-tanda si empunya kamar akan bangun.
Hari sudah petang bahkan menjelang malam, tapi aku masih berkutek di dapur. Di meja makan sudah beberapa makanan yang ku siapkan tadi. Tinggal menunggu beberapa lauk yang belum matang.
Sekitar pukul 18:30, akhirnya pekerjaanku selesai. Aku sudah bersiap-siap untuk pulang, karena aku ninggalin Ariana sudah terlalu lama. Takutnya dia nanti kecarian.
Ku bereskan semua barang-barang di dapur, tanpa ada satupun kotoran. Semua makanan sudah kusiapkan untuk juragan kaya itu. Ketika kaki ku sudah melangkah ke arah pintu, tiba-tiba aku di kaget dengan pelukan dari belakang.
"Mau kabur kemana?"
Aku menghela napas mendapati laki-laki itu sudah memeluk pinggangku erat sekali.
"Aku mau pulang! Sudah lama aku ninggalin Ariana." jawabku sekenanya.
"Ariana pergi sama Alvin, mereka belajar kelompok." jawabnya merasa menang, dan membuatku menyipitkan mata.
Dari mana dia tahu kalau Ariana pergi sama Alvin. Kemudian selintas teringat beberapa jam lalu ponsel genggamku berbunyi. Mungkin itu dari Ariana.
"Tapi, Aku harus tetap pulang! Sudah malam." kataku sambil memakai sepatuku.
Tapi laki-laki itu dengan sigap menangkap tubuhku dan menggendongnya ke kamar. Aku meronta-ronta, kali ini aku harus bisa lari. Aku nggak mau ngelayanin dia lagi. Bisa hancur badanku. Benar-benar di mata Keyko aku hanya wanita penjaja tubuh. Sakit sekali rasanya di pandang seperti. Padahal aku cuma sekali melakukannya, itupun sama dia saja.
Aku terus memberontak dan akhirnya dia menghempaskan tubuhku ke dalam ranjangnya yang empuk itu. Aku buru-buru berlari, menghindari sergapannya. Sudah benar-benar seperti orang di perkosa.
"Aku nggak mau lagi, Key!" Untuk pertama kalinya aku memanggil namanya dengan napas tersengal. Dan akhirnya tubuhku yang lemah ditangkap juga sama dia.
"Sudah kubilang, Aku nggak akan melepaskan Kamu?" suaranya juga ikut tersengal setelah berhasil menangkapku.
"Aku mau pulang! Please, lepaskan Aku," ratapku menghiba padanya.
Tapi dia malah semakin menjadi mendengar ratapanku, di jamahnya bibirku dengan tangannya dan di sematkan lidahnya di leherku. Sekuat tenaga aku memberontak tapi laki-laki ini terlalu kuat.
Ketika dia sedang membabi buta untuk mendapatkan aku lagi dan aku sedang berjuang melepaskan diri dari dia, kami tak menyadari kalau sudah ada langkah kaki masuk ke dalam apartemen Keyko.
"Key, lepasin Aku!" pintaku dengan napas tersengal pada laki-laki perkasa itu. Tapi Keyko semakin mencercahku dangan ciuman panasnya. Membuat aku akhirnya melenguh, hampir terbuai dan terbang ketika tiba-tiba,
"Keyko ...!!" Suara jeritan itu mengglegar di dalam ruangan apartemen Keyko. Kami terperanjat, terkejut bahkan kaget.
Wajah seorang wanita itu kelihatan marah sekali dan mendekati aku dengan tergesa, lalu tiba-tiba,
"Plak ... plak!!"
******
BERSAMBUNG
"Key, ada yang datang," bisikku masih di bawah tubuhnya yang menindihku. Keyko tak pedul sama sekali. Dia terus melanjutkan aksinya memacu tubuhku dengan miliknya dan membuatku mendesah hebat padahal sudah berkali-kali aku mendapatkan pelepasan, Namun sepertinya iti belum cukup membuat pria itu untuk merasakan kepuasan dariku. "Sayang, akh!" ucapnya dengan erangan yang menggila dan diakhiri dengan desahan yang dahsyat. Aku semakin mengejang hingga kudapatkan kembali pelepasan itu. Saat kami mengakhiri percintaan kami ketukan itu sudah tak terdengar lagi. Aku terkulai lemas lalu akhirnya tertidur karena capeknya dan mengabaikan keberadaannya. Tampak Keyko mendekap tubuh Diva dan membiarkan tangannya digunakan sebagai bantalan olehnya. Lalu pria itu mengecup dengan lembut bibir yang selalu menjadi candunya dan membuatnya menagih terus tubuh gadis itu. Kali ini Keyko tak akan melepaskan gadis itu lagi. Rasanya sudah teralu jauh selama ini dia mencampakan dan mem
"Pak Kuntoro!" Pekik Sandra tertahan. Sedangkan Pengacara Kuntoronadi sendiri pun sangat terkejut melihat siapa yang tadi hampir saja bertabrakan dengan dirinya. "Nyonya Sandra," desisnya tak percaya. Bertahun-tahun perempuan ini diusir dari kediaman keluarga Gumelar dan kini tanpa sengaja bertemu di tepi jalan begini. "Apa yang Nyonta lakukan malam-malam begini? Nyonya, pulanglah. Nyonya besar membutuhkan Anda. Saat ini beliau sedang di lapas." Mendengar itu Sandra seperti disengat listrik. "Mama di penjara?" tanyanya sambil menutup mulut tak percaya setelah Kuntoro mengangguk dengan tegas. Sandra bersandar pada badan mobil merasakan sesuatu yang bergemuruh di dadannya. Sudah sekian tahun tapi dia belum bisa membuktikan apa-apa bagaimana mau pulang. "Nyonya, saya harap Anda bisa pulang dan menengok Nyonya tua. Sebentar lagi beliau akan bebas dari tuntutan. Tolong sempatkan untuk menengoknya." Sandra hanya menghela napas lalu m
Lagi-lagi aku menghela napas. Membalikkan badan dan menautkan kedua alisku saat melihat pria itu kembali lagi."Ada yang ketinggalan?" tanyaku dari kejauhan."Nggak sich tapi boleh nggak aku minta nomor telponmu. Atau kartu nama saja." Aku semakin mengernyitkan keningku."Buat apa?" tanyaku tak mengerti."Buat pesen bunga lagi." Aku kembali menghela napas. Daripada lama dan ribet langsung saja aku mendekat oada pria tampan itu. Kuraih tangannya yang membuat dia kaget setengah mati lalu aku buka telapak tangannya.Ds situ aku tulis nomor aku . Setelah selesai aku segera masuk tanpa menghiraukan dia yang masih tepana melihat telapak tangannya. Sesaat kemudian aku dengar ada suara melengking memanggil namanya.Sudah bisa dipastikan kalau perempuan itu posesif akut. Aku hanya menghela napas lalu masuk ke dalam karena hari sudah siang.Sungguh tak dapat di percaya kalau gari ini toko bungaku akan sangat ramai kedatangan pengunj
Aku benar-benar kembali ke pinggiran kota yang jauh dari Jakarta. Sudah fix bahwa Key mencariku waktu itu hanya untuk memanfaatkanku.Sekarang ini aku ingin benar-benar meluoakan srmua yang sudah terjadi di Jakarta. Dan tak perlu lagi aku kembali ke sana. Melulakan sosok Key dan Damian juga seabrek masalah yang melibatkanku di masa lalu."Mbak Daiva, kok cuma sebentar du sana. Saya kira bakalan berbulan-bukan, Mbak. Secara yang ngajak Mbak itu ganteng. Bisa jadikan mau merekrut Mbak Daiva jadi karyawan, cicit Yayi polos. Sala satu temanku di kota terpencil ini."Nggak kok, aku cuma menolongnta aja. Perusahaannya butuh aku untuk presentasi buat memenangkan tender. Dan kemarin semya sudah clear.""Kenapa Mbak Daiva nggak minta kerjaan saja sama cowok itu?" Aku tersenyum mendengar pertanyaan Yayi.Agak terkejut sedikit ketika kami mendengar suara mobil dengan halusnya parkir di depan warung."Permisi," sapa seorang cowok yang aku rasa usianya s
Aku mengernyitkan kening mendengar pertanyaan Damian saat jabat tangan terakhir dengannya. Bahkan ekspresi wajahku datar dan dingin. Apalagi melihat wanita yang ada di sampingnya. Cih! Baru juga sebulan aku pergi dari kota ini, nyatanya dia sudah kembali pada mantannya. Pantes Key sibuk nyari aku. Ternyata hanya ingin saling manas-manasi. Rasanya aku ingin buru-buru pergi dari sini dan menuntaskan tugasku hari ini. Setelah itu aku pergi kembali ke pinggiran kota yang tenang dan damai. Dengan senyum sinis aku membalas tatapan mata Damian. Dan menarik jabat tangan itu. Berharap setelah itu Keyko mengajakku pergi. Namun nyatanya aku malah terjebak dengan dua pria tak bermoral itu menurutku. "Maaf, Kalau sudah selesai, saya undur diri." Dengan cepat aku melangkahkan kakiku dari tempat itu. Baguslah, nggak ada yang mengejarku. Baru sadar aku, ternnyata aku cuma dimanfaatkan. "Taksi!" seruku ketika melihat taksi lewat di depanku. "Kantor pol
Tubuhku membeku seketika melihat sosok yang ada di seberang tempatku berdiri Tak menyangka akan berada lagi dalam kondisi seperti ini. Rasanya aku ingin berlari dan tak pernah menoleh ke belakang lagi. Aku memang sudah berniat untuk pergi lalu nggak keluar lagi. "Daiva!" Aku menghentikan langkahku seketika tanpa menoleh. Aku sudah tidak ingin sama sekali kembali melihatnya "Maaf, hari ini saya libur nggak jual bunga," ucapku datar dan tanpa menoleh lagi aku berjalan ke arah rumah berniat untuk masuk dan menutup yang pasti mengunci rumah. "Daiva, tunggu! Jangan menghindar dariku, please! Aku mohon!" Aku tiba-tiba bergeming melihat pria yang tak lain Keyko itu. Pria itu mendekatiku lalu tiba-tiba menubrukku dan mendekapku erat. Kaget dan tak dapat mengelak lagi, ketika dengan spontan pria tampan itu memberikan ciuman bertubi-tubi. "Key-Key! Tolong jangan seperti ini, please," ucapku tersengal karena nggak bisa napas dan jug