Share

3. Masih Tetap Lemah

“Hei, sampai kapan kau tidur.... Hoi, anjing!”

Teriak seseorang sambil menendang-nendang bahu seorang yang pingsan. Tetapi tidak ada respon sama sekali. Merasa diabaikan, salah satu orang yang menendangnya mendecak lidah

“Tch, sepertinya dia sudah terlalu sering mendapatkan siksaan hingga tidak merasakan apa-apa ketika kita beginikan. Bagaimana menurutmu, Les?”

“Masuk akal juga omonganmu, Galang. Bahkan pukulan keras dari Pak Senja sebelumnya hanya membuatnya sedikit mundur”

“Bagaimana jika kita gunakan itu untuk membangunkannya?”

“Oh? itu ide yang bagus”

Setelah sepakat menggunakan sesuatu yang disebut itu, mereka berdua mundur beberapa langkah lalu membuka kepalan tangannya. Sebuah partikel-partikel air berkumpul ke satu titik hingga membuat sebuah bola air sebesar bola basket. Dengan senyuman jahat, pria bernama Lesmana itu menjatuhkan bola air itu ke arah muka pria yang sedang tidak sadarkan diri tersebut.

Karena dinginnya guyuran air yang tiba-tiba, pemuda itu terbangun. Dengan masih kebingungan, pemuda itu melihat ke sekitar sambil menebak apa yang terjadi. Dia meraba kepala hingga baju olahraga yang telah basah kuyup akibat guyuran air tadi. Setelah mengusap sisa-sisa air yang ada di wajahnya, dia kembali mengamati keadaan sekitar. Ketika melihat langit yang masih sedikit gelap dengan sejuknya udara khas pagi hari, Matanya tertuju pada murid-murid lain yang masih tergeletak di tengah lapangan. Sedangkan yang lain…

Aku tidak percaya dengan mataku, sulit untuk mempercayainya karena seharusnya hal yang aku lihat saat ini tidaklah nyata. Sebuah kobaran api menyembur ke udara, sebuah gelembung-gelembung air beterbangan. Ketika sibuk mengamati keadaan sekitar, kakiku tiba-tiba terasa panas. Ketika aku melihat ke arah kakiku sebuah kobaran api sedang membakar celana olahraga yang sedang aku pakai, pada bagian ujung celana tersebut, yang tidak basah karena guyuran air itu.

Alhasil, karena panik aku mengayunkan kakiku ke sana kemari, berusaha untuk memadamkan api itu. karena tidak berhasil, aku melihat sebuah genangan air di dekatku, lalu membasahinya dengan itu. Ketika aku melakukan hal tersebut. Dua orang mendekatiku sambil tertawa terbahak-bahak

“Hwawahwhaha, itu akibatnya mengabaikan kami. Jangan sok pintar dengan mengamati keadaan di sekitar, Nossal” ucap Lesmana sambil berusaha menghentikan tawanya

“Kau mengganggu pemandangan. Wajahmu membuat kami tidak dapat berkonsentrasi ketika menggunakan sihir. Pergi sana!”

Sihir? Benar juga aku ingat, tadi malam ada orang yang dapat menggunakan sihir secara tidak sengaja. Tapi, yang lainnya juga dapat menggunakannya? Hanya dalam rentang waktu belum sampai 1 hari dan mereka sudah dapat menggunakannya?

Apakah benar semudah itu menggunakannya? Padahal seharusnya butuh waktu banyak untuk dapat menggunakannya. Atau mungkin itu hanya menurutku, karena aku juga hanya mengetahuinya dari cerita fiksi. Apapun itu, sulit untuk mempercayainya, dunia ini berubah seperti yang dikatakan diriku di ruang kosong sebelumnya. Ketika sedang berpikir, Galang tiba-tiba berteriak kepadaku

“Apa lagi yang kau pikirkan? hah! Cepat pergi! Atau aku jadikan kau anjing bakar? Akan kuhitung sampai 3 2…”

Mendengar Galang yang langsung memulai hitungannya membuatku kalang kabut.

Mendengar yang hitungan yang tiba-tiba dari Galang. Aku spontan langsung berdiri, Aku berdiri dengan luka bakar yang ternyata sudah sedikit membakar kulit di kakiku. Sambil menahan rasa perih nan panas. Aku berlari ke toilet. Tetapi ketika aku berlari.

“Nih aku kasih bekal!”

Galang melemparkan sebuah bola api kepada Nossal. Itu terbang lalu mendarat tepat pada punggung Nossal. Di saat menikmati pemandangan itu, seorang pemuda lain berjalan mendekati mereka berdua, lalu bertanya,

“Apa yang sedang kalian lakukan?”

“Ah, boss ya. Ini si Galang membakar dia”

“Hahahaa, kerja bagus, terus perlakukan dia seperti itu. Itu bayaran atas dosanya di masa lalu. Sekarang, ayo lanjutkan latihan, masih banyak hal yang perlu kita cari tahu tentang dunia baru yang telah diubah dewa ini”

“Siap boss” seru mereka berdua

***

Sesampainya di toilet, aku langsung mengambil gayung, lalu mengguyur tubuhku yang air. Rasa dingin bercampur perih terasa pada luka di kakiku. Berkat bajuku yang basah, lemparan bola api pada punggungku tadi tidak menyebabkan api berkobar. Berbeda dengan luka bakar pada kakiku. Itu membuat celanaku sobek, dan terdapat luka bakar sedang di sana. Ketika aku mengguyur bagian luka itu dengan air. Rasa perih yang disertai panas terasa di sana.

Setelah selesai, aku segera keluar dari toilet. Dari balik tembok sekolah, terdengar suara geraman yang cukup keras. Aku yang dihantui rasa penasaran mencoba memanjat tembok dan mengintip apa yang ada di balik tembok ini.

Lagi-lagi aku kembali dikejutkan oleh fakta bahwa sekitar ratusan hingga ribuan serigala berkeliaran di sekitar tempat ini. Menyadari diriku yang mengintip mereka dari atas tembok. Salah satu serigala itu melompat dan mencoba menerkamku. Tapi entah bagaimana, sesaat sebelum serigala itu berhasil menerkamku, dia tampak seperti menabrak sesuatu.

Karena tiba-tiba hampir diterkam oleh serigala, aku terkejut hingga terjungkal ke belakang. Tanpa berlama-lama berbaring di lantai, aku segera pergi ke kelas. Rasanya sebisa mungkin aku harus menghindari Dicky dan teman-temannya, jadi aku menuju kelas

Saat perjalanan, aku melihat murid-murid lain memasang ekspresi berbeda-beda. Ada yang biasa saja, ada yang meringkuk ketakutan, ada juga yang duduk diam dengan wajah putus asa. Kurasa itu tidaklah aneh, Karena bagaimanapun kehidupan damai mereka berubah tanpa adanya peringatan. Yang aneh justru orang yang tidak ketakutan dalam keadaan seperti ini. Buruknya, aku merupakan salah satu orang yang aneh ini. Bukannya tidak takut, lebih ke arah tidak peduli. Di dunia sebelum maupun sesudah berubah kehidupanku masih tetap sama sebagai orang yang tertindas. Yang kutakutkan masihlah sama dengan sebelumnya, yaitu Dicky dan kelompoknya yang sering membullyku. Jadi aku tidak banyak berpikir tentang serigala yang memenuhi jalanan di luar sekolah ini.

Setelah berjalan cukup lama melewati ruangan di sekolah ini. Akhirnya aku sampai di kelas. Setelah memastikan keadaan kelas yang kosong. Aku masuk, lalu diam-diam ikut mencoba menggunakan sihir. Di pojok kelas aku duduk bersila.

“Baiklah, mari kita coba”

Untuk dapat menggunakan sihir yang sama seperti pada film fiksi rasanya membuatku sedikit berdebar-debar. Aku mengingat-ingat ucapan yang dikatakan perempuan kemarin “Kuncinya adalah membayangkannya” Mengikuti perkataannya sebagai petunjuk. Aku menutup mata, lalu membuka telapak tangan,

Pertama, aku membayangkan bagaimana awal terbentuknya api, serta rasa panas yang ditimbulkan

....

Aku membuka mataku. Tetapi tidak terjadi apa-apa

“Gagal... kah!?”

Satu demi satu, aku mencoba semua elemen, karena seperti yang dikatakan Dicky “Jika tidak cocok dengan suatu elemen. Mungkin kita cocok dengan elemen lain” karena itu aku tetap optimis dan mencobanya satu per satu

....

Setelah berusaha cukup lama. Hasilnya nihil, tidak ada satu pun elemen yang dapat kugunakan

“Apa aku yang salah ya. Membayangkannya… Sepertinya aku tidak dapat menguasainya. Yah, mau bagaimana lagi jika memang tidak bisa”

“Mana bisa seperti ini! Jadi, walaupun dunia ini telah berubah. Nasibku masih tetap sebagai yang lemah dan tertindas begitu? Aku tidak terima seperti ini!”

Mengungkapkan rasa kesal dan kecewaku yang tidak dapat menggunakan sihir. Aku membaringkan badan lalu memunculkan layar status. Dengan teliti, aku mengamati apa saja yang ada disana, tetapi tidak ada yang berubah sejak terakhir kali aku melihatnya. Tunggu dulu. EXP ku bertambah! Apa ini? Kukira sama seperti di dalam game, diperlukan membunuh monster untuk mendapatkan point EXP. Apa aku salah?

Terakhir kali aku melihat statusku, Tepat sebelum membuka surat kemarin, seingatku saat itu masih berada di angka 0. Jadi pertanyaannya adalah, dari mana aku mendapatkan EXP Ini?

Semakin lama kupikirkan, aku tetap tidak mendapatkan jawabannya. Jadi aku memutuskan untuk tidak memikirkannya terlebih dahulu. Aku melihat ke arah jam yang ada ditembok, di belakang meja guru. Tidak terasa sudah sekitar 2 jam aku disini.

Karena merasa terlalu sepi, aku memutuskan untuk keluar dari kelas. Tetapi baru saja melangkahkan kaki keluar dari kelas, sebuah botol minuman melayang ke arahku. Tanpa dapat menghindarinya, benda itu mengenai kepalaku

“Disini kau rupanya!”

Seperti biasa, aku bertemu kembali dengan anak buah Dicky yang sudah pasti akan melakukan hal buruk kepadaku

“Kau dicari oleh Boss kau tahu gak, hah!”

Apapun keadaanku, entah kenapa ketika aku bertemu dengan Dicky maupun anak buahnya, tubuhku gemetar ketakutan, Membuatku tidak dapat melawan ataupun menolak apa yang mereka katakan. Bahkan menjawab saja sudah terbata-bata.

“Cepat” Bentak Galang sambil memegang kerah bajuku lalu menyeretku menjauhi kelas

Mungkinkah ini karena mereka yang selalu membullyku, membuatku sifatku seperti ini. Aku ingin berubah, setidaknya menjadi sedikit lebih berani, Tetapi aku tidak dapat melakukannya. Aku memang pengecut.

***

“Boss aku membawanya” sambil melemparkanku ke depan

Disana, beberapa orang berkumpul, jumlahnya kurang lebih 15 orang, Rokka juga ada di sini. Melihat mereka berkumpul membuat perasaanku menjadi tidak enak

“Yo, Nossal. Boleh minta bantuan?”

Dicky mengawali pembicaraan. Meski ketakutan, aku mencoba memberanikan diri untuk menatap wajah Dicky. Perlahan tapi pasti, hingga aku dapat menatap wajahnya

“Apa yang kau inginkan?” tanyaku

“Hoo... sepertinya kau sudah mulai berani, ya?”

Tanpa aku sadari nada bicaraku terdengar seperti orang yang angkuh, karena itu, aku kembali menundukkan kepala. Tetapi tampaknya itu sudah terlambat.

“Lancang sekali, cecunguk sepertimu, bicara sombong di depan boss!”

Galang yang tadi menyeretku kemari, kembali menarik kerahku, mengangkatku, dan mendekatkan wajahku ke arah wajahnya. Karena hal itu tidak sengaja kedua mata kami bertemu, belum sampai beberapa detik mata kami bertemu, dia langsung memukul perutku.

“Hentikan! Galang. Lepaskan dia”

Seorang perempuan berteriak pada Galang untuk menghentikan apa yang dia lakukan. Ketika aku mengintip wajah yang berteriak padaku dari samping kepala Galang. Wajahnya tidak asing. Dia adalah perempuan yang mengeluarkan api kemarin. Kalau tidak salah namanya Fitri. Tak kusangka dia masuk gerombolan Dicky

“Galang, Fitri benar. Ayolah, santai saja, Lagipula kita yang ingin minta tolong kepadanya”

“Baiklah jika boss sendiri yang bilang begitu”

Setelah menyetujui apa yang Dicky katakan. Galang langsung melepaskan genggamannya, membuatku jatuh ke atas tanah. Sambil menahan rasa sakit dari pukulan Galang. Aku mendengar apa yang dicky katakan

“Jadi gini Sal. Kami butuh bantuan nih?”

Saat Dicky bilang begitu, Semua orang yang ada disini terlihat seperti sedang menahan tawa. Itu membuatku semakin merinding menebak apa yang akan dia katakan.

“Kau tahu, kami akan mulai menaikan level kami dengan membunuh para serigala di luar. Bisakah kau jadi umpan untuk menarik serigala itu.

“Umpan?”

“Hahahahaa”

Mereka yang mendengar ucapan Dicky semakin sulit untuk menahan tawa, karena mereka tidak dapat menahannya lagi. Mereka tertawa. Menertawakanku

Dengan senyum licik nan jahatnya. Dicky melanjutkan ucapannya,

“Sebenarnya, aku ingin kau menjadi pembawa barang, tapi mempertimbangan sikap sombongmu tadi mau bagaimana lagi”

Suara tertawa mereka semakin menjadi-jadi, dan tidak ada tanda-tanda akan berhenti

“Umpan. Jadi aku harus menarik perhatian para serigala itu? Kurasa itu bukanlah hal yang sulit” ucapku dalam hati tanpa tahu bahaya yang akan menunggu

“Galang, Lesmana. Cepat seret dia”

Mendengar perkataan bossnya tersebut, Mereka berdua langsung menyeretku lalu pergi menuju gerbang sekolah. Saat aku dibawa pergi aku sempat melihat Rokka mencoba berbicara dengan Dicky.

Sepertinya dia mencoba membelaku, Memang tidak terdengar suaranya, tetapi dia terlihat protes sambil menunjuk ke arahku. Hingga akhirnya kami berbelok dan sudah tidak dapat melihat mereka lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status