POV Nita
Aku merapikan wajah dan rambut yang tak beraturan akibat ulah Mas Duta. Kupoles wajah dengan sedikit riasan tipis.
Baru kemudian aku akan menghampiri Adnan keluar.
'Duta kamu saja bisa mengingkari janjimu, lantas mengapa tidak denganku. Kalau kau saja mampu berselingkuh di belakangku, kenapa tidak dengan aku. Masih saja kamu bertanya apa maksudku.Tidakkah kamu ingat semua ucapanmu. Apakah menurutmu selama ini aku diam saja, tidak mengetahui gerak gerikmu. Aku masih malas menjawab pertanyaanmu, aku hanya ingin, kamu merenungi apa salahmu. Dengan sikapku yang begini, aku sudah menepati janjiku padamu Duta.'
Rapi sudah dandananku. Adnan sudah menunggu di ruang tamu bersama Vira. Aku segera menghampirinya. Sebelum keluar, sekali lagi aku bercermin, takut kalau sampai Adnan melihat kelemahanku. Aku membuka pintu kamar lalu
menghampiri Adnan,
"Ayok, Sayang kita jalan," ucapku seraya menggandeng tangan Adanan dan bergagas keluar. Dengan cepat Adnan meraih tanganku.
"Tangan Mama kenapa?" tanyanya sambil mengelus tanganku.
"Mama, tidak apa, Sayang. Mama baik-baik saja ," ucapku.
Kami pun berjalan meninggalkan Duta dan Vira. Duta terus melirikku, tapi kuabaikan saja.
Aku memacu mobil dengan cepat. Adnan terus berbicara sepanjang jalan, tapi aku tidak menanggapinya, hanya saja sesekali aku mengangguk dan tersenyum padanya. Ya Allah, kekuatanku memang ada pada putraku.
🖤🖤🖤
"Ma, udah sampai," ucap anakku lirih.
"Iya Sayang, ayok, turun!" Aku membuka sabuk pengamannya juga sabuk pengamanku. Putraku berlari cepat ke dalam, mungkin perutnya sudah kelaparan.
"Mama! Tinggal duduk, Adnan sudah pesan makanan kesukaan Mama!" triak anakku. Dia memang anak terbaik. Aku duduk di meja, menunggu Adnan yang sedang memesan makanan.
Sepuluh menit kemudian, dia datang dengan membawa dua porsi makanan dan es cappucino kesukaannya. Kulihat Adnan sangat lahap memakannya. Sedang aku, rasanya tidak nafsu untuk makan. Rasa laparku hilang, sejak saat pertikaian dengan Duta.
Rasanya, aku sudah tidak tahan menjalani biduk rumah tangga dengan Duta. Terlalu banyak kebohongan yang telah dia lakukan terhadapku. Selama ini aku hanya berpura-pura tidak tahu akan kelakuannya di belakangku. Tanpa Vira memberitahuku pun, aku sudah tahu semuanya. Hanya saja aku mengetes kejujuran Vira. Sebelum mereka menikah aku sudah mulai membenci Duta.
Terkadang, jika dia meyentuhku, rasanya jijik. Seolah dia memiliki ragaku. Namun tidak dengan jiwaku. Pernah dia menyentuhku, tapi aku hanya sebatas menuaikan kewajiban sebagai seorang istri. Aku menangis saat melakukannya. Aku merasa terpaksa dan jijik. Namun, sepertinya dia tidak mengerti perasaanku, yang terpenting untuknya, adalah mampu menyalurkan keinginannya.
Harta, tahta, mampu mengubah seorang suami untuk tidak setia. Di depan istri mereka mampu bersikap manis, tetapi l di belakang, mereka mampu menggoda wanita lain.
Sekarng tiba masanya habis kesabaranku. Sekarang sudah waktunya aku menuaikan janjiku pada Duta. Rasa sakit ini membuatku seolah tidak lagi memiliki iman. Selamat datang Duta Mahendra, selamat bermain dengan permainan yang telah anda mulai.
🖤🖤🖤
"Mama! Mama!" Adnan mengagetkanku dari lamunan tentang Duta.
"Iya, Sayang, udah makannya?" ucapku.
"Sudah, Ma," jawabnya.
"Ya udah, ayok pulang, Sayang Mama ... jagoan Mama ... kita nginep di hotel aja ya, gak usah pulang," rayuku.
"Hore ...! Ye ...! Oke, Ma," jawabnya girang.
Memang anak cerdas. Aku mengusap rambutnya penuh sayang.
Kami pun pergi menuju hotel di dekat restoran. Rasanya aku sudah tidak sabar untuk segera membaringkan tubuh ini di atas kasur.
Gubrak …! deg ... jantungku berdegup,
"Adnan ...! Ya Allah, Nak, kamu ini ngagetin Mama ajh!"
"Maaf, Ma, aku lelah," ucapnya sambil tertawa tanpa dosa.
"Kamu ini, jail banget sama Mama!" Aku menggelitiknya. Dia berteriak minta ampun.
"Ampun, Ma ... ampun...! Hahahaha ... ampun, setop, Ma!" triaknya ngos-ngosan sambil tertawa.
"Abis Mama, bengong terus, hahahaha." Dia tertawa lagi. Aku menghentikan aksi jailku. Kami merasa lelah dan akhirnya tertidur. Kebtualan besok hari libur, jadi bisa bangun lebih siang.
POV ViraMas Duta dan Mba Nita, mereka tidak ada yang pulang ke rumah satu pun. Rasanya menyebalkan aku di rumah sendirian, lama-lama rasa ketidaksukaanku pada Mba Nita semakin bertambah. Kalau dia memang tidak menyukainya, kenapa dia mengijinkan pernikahan itu terjadi. Menyebalkan!"Bi, Nani …!" panggilku sedik
POV DutaAku mengikuti Nita, masuk ke kamar. Nita terduduk lemas penuh kemarahan. Pintu kamar segera kukunci dari dalam. Rasa marah dan emosi meyulut ke dalam hati hingga aku tak mampu lagi untuk mengontrol diri.Banyak pertanyaan aku lontarkan. Aku tidak mau tahu, aku harus mendapat jawaban.
Pov NitaAku beranjak meninggalkan Duta yang masih terdiam di kamarku. Rasanya aku sudah lega meluapkan seluruh emosiku. Tanpa sadar aku mengingatkan kedudukannya, mengungkit masalalunya. Biar, yang terpenting aku merasa lega.Hal yang sangat kubenci darinya adalah, mengabaikanku dan asik berVC yang tak seronok. Menjijikan, d
POV DutaKacau! Kacau! Otakku kacau. Nita tidak sedang menggeretaku. Dia benar-benar melakukannya. Tuhan … aku tidak mau kehilangan istriku. Bagaimana ini? Aku sangat mencintainya. Aku tak mau kehilangan Nita. 'Maafkan aku Nita, aku khilaf.'Pikiranku kalang kabut. Aku menyesal telah menghianatinya. Namun, percuma penyesalanku tidak akan merubah segalanya. Bagaimana ini? aku tidak mau kehilangan Nita. Nita harus tetap menjadi miliku
Nita meninggalkan Duta dalam keadaan terpuruk. Air mata hampir tumpah, tapi dia tahan. Nita kasian melihat Mas Duta, tapi ini memang sudah jadi pilihan terbaik.Nita resmi meninggalkannya. Dia sudah resmi terlepas dari suaminya. Walaupun hari terasa sakit. Namun, dia tidak mampu menerima madunya. Seberapa pun kuat dia berusaha, tapi tetap tak bisa.Dari pada menambah banyak dosa karena hubungan rumah tangga yang tak sehat, lebih baik Nita melepaskannya."Adnan maafin, Mama ya?" ucap Nita sambil mengusap wajah putranya."Jangan sedih, Ma." Adnan memeluknya erat. Mengusap air matanya yang terjatuh.'Ya Allah anakku, aku tidak pernah menyesal menikah dengan Mas Duta. Aku bersyukur karena memiliki Adnan. Tanpa ada Mas Duta, tidak mungkin terlahir seorang Adnan,' batinnya."Ma, kita mau kemana?"
Pov ViraMbak Nita pergi dari rumah, tidak membawa sedikit pun hartanya. Hanya membawa anak tiriku saja. Baguslah aku juga tidak menginginkannya. Lebih baik mengurus anak kandung sendiri. Siapa yang gak seneng, sebagai wanita kedua namun mampu memiliki suami seutuhnya, ditambah Mbak Nita tidak menuntut harta apa pun. Otomatis aku yang menguasainya, memang takdir baik ada pada diriku.Belakangan ini, Mas Duta hanya mengurung diri di kamar Mbak Nita, membuatku muak atas sikapnya. Dia seperti tidak menganggap aku ada. Isi otaknya hanya Nita, Nita, dan Nita. Rasanya aku seperti tidak dihargai. Walau bagaimanapun, aku ini juga istrinya, seharusnya dia memikirkan perasaanku juga, jangan hanya sibuk dengan mantan istrinya. Menyebalkan sekali, ingin rasanya menunjukkan sikap ketidaksukaan, tapi aku tahu diri, tidak mungkin menunjukkannya sekarang. Jenuh juga melihat sikap Mas Duta yang seperti itu.Aku mencoba mengetuk kamar Mba Nit
POV DutaPembalasan yang setimpal dari Nita. Aku yang mengira akan mendapat maaf justru mendapat surat perpisahan. Entah kapan Nita mengurusnya. Pantas saja dia tidak mau kusentuh, ternyata dia telah menggugatku di pengadilan.Tiba-tiba seorang pengacara datang untuk mengantarkan surat perpisahan dari pengadilan. Nita tidak menuntut apa pun, dan memiliki bukti perselingkuhan dari aplikasi whtahsap yang di sadapnya, sehingga sidang tidak terlalu rumit. Ketika Adnan di tanya, dia memilih untuk ikut dengan mamanya.Smart Nita! Diam-mu penuh teka- teki.Tidak ada lagi yang mampu untuk kuucapkan, selain menerima perpisahan ini. Aku akan berusaha menjalani hidup dengan normal, semua sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur. Aku hanya pasrah menjalani kehidupan dan berusaha menerima Vira. Semoga kamu bisa bahagia dengan caramu, Nita.Perpisahan ini memang menyakitkan, sakit yang tak bisa di ungkapkan dengan sebuah kata. Namun,
POV BrataTidak mungkin juga aku berjodoh dengan Nita. Ya Allah, rasanya menyakitkan sekali. Aku kira Nita tidak ada kabar, karena telah kembali pada suaminya, ternyata dugaanku salah. Saat itu, saat terakhir bertemu dengannya, baru saja kuungkapkan perasaan cinta yang telah lama tersimpan. Namun, aku sendiri yang mengakhiri cinta itu tanpa menunggu jawaban dari seorang Nita. Aku salah, aku kira Nita kembali pada Duta, bagaimana ini, kenapa cinta serumit ini.Nita di mana kamu? Kenapa menghilang tanpa jejak? Andai kutahu dirimu tidak kembali pada Duta, tidak akan aku menerima dia. Sehari setelah aku mengikuti permainannya, dia hilang tanpa kabar. Seminggu, sebulan, dua bulan, berlalu, membuatku berpikir, mungkin Nita kembali pada Duta.Saat itu datang Nanda, anaknya teman Mama. Mama memperkenalkan dia padaku. Dia bilang, aku sudah sepantasnya menikah, karena usiaku sudah menginjak 30 tahun. Tidak mungkin aku terus mengharapkan