Share

Bab 3

Author: Autumn
last update Huling Na-update: 2025-02-25 10:37:48

Kirana

Aku berdiri tepat di hadapan pria yang kini telah sah menjadi suamiku, beberapa waktu yang lalu . Aku menunduk tak berani menatap pria itu. Debaran di jantungku semakin terpacu bahkan sialnya kedua telapak tanganku terasa berair karena aku merasa gugub. 

Aku hanya berani memandangi kancing kemeja hitam miliknya, aku lihat dia hanya mengenakan kemeja batik hitam dengan corak yang lumayan unik. Sesekali ku remas pinggiran kain jarik yang membalut bagian bawah tubuhku. Untuk menghalau rasa gugubku sendiri.

“Jangan malu-malu gitu dong, kalian sudah sah menjadi suami istri. Ayo di salim suaminya,” kata penghulu yang masih duduk di meja akad, dengan nada bercanda khas bapak-bapak. Memberikan instruksi kepadaku. 

“Iya, bukan anak kecil yang lagi main nikah-nikahan lho kalian ini,” sahut pria yang menjadi saksi. 

Deg.

Ucapan pria itu seolah terasa seperti dejavu bagiku. 

Aakhirnya aku memberikan diri mengangkat wajahku menghadap ke arah pria yang ku yakini adalah Dirga. Dirga tetangga di rumah lamaku dulu. Dialah musuh bebuyutan di jaman aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Yang sering main nikah-nilahan di kebun mangga milik pak Mamat. 

Benarkah dia?

Aku menatap ke arah pria itu. Benar saja, tak salah lagi. Dia adalah Dirga. Aku tak salah lagi. Namanya yang tidak asing di telinga, ternyata memang benar itu dia. Dia menatapku tanpa senyum, sejujurnya aku tak tau apa yang dia pikir saat ini. Ekspresi wajahnya selalu sama dan terlihat begitu datar. Lantas untuk apa dia menikahiku?

Dia mengulurkan tangannya dan segera kusambut dan ku cium pungung tangannya. Kali ini tak ada yang special, di hari yang membuatku begitu excited sebelumnya. Aku merasa kosong dan hampa bahkan mati rasa. Namun aku tak boleh egois. Aku harus tetap tersenyum bahagia sekarang. Menutupi kesedihan yang sebenarnya begitu dalam.

“Maharnya kecil ya, dengar-dengar pengantinnya kabur juga,” bisik seseorang yang berada tepat di belakangku. Aku menahan emosi yang sejujurnya sudah hampir pecah sejak tadi. Banyak macam omongan yang aku dengar sedari tadi membuat telingaku terasa begitu gatal dan panas  ingin menimpali mereka semua.

“Iya, kok dia mau sih. Dinikahi sama lelaki miskin. Mahar segitu mending nggak usah nikah kalo aku. Nggak ada harga diri dong ya.”

“Mungkin si laki juga terpaksa. Lihat saja wajahnya. Nggak ada tuh bahagia-bahagianya sama sekali,” sahut yang lain menimpali.

Kulihat Dirga menoleh ke arah ibu-ibu yang tengah asik menggosipi kami dan melihat dengan tatapan gelangnya, akupun secara reflek ikut menoleh ke arah mereka. Seketika para ibu-ibu penggosip itu langsung bungkam tak berani mengucapkan apapun lagi. 

Acara demi acara pernikahan berjalan seperti seharusnya. Namun tak ada seserahan dan mahar yang besar seperti yang di janjikan oleh Ferdi sebelumnya. Aku melihat raut wajah Ayah tak seperti sebelumnya. Dia tampak sedikit lebih tenang sekarang. 

Sebenarnya aku tak ingin menikah dengan pesta yang mewah dan meriah. Akan tetapi permintaan dari ibu tiriku kepada Ferdi, saat melamar membuatnya menyanggupi apa yang dia kehendaki. Untungnya hari ini hanya acara akad yang memang akan dilangsungkan. Namun pada acara ini saja ibu Sukma meminta agar mengundang ratusan tamu. 

Aku berencana membatalkan acara pesta meriah selanjutnya yang akan diadakan sebulan yang akan datang. Aku rasa sudah cukup acara hari ini, yang begitu menyita pikiran, hati, dan tenaga kami semua.

Acara telah selesai, semua tamu undangan juga telah pulang ke rumah masing-masing. Hanya tersisa beberapa kerabat dekat yang memang tinggal di daerah lain. Mereka masih menginap dan akan kembali pulang besok.

Aku berada di kamarku, sejak acara selesai aku tak melihat Dirga lagi. “Apa jangan-jangan dia kabur ya?” gumamku penasaran. Pasalnya aku memang sengaja menghindari Dirga, dengan izin pergi meninggalkan dia ke kamar mandi, itulah alasanku tadi. 

Aku berjalan menuju arah jendela, sembari melihat jam di dinding kamarku yang berdominan warna putih dengan hiasan berdominan warna peach. Karena aku suka warna itu. Ternyata sudah pukul 3 sore, aku penasaran di mana Dirga sekarang. Ku amati orang yang berlalu lalang di depan rumah membereskan kursi bekas tamu undagan. Tapi aku tak melihat Dirga di sana.

Kabur?

Benarkah dia kabur?

Tapi, jika kabur aku juga akan dengan mudah menemukannya.

Klek!

Suara pintu kamar terbuka membuatku terjengit kaget. Aku sontak menoleh ke belakang melihat siapa yang berani membuka kamar tanpa mengetuknya. Aku menembuskan napas lega karena itu bukanlah Dirga.

“Bude, bikin kaget saja,” ucapku sambil memegangi dadaku yang sudah berdegub kencang.

Bude Diyah tersenyum melihatku kelabakan. Aku kaget ketika ada orang tiba-tiba membuka pintu kamarku. “Kirana, itu suami kamu dari tadi di depan. Kenapa nggak di ajakin masuk. Kasian,” kata Bude Diyah yang sedikit mengintip dari celah pintu sedikit terbuka itu. 

“Ah ... Iya ... Itu anu ... bude, anu em ... Sebentar, saya masih.”

Tanpa mendengar jawaban dariku, bude Diyah langsung menerobos masuk. Dia seperti mengerti apa yang sedang ada di dalam pikiranku saat ini. Dia segera menarikku agar duduk di tepi ranjang.

Bude Diyah menatapku lekat, memegang tangan kananku sembari mengusapnya dengan lembut. “Nduk ... Kirana, anakku. Kamu jangan khawatir, dia pria baik. Bude dan Ayahmu juga tidak begitusaja percaya dengan tuduhan dari Ferdi. Bude akan menyelidiki kenapa dia setega itu membatalkan dan dengan keji memfitnah kamu.”

Aku menunduk, menangis sudah bukan hal yang bisa aku lakulan lagi. Aku juga enggan terus menerus memikirkan hal yang di tuduhkan oleh Ferdi kepadaku. Bude benar, lebih baik aku mencari tahu untuk apa Ferdi menuduhku seperti itu. 

“Bude benar, tidak mungkin ada asap jika tidak ada sumber api yang muncul. Jika ada api pasti ada pemantiknya juga,” kataku melanjutkan. Entah apa yang di pikir oleh Ferdi, tapi menurutku itu keterlaluan.

“Nah, sekarang kamu temui suamimu di depan, kasihan dia. Pasti dia juga lelah. Kamu terima dan jalani dengan ikhlas ya, Nduk. Ini mungkin adalah jalan terbaik yang di pilih oleh Allah untuk kamu. Kamu juga tidak perlu mendengarkan omongan orang yang nggak seharusnya kamu dengar. Ingat, sekarang kamu adalah istri orang. Kamu harus berbakti kepadanya, dia mau menikahimu berarti dia juga sudah berpikir untuk bertanggung jawab atas dirimu. Kemanapun langkah kakinya kamu wajib berbakti dan mengikuti apa katanya selagi itu masih dalam hal baik dan benar untuk dirimu,” kata Bude menasehatiku. 

Aku langsung memeluk wanita yang selalu mendukungku dan menyemangati di setiap langkahku.

Meskipun ayahku menikah lagi. Tapi aku sama sekali tak dekat dengan wanita itu. Dia hanya cinta Dua pada Ayahku dan juga tak terlalu suka kepadaku. Apalagi jika Ayahku tak ada di dekatku. 

“Makasih, Bude selalu ada buat Kirana, semenjak Bunda pergi untuk selamanya,” kataku yang tak mampu menahan tangisku lagi. Bude Diyah mengusap punggungku dengan lembut. Kulihat dia juga menangis ketika pelukan kami sudah terlepas.

“Kami jangan sedih, bude selalu ada kapanpun dan di manapun selama bude masih hidup. Kamu yang semangat ya, Nduk!”

Bude Diyah mengusap air mata yang jatuh membasahi pipiku, aku mencoba tersenyum dengan hati yang terasa sesak.

“Sudah, sana temui suamimu!” kata Bude Diyah yang langsung aku angguki dengan perlahan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 53

    “Gimana Ga? Ketemu?” tanya Mayang berlari menghampiri putranya yang terlihat berjalan dengan gontai memasuki rumah. “Kalo ketemu nggak mungkin Kirana nggak di sini, ma," jawab Dirga dengan nada malas. Dia sudah sangat lelah sepanjang hari berkeliling tanpa arah dan tujuan. Tak ada tempat bertanya, tak ada tempat yang di tuju. Dia menghela napas lalu berlalu begitu saja melewati sang mama.Dia berjalan menuju kamar dengan perasaan tak karuan, rasanya dunia runtuh, ketika sehari dirinya tak melihat wanita yang dia cintai. ‘Kamu ke mana sih, sayang. Kenapa kamu setega ini ninggalin aku tanpa berpamitan. Kesalahan apa sebenarnya yang aku perbuat?' Dirga menutup pintu kamar dan mengambil laptop miliknya. Setelah menemukan yang dia cari, dia segera mengemasi barang dan kembali keluar.Mayang yang sejak tadi merasa pusing, kini dikagetkan melihat Dirga yang sudah membawajaket ransel hitam dan mengenakan tebal. “Ga, ini bukan waktunya muncak, istri kamu ilang lho. Bisa-bisanya kamu mau mu

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 52

    Kirana menunduk menahan senyum, bahkan dia juga merasa tak enak dengan sepupunya. Entah kebetulan atau bagaimana, ternyata pria yang dia sangka seorang psikopat tadi adalah sepupunya. Dia ternyata Kaivan, anak yang beberapa tahun lalu masih duduk di bangku SMP dan tak setinggi sekarang ini, siapa sangka sekarang sudah tumbuh menjadi lelaki dewasa tampan dan rapi. Ingat ya, tampan dan rapi. Kirana memang belum pernah bertemu lagi semenjak pertemuannya terakhir kali beberapa tahun silam. Bahkan di hari pernikahannya dia tak sempat datang karena mempersiapkan untuk masuk perguruan tinggi. Kaivan yang dulu terlihat sangat culun dengan kacamata tebal dan rambut klimis berbau minyak rambut pria. “Sakit tau mbak,” keluh pria itu sembari menggosokkan telur bulat pada keningnya yang benjal karena tampolan reflek dari Kirana sebelumnya. Kejadian begitu cepat, jika teringat kembali Kirana merasa kesal dan tak enak telah memukul kepala Kaivan. Semua dia lakukan dalam upaya melindungi diri. “S

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 51

    Matahari sudah di atas kepala cuaca terasa begitu terik, hati Dirga ikut memanas karena kejadian di hari ini. Pria itu tampak mengusap wajahnya gusar, sudah beberapa tempat dia datangi, namun tetap tak membuahkan hasil juga. Dia bahkan sudah meminta bantuan Nanda untuk melacak keberadaan sang istri, namun hasilnya tetap nihil. Dia menarik napas berat, tangannya meremas kaleng minuman lalu melemparnya ke segala arah. “Aduh, catit!” teriak seorang anak kecil sembari memegangi kepalanya. Mendengar suara itu, Dirga sontak menoleh. “Astaga, maaf-maaf, kamu baik-baik saja?” tanya Dirga terlihat panik. Dia segera berlari menghampiri seorang anak lelaki berusia tiga tahunan itu. ”Hiih syebel. Om lepal kaleng cembalangan, itu pencemalan lingkungan!” teriak anak kecil itu berlari mendekati Dirga sembari memberikan kaleng yang sempat dilempar olehnya tadi. Dirga tampak termenung menatap wajah gembul menggemaskan, yang terlihat kesal itu. Dia bahkan tak tau harus bereaksi seperti apa s

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 50

    Embusan angin segar membelai kulit Kirana. Tatapannya lurus ke arah laut lepas. Pikirannya terasa lebih tenang, beberapa kali dia menarik napas panjang lalu menghembuskan perlahan. Deburan ombak putih bergulung seakan berlomba-lomba menghampirinya. Sesekali kakinya terasa basah karena belaian air laut yang menyapa. Sudut bibirnya terangkat, dia baru menyadari jika selama ini pikirannya selalu terasa penuh dengan permasalahan hidup. Orang-orang toxic yang datang dan pergi silih berganti. Memikirkan hal itu tiba-tiba dadanya terasa sesak kembali. Buru-buru dia menghalau pikiran menyiksanya. Mengalihkan dengan pemandangan indah di hadapannya. “Maafin mama ya sayang, kamu jadi merasa semua yang mama rasakan. Mama janji, kita akan selalu bahagia kedepannya. Makasih sudah hadir dan selalu temani mama di saat mama terpuruk. Kehadiranmu saat ini membuat mama sangat bersyukur dan bahagia,” gumam Kirana sembari membelai perutnya. Embusan angin semakin terasa kuat, kali ini dia kembali ber

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 49

    Dirga tak mendapatkan jawaban dari perjalanannya, hanya rasa kesal yang memenuhi kepalanya. Entah apa yang membuat istrinya sampai pergi secara tiba-tiba. Emosinya mulai memuncak, kepalanya bak mendidih memikirkan rentetan kejadian yang serba tiba-tiba. Jika ditarik, semua ini tidaklah seperti kebetulan semata.“Shit, arrrgh ... Sialan!” teriak Dirga di tengah jalan. Helm full face yang dia kenakan bahkan tak bisa meredam triakannya. Beberapa pasang mata tampak menoleh ke arahnya, di tengan kerumunan orang yang sedang menunggu lampu merah menjadi hijau. Dirga seolah tak acuh dengan kondisinya saat ini. Mengabaikan tatapan orang yang melihatnya dengan tatapan aneh. Setelah lampu berubah menjadi hijau, pria itu segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan memutar arah kembali ke rumanya.“Sialan kau Giselle, arrghh ...!” dia langsung menyadari jika wanita iru adalah sumber utama kekacauan yang sedang terjadi saat ini. Tak lama dia sampai di halaman depan, berharap jika sa

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 48

    Di kamar temaram terlihat dua insan tak mengenakan apapun Yang hanya ditutupi selimut tampak kelelahan setelah menghabiskan siang panas hingga menjelang sore.Dirga menutupi tubuh putih Kirana menggunakan selimut tebal, lalu mencium kening istrinya yang tertidur pulas setelah digempur habis-habisan olehnya. Dirga tersenyum tipis menatap istrinya dengan rasa sakit dan rasa bersalah. “Maafin mas ya, mas akan berusaha bahagiakan kamu kedepannya. Jangan pernah pergi dari mas ya,” bisik Dirga lalu mengenakan celana boxer hitam dan segera mengambil laptop silver dari meja di samping tempat tidurnya. Lalu ikut duduk di samping sang istri menemani wanita yang terlelap damai. Dia segera meminta Nanda untuk mencarikan tenpat tinggal yang cocok untuknya dan Kirana.Tak butuh waktu lama, Nanda mengirim beberapa gambar beserta harga untuk Dirga. Pria itu melihat seksama menimbang di mana dirinya akan membawa sang istri mencari kenyamanan. Pada akhirnya dia menemukan sebuah apartemen yang cukup lu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status