Share

Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku
Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku
Author: Rina Novita

Bab 1

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2022-09-25 15:56:30

"Bunda, kok photo profil hape Ayah foto tante-tante? Ini foto siapa, Bun?"

Apaaa?

Aku tersentak mendengar pertanyaan Giska, anakku satu-satunya yang berusia tujuh tahun.

Aku segera membuka kontak ponsel Mas Agung di aplikasi berwarna hijau, dan meng-klik photoprofilnya. Benar saja. Ada foto seorang wanita muda berpakaian seksi dengan rambut sebahu. Segera saja aku save foto itu di galeriku.

"Oh itu mungkin teman sekantor Ayah Gis, biasa teman-teman Ayah suka pada iseng," jawabku mencari alasan yang tepat. Agar dia tak berburuk sangka pada Ayahnya.

Dan benar saja, sekitar tiga menit kemudian foto profil itu telah berganti  menjadi gambar kaligrafi. Mungkin saja tadi Mas Agung salah pencet. Tapi kenapa dia bisa menyimpan foto wanita itu. Lalu siapa sebenarnya wanita itu? Aku harus menyelidikinya.

Akupun mengirim foto tersebut menggunakan aplikasi hijau kepada seseorang.

[ Do, tolong cek ini foto siapa , cepet nggak pake lama ]

Dido adalah teman sekantor suamiku. Dia adalah orang kepercayaan Om Beni sang direktur utama. Om beni adalah sahabat dekat almarhum Papa. Sejak aku kecil Om Beni sangat menyayangiku. Atas bantuan Om Benilah Mas Agung yang hanya lulusan SMA bisa mendapatkan pekerjaan dan jabatan yang bagus di perusahaan itu. Hanya saja Mas Agung tidak menyadarinya.

[ Ini sih foto si Yuyun, Ra. Karyawan di sini. Tapi belum lama dia kerja di sini dan belum menjadi karyawan tetap pula. Emang kenapa Ra]

[ Tolong kirim nomor ponselnya ke aku, Do ]

Setelah Dido mengirim nomor ponsel si Yuyun, segera aku save di aplikasi berlogo hijau. Kulihat Foto profil wanita itu persis  sama dengan foto profil ponsel suamiku. Tulisan kaligrafi yang sama.

Aneh. Kok bisa sama?

Aku memutuskan untuk menghubungi suamiku.

"Halo , Assalamualaikum Mas."

(.....)

Di angkat. Tapi tidak ada suara.

"Halo,  kamu di mana Mas."

"Ha-lo maaf , i-ni dengan s-siapa?" Terdengar sahutan dari sebrang sana.

Deg.

Suara perempuan. Siapa dia?

"Halo, ini siapa? Kenapa ponsel suami saya ada sama anda?" tanyaku gusar.

tut ... tut ... tut ...

Kok di matikan?

Aku makin penasaran. Apa mungkin kamu menghianatiku, Mas?

--------------

Suara mobil memasuki halaman. Sepertinya Mas Agung pulang. Tumben masih siang sudah pulang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Mas. Kok tumben sudah pulang ?"

"Dek, lihat ponsel Mas, nggak? Sejak tadi dicari-cari nggak ketemu. Sampai-sampai Mas ikut meeting dengan Pak Beni sejak tadi pagi nggak pegang ponsel."

Apa? Mas Agung sejak pagi meeting dengan Om Beni?

Diam-diam aku minta Dido untuk mengecek kebenarannya.

[Pak Agung sejak pagi memang meeting bareng Pak Beni, Ra. Ada apa sih sebenarnya?]

Aku sedikit lega membaca jawaban Dido.

"Kamu yakin Mas, nggak tau ponselnya di mana?"selidikku.

"Iya Dek, tapi kalau nggak ada di rumah, mungkin di kantor. Tadi Mas buru-buru di ajak Pak Beni ke lapangan." Sepertinya Mas Beni tidak berbohong.

"Hmm ... kayaknya ... ponsel Mas sama Yuyun," ujarku hati-hati.

"Hah? A-apa ?" Raut wajah suamiku nampak begitu cemas.

"Kenapa, Mas? Kok kaget gitu ?"

"Wah bahaya kalau ponsel aku sama Dia, Dek. Dia wanita nggak bener." Mas Agung kelihatan bingung, mondar-mandir.

"Maksud Mas?"

"Di-Dia beberapa kali menggodaku di kantor. Bukan cuma aku, tapi beberapa teman di kantor pernah dia ganggu. Bahkan Pak Bandi sampai ribut sama istrinya. Tapi kamu tenang aja. Aku sudah lapor ke Pak Beni. Kemungkinan dia akan di keluarkan bulan depan.

Aku merasa lega mendengar penjelasan suamiku. Walaupun belum percaya seratus persen. Hal ini bisa aku cek lagi nanti dengan Dido dan Om Beni.

"Ayo Dek,  ikut ."

"Loh, kemana ,Mas?"

"Aku tahu kamu belum yakin dengan penjelasan Mas tadi. Pasti si Yuyun sudah bikin kamu nggak tenang. Sekarang kamu ikut aku ke kantor. Biar kamu yang mintain ponselku ke Yuyun."

Mas Agung menggandengku ke mobil. Kamipun pergi menuju kantornya.

Semoga suamiku benar-benar tidak tergoda oleh  Yuyun si pelakor itu.

Tidak ada percakapan selama perjalanan menuju kantor. Rasa penasaranku pada wanita yang bernana Yuyun itu makin menjadi karena melihat kegelisahan pada sikap suamiku. Mobil ini ber-AC tapi dia berkeringat. Ia membawa mobilnya pun dengan kecepatan rendah. Apa dia sengaja?

"Selamat sore Pak Agung," sapa security kantor saat kami memasuki pintu utama.

"Sore Pak Amir, apa semua karyawan sudah pulang?"

"Sebagian sudah, Pak. Tapi Pak Beni dan  beberapa karyawan masih ada di lantai atas. Oh ya, Pak. Ini tadi ada titipan ponsel milik Bapak dari Mbak Yuyun sebelum dia pulang tadi." Pak Amir memberikan amplop coklat yang berisi ponsel suamiku.

Aku melihat senyum kelegaan pada wajah Mas Agung. Entah lega karena ponselnya ditemukan atau karena aku tidak jadi bertemu dengan si Yuyun itu.

"Oh ya terimakasih, Pak Amir," jawab suamiku.

"Dek, Aku ke lantai atas dulu ya."

"Ya. Mas."

Aku duduk di depan receptionis. Sudah lama sekali aku tidak ke sini. Om Beni banyak merubah kantor ini menjadi lebih bagus dan tertata rapi.

"Seraaaa!" Dido histeris terkejut saat melihatku. Sepertinya Ia baru saja dari luar.

Mataku membelalak melihatnya. Segera aku kedipkan sebelah mataku dengan maksud memberi kode. Syukurlah Dido langsung paham. Karena tidak ada satupun yang mengetahui persahabatanku dengan Dido, termasuk suamiku. Hanya Om Beni seorang yang tahu. Karena Dido di terima kerja di kantor ini atas referensiku.

Akhirnya Dido hanya tersenyum dan mengangguk sambil berlalu dari hadapanku. Beruntung tidak ada karyawan lain yang melihat.

Tiba-tiba ponselku berbunyi. Ternyata ada panggilan masuk dari Om beni.

"Sera, kamu naik ke ruangan Om sebentar ya."

"Tapi Om...."

"Sudah ga apa-apa naik aja. kantor juga sudah sepi," sela Om beni.

"Baiklah Om. Sera ke sana sekarang."

Aku segera menuju ruangan Om Beni yang berada di lantai atas.

"Bagaimana kabarmu, Sera ?" Om Beni memulai percakapan. Nampak wajahnya serius.

"Sera baik, Om," jawabku yang duduk di hadapannya kini. Ruangan Om beni sepi.

Di lantai ini sudah tidak ada karyawan. Mungkin mereka sudah pulang. Mas Agung pun tak terlihat batang hidungnya. Di lantai dua aku hanya melihat Dido dan dua orang karyawan.

"Sera, Om sudah tua. Sudah tidak sanggup memimpin perusahaan Bapakmu ini. Perusahaan ini sudah berkembang cukup pesat. Membutuhkan pemimpin yang lebih muda dan produktif. Sudah saatnya Om kembalikan padamu."

Sebenarnya Om Beni memang sudah mulai sakit-sakitan. Mungkin benar sudah saatnya aku memimpin langsung perusahaan ini.

"Baiklah, Om. Tapi aku mohon hal ini tetap di rahasiakan dulu. Jangan sampai Mas Agung tau dulu bahwa sebenarnya aku pemilik perusahaan ini."

"Kalau memang itu maumu, Om ikuti permainanmu saja. Jadi, kapan kamu mulai bisa aktif ? untuk laporan keuangan dan lainnya kamu bisa minta Dido kirim email ke kamu."

"Sera akan mengabari secepatnya. Kalau begitu Sera pamit ya, Om. Takut nanti Mas Agung nyariin." Aku segera pamit untuk keluar menemui Mas Agung.

Ting

Sebuah pesan dari Dido.

[Ra , Aku lihat suamimu lagi berdua sama Yuyun di belakang kantor]

Apaa? Bukannya tadi Yuyun sudah pulang ? Sebaiknya aku cek sendiri sekarang. Dido nggak mungkin bohong.

Dengan langkah cepat aku langsung menuju ke belakang kantor. Di sana sebenarnya adalah tempat parkir motor karyawan. Sedangkan mobil Mas Agung ada di depan kantor. Berarti dia memang sengaja menemui pelakor itu.

Aku menatap nanar sepasang manusia yang sedang berbicara di bawah pohon besar itu. Dari tempatku berdiri ini tidak jelas apa yang mereka bicarakan. Tapi nampak keakraban yang tak wajar di antara mereka.

Wanita itukah yang bernama Yuyun?  Masih muda, tapi menurutku tidak begitu cantik. Namun sikapnya berbicara dengan suamiku seperti wanita penggoda. Sesekali mereka saling menyentuh. Hebat kamu Mas. Pintar sekali kamu menutupi kelakuanmu selama ini.

Baiklah, Mas. Silahkan lanjutkan permainanmu. Kamu akan pingsan jika tau siapa aku sebenarnya. Tidak salah aku merahasiakan ini semua selama delapan tahun. Tunggu pembalasanku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (54)
goodnovel comment avatar
Tika Sustika
Bagus ceritanya...lanjut....seru
goodnovel comment avatar
Mei Setyawati
lanjut bacaa
goodnovel comment avatar
Jasmani
waduh, dasar laki gak tau diri
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 254

    Wajah Arnold dan Elena menegang melihat sang dokter berdiri di ambang pintu. "Bagaimana, Dok?" Elena pun tak sabar mendengar kondisi Ida dan bayinya. "Selamat, Pak. Anak Bapak perempuan dan sehat," ujar dokter wanita itu hingga Arnold dan Elena bernapas lega untuk sesaat. Namun wajah sepasang suami istri itu masih cemas karena belum mendengar bagaimana kondisi Ida. "Bagaimana kondisi ibunya, Dok?" tanya Arnold gemetar. "Bapak suaminya?" Sang dokter memandang intens pada Arnold. "Iy-iyyaa, Dok." Arnold tergagap merasa bersalah karena tidak pernah menemani Ida periksa ke rumah sakit. "Pak, kondisi Bu Ida saat ini ... kritis. Pendarahannya masih berusaha kita hentikan. Mohon bantu doa!" Arnold terhenyak setelah mendengar ucapan dokter. Ia tidak bisa bicara apapun hingga dokter itu berbalik meninggalkan dia dan Elena di ruang tunggu. "Ya Tuhan, suami macam apa aku ini. Elena ... Elena ... Ida kritis. Aku harus bagaimana?" Arnold mengguncang-guncangkan tubuh Elena. Ia tampak frus

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab. 253

    "Ida, kamu baik-baik saja, kan? Apa Arnold mengurusmu dengan baik?" Tanya Elena panik ketika Ida menghubunginya. Suara Ida terdengar serak dan parau hingga Elena merasa khawatir. "Kak, kapan kak Elena kembali ke Indonesia? Aku ingin Kak Elena ada di sini saat aku melahirkan." "Loh, memangnya Arnold kemana? Apa dia masih nggak peduli sama kamu?" Elena makin cemas. Selama ini ia memang jarang sekali menerima panggilan dari Arnold, kecuali ada masalah kantor yang harus mereka bicarakan. "Bang Arnold ... katanya sangat sibuk dengan pekerjaannya, Kak." Elena menghela napas kasar. Dari suara Ida yang ia dengar, ia mendugaa adik madunya itu sedang dalam masalah. Tapi sepertinya wanita yang sedang hamil tua itu masih menutupinya. "Baiklah, Ida. Aku akan selesaikan pekerjaanku di sini. Aku usahakan secepatnya kembali sebelum kamu melahirkan. Kamu dan bayimu harus sehat, oke?" "Terima kasih, Kak. Terima kasih!" Setelah menutup panggilan dari Ida, Elena mengirim pesan pada Arnold agar su

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 252

    Serani kembali memekik saat tiba-tiba saja tubuhnya telah melayang karana diangkat oleh Pras. Kedua tangan kokoh suaminya itu menggendongnya ala bridal menuju sebuah ranjang berukuran sangat luas. Ranjang cantik itu dikelilingi kelambu tipis namun indah, serta taburan kelopak bunga mawar yang mengeluarkan aroma harum semerbak pada kamar itu. "Dokter bilang, kita sudah boleh ..., ehm jadi ... boleh, kan?" Pras membaringkan tubuh Serani perlahan di atas pembaringan yang begitu mewah dan nyaman. Sera tersenyum dengan wajah bersemu kemerahan saat pras sudah berada di atasnya. Wajah pria itu begitu dekat dengannya. "Aku juga rindu, Pras!" Wanita cantik itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Pras, hingga pria itu tak lagi bisa menunggu. Ia pun mulai memberikan kecupan demi kecupan pada wajah Serani. Hingga kecupan itu berlanjut menjadi lumatan dan sesapan pada bibir Sera yang telah membuatnya candu. Entah siapa yang memulainya lebih dulu, beberapa menit kemudian keduanya telah mele

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 251

    "Sayang, sudah bangun?" Pras membelai wajah Sera. Istrinya itu mengerjap karena baru saja terjaga dari tidurnya. Sera memiringkan tubuhnya menghadap pada Pras. "Sudah pukul berapa, Pras?" "Pukul enam pagi. Kita jadi ke kantor, kan hari ini? Sera pun bangkit. "Tentu, Pras. Kamu juga mulai ke kantor, kan?" "Ya, Sayang. Oh ya, bagaiman stok ASI baby Raja? Apa sudah cukup?" "Lebih dari cukup," sahut Sera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Diam-diam Pras menyusul Sera ke kamar mandi yang ternyata memang tidak dikunci. Sera sepertinya lupa, karena sejak setelah melahirkan Raja, Sera selalu tak lupa mengunci pintu. "Praaass ...!" Sera memekik melihat Pras sudah berdiri di belakangnya, sementara ia baru saja melepaskan seluruh pakaiannya. Jantung Pras berdebar melihat tubuh polos istrinya yang hampir dua bulan tidak ia sentuh. Pagi ini Pras memberanikan diri mendekati Sera setelah sore kemarin dokter mengatakan bahwa Sera telah pulih. Istrinya itu juga telah melewati mas

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 250

    "Abang, kita pulang sekarang?" Ida duduk di atas brankar. Jarum infus di tangannya baru saja dilepas. Wajah wanita itu masih terlihat pucat. "Sebentar!" Jawaban singkat dan tanpa menoleh dari Arnold lagi-lagi membuat Ida harus menarik napas panjang, guna menghalau rasa nyeri yang terus menderanya. Sejak kepergian Elena tadi, Ida melihat Arnold bolak balik mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. Ia menduga. Arnold mencoba menghubungi Elena tapi wanita itu tidak mengangkatnya. Ida hanya diam menunggu Arnold yang masih mondar-mandir di depannya. Tiur yang berjanji akan datang lagi ternyata tidak jadi kembali. "Ya sudah, ayo kita pulang. Kamu bisa jalan, kan?" Arnold hanya memandangi Ida yang sedang berusaha turun dari brankar dengan tubuh yang lemah. "Permisi, Bu Ida pakai kursi roda ini saja. Tubuhnya masih sangat lemah." Seorang petugas UGD menyodorkan sebuah kursi roda. Ida yang sudah berdiri di tepi brankar perlahan duduk di kursi roda itu. Lalu petugas itu mendorong kurs

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 249

    "Ya, Sekali lagi selamat atas kehamilan istri Bapak. Sore ini pasien boleh pulang setelah hasil observasi bagus." Arnold hanya mengangguk mendengar penjelasan dokter. Ia masih terdiam hingga dokter yang memeriksa Ida kembali ke ruangannya. Apa yang barusan ia dengar sungguh diluar dugaannya. "B-baang. Apa Abang tidak suka aku hamil?" tanya Ida dengan suara parau. Dadanya sesak karena tidak menemukan sedikitpun kebahagian di wajah Arnold setelah mendengar kehamilannya. Ia justru melihat Arnold bingung dan terkejut. Ida mencoba menekan rasa sedih dan kecewa yang ia rasakan. "Apa karena bukan Kak Elena yang hamil?" tanya Ida lagi. Kali ini ia berusaha lebih kuat untuk mendengar jawaban dari Arnold. "Sudahlah, jangan pikir macam-macam. Mamak dan bapak pasti senang. Aku ke depan dulu." Arnol pun meninggalkan Ida menuju ruang tunggu yang berada di depan UGD. "Hanya mamak dan bapak yang senang. Bang Arnold tidak." Ida menekan dadanya yang terasa penuh sesak. Berusaha agar air matanya tid

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status