Share

Bab 2

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2022-09-25 15:59:29

"Dek, ayo pulang!" Mas Agung menghampiriku di ruang reseptionis yang sudah sepi.

Dengan langkah gontai akupun mengikuti suamiku menuju mobilnya. Sekuat tenaga emosi ini kuredam. Biarlah nanti saatnya tiba akan kuhancurkan mereka.

Selama perjalanan pulang Mas Agung nampak bahagia. Ia senyum-senyum sendiri. Persis seperti orang sedang jatuh cinta. Tapi lebih mendekati seperti orang gila menurutku.

Sementara aku sedang berkirim pesan dengan Corri, asisten pribadiku yang pastinya tidak pernah di ketahui Mas Agung.

Corri mengurus semua bisnisku. Termasuk bisnis properti yang selama ini aku jalani    secara diam-diam. Teknologi dan alat komunikasi yang canggih sangat membantuku menjalankan bisnis ini dari rumah. Tentunya di saat Mas Agung ke kantor dan pekerjaan rumah terselesaikan.

Mobil memasuki halaman. Kamipun sampai di depan rumah ibu mertua. Ya, sejak menikah kami memang menumpang dengan mertua. Mas Agung selalu beralasan tabungannya belum cukup setiap aku memintanya untuk membeli rumah.

"Sera, kamu dari mana saja? Ibu cari-cari kamu dari tadi. Ini Giska juga nanyain kamu terus." Ibu sudah berdiri di pintu saat kami tiba.

"Maafin Sera Bu, tadi Mas Agung mendadak ngajakin ke kantor. Sera tadi mau pamit, tapi ibu lagi tidur."

"Halah alasan aja kamu. Tuh rumah berantakan belum ada yang beresin."

"Iya, Bu."

Aku mulai merapikan rumah. Mulai dari dapur yang berantakan. Heran, tadi sebelum aku pergi semua masih rapi dan bersih. Kenapa banyak sekali piring dan gelas yang kotor menumpuk. Di rumah ini hanya ada aku, Mas Agung, Ibu dan Giska.

"Bu, apa tadi ada tamu? Kenapa  banyak  sekali  piring dan gelas yang kotor?" tanyaku.

"Tadi Lastri ke sini sama anak-anaknya. Lastri kan sekarang kerja. Jadi dia nggak sempat masak. Tadi dia makan di sini"

Apaa? Jangan-jangan masakanku di meja sudah habis. Segera ke ruang makan dan membuka tutup saji. Lemas rasanya. melihat masakanku sudah tak bersisa. Padahal aku dan Mas Agung belum makan sama sekali.

"Bu, Mbak Lastri itu kalau nggak sempat masak kenapa nggak beli aja sih? Kok malah ngabisin makanan di sini. Mana nggak mau nyuci piring lagi sehabis makan," kataku kesal.

"Kamu itu kok perhitungan sekali. Ingat Sera!  kamu itu cuma menantu yang numpang di sini. Agung aja yang nyari duit nggak masalah," sahut ibu dengan suara yang meninggi seperti biasanya, setiap bicara denganku.

"Iya, Dek. Nggak apa-apalah sekali-sekali mbak Lastri makan di sini," sela Mas Agung.

Percuma rasanya berdebat dengan mereka. Semoga Mbak Lastri kakak tertua Mas Agung itu besok tidak makan di sini lagi. Dia memang tinggal hanya beberapa meter dari rumah ibu.

"Sera, sekarang kamu masak. Ibu lapar."

"Aku capek Bu. Ini rumah juga masih berantakan. Kita pesan makanan online aja ya."

"Jangan boros-boros, Dek. Kamu masak aja sana," seru Mas Agung dari dalam kamar.

Huh! aku membuang nafas kasar.

Baiklah, Mas. Sekarang aku masih mau di suruh-suruh oleh keluarga yang nggak punya hati ini. Akan tetapi nanti, suatu saat mereka akan kejang-kejang jika tahu siapa aku.

Malam telah larut. Lelahpun menyapa. Seperti biasa aku menemani Giska tidur di kamarnya. Sambil membaca email dari Dido dan Corri. Berlanjut mengecek saldo rekeningku. Tersenyum puas melihat angka yang fantastis hasil keuntungan penjualan beberapa  apartement minggu ini.

Malam ini aku memutuskan untuk tidur di kamar Giska. Biarlah Mas Agung tidur  sendiri malam ini. Sejujurnya aku masih sangat kecewa atas kelakuannya di kantor tadi sore.

Hmm ... Yuyun, bersiaplah menerima pembalasanku wahai pelakor.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (32)
goodnovel comment avatar
Martha Adiwinata
iya makin seru ingin membaca sampai akhir......️
goodnovel comment avatar
EDIT CHANNEL
Makin seru, ngk sabar mau lihat ke lanjutan ya
goodnovel comment avatar
Yuni
tunggu aja gimana kalo hati istri telah tersakiti
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 254

    Wajah Arnold dan Elena menegang melihat sang dokter berdiri di ambang pintu. "Bagaimana, Dok?" Elena pun tak sabar mendengar kondisi Ida dan bayinya. "Selamat, Pak. Anak Bapak perempuan dan sehat," ujar dokter wanita itu hingga Arnold dan Elena bernapas lega untuk sesaat. Namun wajah sepasang suami istri itu masih cemas karena belum mendengar bagaimana kondisi Ida. "Bagaimana kondisi ibunya, Dok?" tanya Arnold gemetar. "Bapak suaminya?" Sang dokter memandang intens pada Arnold. "Iy-iyyaa, Dok." Arnold tergagap merasa bersalah karena tidak pernah menemani Ida periksa ke rumah sakit. "Pak, kondisi Bu Ida saat ini ... kritis. Pendarahannya masih berusaha kita hentikan. Mohon bantu doa!" Arnold terhenyak setelah mendengar ucapan dokter. Ia tidak bisa bicara apapun hingga dokter itu berbalik meninggalkan dia dan Elena di ruang tunggu. "Ya Tuhan, suami macam apa aku ini. Elena ... Elena ... Ida kritis. Aku harus bagaimana?" Arnold mengguncang-guncangkan tubuh Elena. Ia tampak frus

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab. 253

    "Ida, kamu baik-baik saja, kan? Apa Arnold mengurusmu dengan baik?" Tanya Elena panik ketika Ida menghubunginya. Suara Ida terdengar serak dan parau hingga Elena merasa khawatir. "Kak, kapan kak Elena kembali ke Indonesia? Aku ingin Kak Elena ada di sini saat aku melahirkan." "Loh, memangnya Arnold kemana? Apa dia masih nggak peduli sama kamu?" Elena makin cemas. Selama ini ia memang jarang sekali menerima panggilan dari Arnold, kecuali ada masalah kantor yang harus mereka bicarakan. "Bang Arnold ... katanya sangat sibuk dengan pekerjaannya, Kak." Elena menghela napas kasar. Dari suara Ida yang ia dengar, ia mendugaa adik madunya itu sedang dalam masalah. Tapi sepertinya wanita yang sedang hamil tua itu masih menutupinya. "Baiklah, Ida. Aku akan selesaikan pekerjaanku di sini. Aku usahakan secepatnya kembali sebelum kamu melahirkan. Kamu dan bayimu harus sehat, oke?" "Terima kasih, Kak. Terima kasih!" Setelah menutup panggilan dari Ida, Elena mengirim pesan pada Arnold agar su

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 252

    Serani kembali memekik saat tiba-tiba saja tubuhnya telah melayang karana diangkat oleh Pras. Kedua tangan kokoh suaminya itu menggendongnya ala bridal menuju sebuah ranjang berukuran sangat luas. Ranjang cantik itu dikelilingi kelambu tipis namun indah, serta taburan kelopak bunga mawar yang mengeluarkan aroma harum semerbak pada kamar itu. "Dokter bilang, kita sudah boleh ..., ehm jadi ... boleh, kan?" Pras membaringkan tubuh Serani perlahan di atas pembaringan yang begitu mewah dan nyaman. Sera tersenyum dengan wajah bersemu kemerahan saat pras sudah berada di atasnya. Wajah pria itu begitu dekat dengannya. "Aku juga rindu, Pras!" Wanita cantik itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Pras, hingga pria itu tak lagi bisa menunggu. Ia pun mulai memberikan kecupan demi kecupan pada wajah Serani. Hingga kecupan itu berlanjut menjadi lumatan dan sesapan pada bibir Sera yang telah membuatnya candu. Entah siapa yang memulainya lebih dulu, beberapa menit kemudian keduanya telah mele

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 251

    "Sayang, sudah bangun?" Pras membelai wajah Sera. Istrinya itu mengerjap karena baru saja terjaga dari tidurnya. Sera memiringkan tubuhnya menghadap pada Pras. "Sudah pukul berapa, Pras?" "Pukul enam pagi. Kita jadi ke kantor, kan hari ini? Sera pun bangkit. "Tentu, Pras. Kamu juga mulai ke kantor, kan?" "Ya, Sayang. Oh ya, bagaiman stok ASI baby Raja? Apa sudah cukup?" "Lebih dari cukup," sahut Sera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Diam-diam Pras menyusul Sera ke kamar mandi yang ternyata memang tidak dikunci. Sera sepertinya lupa, karena sejak setelah melahirkan Raja, Sera selalu tak lupa mengunci pintu. "Praaass ...!" Sera memekik melihat Pras sudah berdiri di belakangnya, sementara ia baru saja melepaskan seluruh pakaiannya. Jantung Pras berdebar melihat tubuh polos istrinya yang hampir dua bulan tidak ia sentuh. Pagi ini Pras memberanikan diri mendekati Sera setelah sore kemarin dokter mengatakan bahwa Sera telah pulih. Istrinya itu juga telah melewati mas

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 250

    "Abang, kita pulang sekarang?" Ida duduk di atas brankar. Jarum infus di tangannya baru saja dilepas. Wajah wanita itu masih terlihat pucat. "Sebentar!" Jawaban singkat dan tanpa menoleh dari Arnold lagi-lagi membuat Ida harus menarik napas panjang, guna menghalau rasa nyeri yang terus menderanya. Sejak kepergian Elena tadi, Ida melihat Arnold bolak balik mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. Ia menduga. Arnold mencoba menghubungi Elena tapi wanita itu tidak mengangkatnya. Ida hanya diam menunggu Arnold yang masih mondar-mandir di depannya. Tiur yang berjanji akan datang lagi ternyata tidak jadi kembali. "Ya sudah, ayo kita pulang. Kamu bisa jalan, kan?" Arnold hanya memandangi Ida yang sedang berusaha turun dari brankar dengan tubuh yang lemah. "Permisi, Bu Ida pakai kursi roda ini saja. Tubuhnya masih sangat lemah." Seorang petugas UGD menyodorkan sebuah kursi roda. Ida yang sudah berdiri di tepi brankar perlahan duduk di kursi roda itu. Lalu petugas itu mendorong kurs

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 249

    "Ya, Sekali lagi selamat atas kehamilan istri Bapak. Sore ini pasien boleh pulang setelah hasil observasi bagus." Arnold hanya mengangguk mendengar penjelasan dokter. Ia masih terdiam hingga dokter yang memeriksa Ida kembali ke ruangannya. Apa yang barusan ia dengar sungguh diluar dugaannya. "B-baang. Apa Abang tidak suka aku hamil?" tanya Ida dengan suara parau. Dadanya sesak karena tidak menemukan sedikitpun kebahagian di wajah Arnold setelah mendengar kehamilannya. Ia justru melihat Arnold bingung dan terkejut. Ida mencoba menekan rasa sedih dan kecewa yang ia rasakan. "Apa karena bukan Kak Elena yang hamil?" tanya Ida lagi. Kali ini ia berusaha lebih kuat untuk mendengar jawaban dari Arnold. "Sudahlah, jangan pikir macam-macam. Mamak dan bapak pasti senang. Aku ke depan dulu." Arnol pun meninggalkan Ida menuju ruang tunggu yang berada di depan UGD. "Hanya mamak dan bapak yang senang. Bang Arnold tidak." Ida menekan dadanya yang terasa penuh sesak. Berusaha agar air matanya tid

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status