Share

Bab 2

"Dek, ayo pulang!" Mas Agung menghampiriku di ruang reseptionis yang sudah sepi.

Dengan langkah gontai akupun mengikuti suamiku menuju mobilnya. Sekuat tenaga emosi ini kuredam. Biarlah nanti saatnya tiba akan kuhancurkan mereka.

Selama perjalanan pulang Mas Agung nampak bahagia. Ia senyum-senyum sendiri. Persis seperti orang sedang jatuh cinta. Tapi lebih mendekati seperti orang gila menurutku.

Sementara aku sedang berkirim pesan dengan Corri, asisten pribadiku yang pastinya tidak pernah di ketahui Mas Agung.

Corri mengurus semua bisnisku. Termasuk bisnis properti yang selama ini aku jalani    secara diam-diam. Teknologi dan alat komunikasi yang canggih sangat membantuku menjalankan bisnis ini dari rumah. Tentunya di saat Mas Agung ke kantor dan pekerjaan rumah terselesaikan.

Mobil memasuki halaman. Kamipun sampai di depan rumah ibu mertua. Ya, sejak menikah kami memang menumpang dengan mertua. Mas Agung selalu beralasan tabungannya belum cukup setiap aku memintanya untuk membeli rumah.

"Sera, kamu dari mana saja? Ibu cari-cari kamu dari tadi. Ini Giska juga nanyain kamu terus." Ibu sudah berdiri di pintu saat kami tiba.

"Maafin Sera Bu, tadi Mas Agung mendadak ngajakin ke kantor. Sera tadi mau pamit, tapi ibu lagi tidur."

"Halah alasan aja kamu. Tuh rumah berantakan belum ada yang beresin."

"Iya, Bu."

Aku mulai merapikan rumah. Mulai dari dapur yang berantakan. Heran, tadi sebelum aku pergi semua masih rapi dan bersih. Kenapa banyak sekali piring dan gelas yang kotor menumpuk. Di rumah ini hanya ada aku, Mas Agung, Ibu dan Giska.

"Bu, apa tadi ada tamu? Kenapa  banyak  sekali  piring dan gelas yang kotor?" tanyaku.

"Tadi Lastri ke sini sama anak-anaknya. Lastri kan sekarang kerja. Jadi dia nggak sempat masak. Tadi dia makan di sini"

Apaa? Jangan-jangan masakanku di meja sudah habis. Segera ke ruang makan dan membuka tutup saji. Lemas rasanya. melihat masakanku sudah tak bersisa. Padahal aku dan Mas Agung belum makan sama sekali.

"Bu, Mbak Lastri itu kalau nggak sempat masak kenapa nggak beli aja sih? Kok malah ngabisin makanan di sini. Mana nggak mau nyuci piring lagi sehabis makan," kataku kesal.

"Kamu itu kok perhitungan sekali. Ingat Sera!  kamu itu cuma menantu yang numpang di sini. Agung aja yang nyari duit nggak masalah," sahut ibu dengan suara yang meninggi seperti biasanya, setiap bicara denganku.

"Iya, Dek. Nggak apa-apalah sekali-sekali mbak Lastri makan di sini," sela Mas Agung.

Percuma rasanya berdebat dengan mereka. Semoga Mbak Lastri kakak tertua Mas Agung itu besok tidak makan di sini lagi. Dia memang tinggal hanya beberapa meter dari rumah ibu.

"Sera, sekarang kamu masak. Ibu lapar."

"Aku capek Bu. Ini rumah juga masih berantakan. Kita pesan makanan online aja ya."

"Jangan boros-boros, Dek. Kamu masak aja sana," seru Mas Agung dari dalam kamar.

Huh! aku membuang nafas kasar.

Baiklah, Mas. Sekarang aku masih mau di suruh-suruh oleh keluarga yang nggak punya hati ini. Akan tetapi nanti, suatu saat mereka akan kejang-kejang jika tahu siapa aku.

Malam telah larut. Lelahpun menyapa. Seperti biasa aku menemani Giska tidur di kamarnya. Sambil membaca email dari Dido dan Corri. Berlanjut mengecek saldo rekeningku. Tersenyum puas melihat angka yang fantastis hasil keuntungan penjualan beberapa  apartement minggu ini.

Malam ini aku memutuskan untuk tidur di kamar Giska. Biarlah Mas Agung tidur  sendiri malam ini. Sejujurnya aku masih sangat kecewa atas kelakuannya di kantor tadi sore.

Hmm ... Yuyun, bersiaplah menerima pembalasanku wahai pelakor.

Komen (28)
goodnovel comment avatar
jess
Berahasia dengan suami, berarti memang dr awal gak percaya . Kenapa menikah ?
goodnovel comment avatar
Mahmud Renuat
kerenbnnnn
goodnovel comment avatar
Cyreunn Hong
mau saja d bodohkn
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status