Share

Bab 3

Hari ini aku sengaja masak pagi-pagi sekali. Rencananya sepulang mengantar Giska ke sekolah, aku akan rapat dengan Om Beni dan beberapa pemegang saham perusahaan.

Om beni mengadakan rapat di salah satu kantor cabang. Bersyukur nanti aku tidak bertemu dengan Mas Agung atau pun dengan si Yuyun yang berada di kantor pusat.

"Assalamualaikum." Terdengar ucapan salam dari luar. Siapa yang pagi-pagi sudah bertamu?

Suaranya seperti tidak asing ditelingaku.

Lalu terdengar riuh suara anak-anak di ruang tamu.

Dengan rasa penasaran, aku melangkah ke depan melihat siapa yang datang.

Mataku membelalak melihat Mbak Lastri dan Mas Joko-suami Mbak Lastri, serta ketiga anaknya yang langsung duduk di meja makan. Tanpa rasa malu mereka ikut sarapan bersama Mas Agung ,Ibu dan Giska.

Apa-Apaan ini! Semakin lama mereka makin seenaknya.

Untunglah aku sudah sarapan duluan di belakang.  Aku melongo melihat tamu-tamu tak diundang itu makan tanpa perasaan.

Masakan yang aku masak pagi-pagi tadi habis tak bersisa.

Aku yakin, setelah ini Mbak lastri tidak akan mau membereskan piring bekas makan anak-anaknya.

"Giska, ayo berangkat. Nanti kesiangan," ajakku pada Giska yang sudah selesai sarapan.

"Giska biar diantar sama Agung. Kamu di rumah saja beres-beres, Sera!" perintah ibu.

"Maaf, Bu. Sera ada rapat di sekolah Giska. Mungkin Mbak Lastri bisa bantu merapikan meja dulu sebelum berangkat kerja," Aku melirik pada Mbak Lastri yang langsung melotot padaku.

"Enak aja kamu. Kamu nggak lihat?  aku sudah rapi dan cantik kayak gini masa di suruh cuci piring. Nanti kalau baju aku kotor bagaimana?" jawabnya dengan suara meninggi.

Sombong sekali kakak iparku ini. Entah apa pekerjaan barunya, sampai begitu tebal riasan wajahnya.

Aku membuang nafas kasar. Sudah kuduga dia tak akan mau membantu merapikan piring-piring kotor itu. Kakak iparku itu hanya tau makan saja. Sedangkan untuk masak dan beres-beres, dia tak pernah mau turun tangan.

"Ya sudah. Nanti biar Sera yang beresin pulang dari sekolah Giska. Aku pergi dulu, Mas, Bu ."

Aku pamit menyalami Ibu dan Mas Agung yang masih saja duduk santai. Padahal Ia harus sudah sampai kantor sebelum jam delapan. Tapi ini sudah pukul setengah tujuh dia belum mandi. Hampir setiap hari seperti itu. Sungguh kinerja yang buruk. Bagaimana perusahaan mau berkembang jika karyawannya seperti ini. Seharusnya sejak awal Mas Agung sudah mendapat peringatan dari Om Beni. Namun entah mengapa Om Beni tidak menghraukannya.

Aku tiba di sekolah Giska. Setelah mengantarnya ke kelas, aku memastikan pada wali kelasnya bawah mulai hari ini Giska akan ikut mobil antar jemput sekolah. Tak lupa juga aku memesan katering sehat untuk makan siangnya tiap hari di sekolah nanti.

Aku tidak ingin Giska terlantar karena kasibukanku yang makin bertambah.

Setelah urusan Giska di sekolah selesai, Aku segera meluncur ke kantor cabang dengan menggunakan taksi online.

Beruntung letak kantor cabang yang aku tuju tidak begitu jauh.

Sepuluh menit kemudian aku tiba di sana. Dido sudah mempersiapkan semuanya. Para pemegang saham pun sudah menungguku di ruang meeting.

Om Beni menyambutku saat aku masuk di ruang yang cukup luas dengan meja panjang ditengah-tengah ruangan. Para peserta rapat yang mengelilingi meja sontak berdiri ikut menyambutku.

"Selamat datang CEO baru kita , Ibu Sera."

Aku mengangguk hormat dan menyalami mereka satu-persatu. Kemudian memperkenalkan diri.

"Selamat pagi. Saya Serani Gunawan, sebagai CEO baru di perusahaan yang didirikan almarhum Bapak saya , Bapak Heri Gunawan. Semoga nantinya kita semua bisa bekerjasama dengan baik."

Untungnya mereka sangat ramah. Aku yang baru pertama kali masuk ke dunia kerja awalnya tentu sangat gugup. Namun mereka sangat menghargai aku.

Sangat banyak yang harus aku pelajari tentang perusahaan. Mungkin nanti aku akan belajar banyak dengan Dido.

Meeting berjalan lancar. Om beni memintaku untuk mulai aktif di kantor pusat mulai bulan depan.

Berarti mulai bulan depan aku akan  sekantor dengan Mas Agung. Dan tiap hari akan melihat si Yuyun itu. Jika memang Mas Agung benar-benar menghianatiku, aku akan membuktikannya. Dan jika itu terbukti. Aku akan bertindak.

Diam-diam aku menyusun rencana untuk memberi kejutan untuk mereka.

Siang menjelang sore aku sudah sampai di rumah. Benar saja, setibanya di rumah, aku mendapatkan pemandangan luar biasa. Rumah seperti kapal pecah. Anak-anak Mbak Lastri berlari kesana-kemari.

Aku ternganga melihat dapur dengan piring dan gelas yang hampir habis karena kotor semua. Sampah berada di mana-mana. Sepertinya mereka tadi memasak mie instan. Karena makanan untuk siang yang aku masak tadi pagi sudah ludes.

Aku menghampiri Giska yang sedang belajar di kamarnya.

"Giska sudah makan?"

"Sudah Bunda. Tadi makan katering di sekolah." jawabnya.

"Bagaimana? Menu kateringnya Giska suka?"

Giska mengangguk.

"Alhamdulilah. Kalau begitu Giska bantu Bunda beres-beres rumah, yuk." ajakku.

"Oke, Bun"

Giska memang aku ajari mandiri sejak dini. Aku tidak mau anakku seperti anak-anak Mbak Lastri yang bisanya membuat rumah selalu berantakan tanpa di ajari untuk bertanggung jawab  membereskannya kembali. Padahal usia mereka lebih besar dari pada Giska.

Aku segera memulai merapikan rumah. Sebelum Ibu mertua terbangun dari tidur

Komen (27)
goodnovel comment avatar
Muliayawan Andi
kurang hot
goodnovel comment avatar
Nazrien Aerry
menarik& tertarik
goodnovel comment avatar
Fizie Jannah
bagus ceritanya. keren baget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status