Share

Bab 3

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-25 16:04:36

Hari ini aku sengaja masak pagi-pagi sekali. Rencananya sepulang mengantar Giska ke sekolah, aku akan rapat dengan Om Beni dan beberapa pemegang saham perusahaan.

Om beni mengadakan rapat di salah satu kantor cabang. Bersyukur nanti aku tidak bertemu dengan Mas Agung atau pun dengan si Yuyun yang berada di kantor pusat.

"Assalamualaikum." Terdengar ucapan salam dari luar. Siapa yang pagi-pagi sudah bertamu?

Suaranya seperti tidak asing ditelingaku.

Lalu terdengar riuh suara anak-anak di ruang tamu.

Dengan rasa penasaran, aku melangkah ke depan melihat siapa yang datang.

Mataku membelalak melihat Mbak Lastri dan Mas Joko-suami Mbak Lastri, serta ketiga anaknya yang langsung duduk di meja makan. Tanpa rasa malu mereka ikut sarapan bersama Mas Agung ,Ibu dan Giska.

Apa-Apaan ini! Semakin lama mereka makin seenaknya.

Untunglah aku sudah sarapan duluan di belakang.  Aku melongo melihat tamu-tamu tak diundang itu makan tanpa perasaan.

Masakan yang aku masak pagi-pagi tadi habis tak bersisa.

Aku yakin, setelah ini Mbak lastri tidak akan mau membereskan piring bekas makan anak-anaknya.

"Giska, ayo berangkat. Nanti kesiangan," ajakku pada Giska yang sudah selesai sarapan.

"Giska biar diantar sama Agung. Kamu di rumah saja beres-beres, Sera!" perintah ibu.

"Maaf, Bu. Sera ada rapat di sekolah Giska. Mungkin Mbak Lastri bisa bantu merapikan meja dulu sebelum berangkat kerja," Aku melirik pada Mbak Lastri yang langsung melotot padaku.

"Enak aja kamu. Kamu nggak lihat?  aku sudah rapi dan cantik kayak gini masa di suruh cuci piring. Nanti kalau baju aku kotor bagaimana?" jawabnya dengan suara meninggi.

Sombong sekali kakak iparku ini. Entah apa pekerjaan barunya, sampai begitu tebal riasan wajahnya.

Aku membuang nafas kasar. Sudah kuduga dia tak akan mau membantu merapikan piring-piring kotor itu. Kakak iparku itu hanya tau makan saja. Sedangkan untuk masak dan beres-beres, dia tak pernah mau turun tangan.

"Ya sudah. Nanti biar Sera yang beresin pulang dari sekolah Giska. Aku pergi dulu, Mas, Bu ."

Aku pamit menyalami Ibu dan Mas Agung yang masih saja duduk santai. Padahal Ia harus sudah sampai kantor sebelum jam delapan. Tapi ini sudah pukul setengah tujuh dia belum mandi. Hampir setiap hari seperti itu. Sungguh kinerja yang buruk. Bagaimana perusahaan mau berkembang jika karyawannya seperti ini. Seharusnya sejak awal Mas Agung sudah mendapat peringatan dari Om Beni. Namun entah mengapa Om Beni tidak menghraukannya.

Aku tiba di sekolah Giska. Setelah mengantarnya ke kelas, aku memastikan pada wali kelasnya bawah mulai hari ini Giska akan ikut mobil antar jemput sekolah. Tak lupa juga aku memesan katering sehat untuk makan siangnya tiap hari di sekolah nanti.

Aku tidak ingin Giska terlantar karena kasibukanku yang makin bertambah.

Setelah urusan Giska di sekolah selesai, Aku segera meluncur ke kantor cabang dengan menggunakan taksi online.

Beruntung letak kantor cabang yang aku tuju tidak begitu jauh.

Sepuluh menit kemudian aku tiba di sana. Dido sudah mempersiapkan semuanya. Para pemegang saham pun sudah menungguku di ruang meeting.

Om Beni menyambutku saat aku masuk di ruang yang cukup luas dengan meja panjang ditengah-tengah ruangan. Para peserta rapat yang mengelilingi meja sontak berdiri ikut menyambutku.

"Selamat datang CEO baru kita , Ibu Sera."

Aku mengangguk hormat dan menyalami mereka satu-persatu. Kemudian memperkenalkan diri.

"Selamat pagi. Saya Serani Gunawan, sebagai CEO baru di perusahaan yang didirikan almarhum Bapak saya , Bapak Heri Gunawan. Semoga nantinya kita semua bisa bekerjasama dengan baik."

Untungnya mereka sangat ramah. Aku yang baru pertama kali masuk ke dunia kerja awalnya tentu sangat gugup. Namun mereka sangat menghargai aku.

Sangat banyak yang harus aku pelajari tentang perusahaan. Mungkin nanti aku akan belajar banyak dengan Dido.

Meeting berjalan lancar. Om beni memintaku untuk mulai aktif di kantor pusat mulai bulan depan.

Berarti mulai bulan depan aku akan  sekantor dengan Mas Agung. Dan tiap hari akan melihat si Yuyun itu. Jika memang Mas Agung benar-benar menghianatiku, aku akan membuktikannya. Dan jika itu terbukti. Aku akan bertindak.

Diam-diam aku menyusun rencana untuk memberi kejutan untuk mereka.

Siang menjelang sore aku sudah sampai di rumah. Benar saja, setibanya di rumah, aku mendapatkan pemandangan luar biasa. Rumah seperti kapal pecah. Anak-anak Mbak Lastri berlari kesana-kemari.

Aku ternganga melihat dapur dengan piring dan gelas yang hampir habis karena kotor semua. Sampah berada di mana-mana. Sepertinya mereka tadi memasak mie instan. Karena makanan untuk siang yang aku masak tadi pagi sudah ludes.

Aku menghampiri Giska yang sedang belajar di kamarnya.

"Giska sudah makan?"

"Sudah Bunda. Tadi makan katering di sekolah." jawabnya.

"Bagaimana? Menu kateringnya Giska suka?"

Giska mengangguk.

"Alhamdulilah. Kalau begitu Giska bantu Bunda beres-beres rumah, yuk." ajakku.

"Oke, Bun"

Giska memang aku ajari mandiri sejak dini. Aku tidak mau anakku seperti anak-anak Mbak Lastri yang bisanya membuat rumah selalu berantakan tanpa di ajari untuk bertanggung jawab  membereskannya kembali. Padahal usia mereka lebih besar dari pada Giska.

Aku segera memulai merapikan rumah. Sebelum Ibu mertua terbangun dari tidur

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (32)
goodnovel comment avatar
Sumi Arsih
lanjutkan thor......., saya suka sekali membaca novel ini, terutama tulisanya besar²........, untuk alur ceritanya masih mengikuti dulu karna baru bab 3.
goodnovel comment avatar
Nurhayati Thea
penasaran, lanjut thor
goodnovel comment avatar
Yustien Ekowati
menarik sekali ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 254

    Wajah Arnold dan Elena menegang melihat sang dokter berdiri di ambang pintu. "Bagaimana, Dok?" Elena pun tak sabar mendengar kondisi Ida dan bayinya. "Selamat, Pak. Anak Bapak perempuan dan sehat," ujar dokter wanita itu hingga Arnold dan Elena bernapas lega untuk sesaat. Namun wajah sepasang suami istri itu masih cemas karena belum mendengar bagaimana kondisi Ida. "Bagaimana kondisi ibunya, Dok?" tanya Arnold gemetar. "Bapak suaminya?" Sang dokter memandang intens pada Arnold. "Iy-iyyaa, Dok." Arnold tergagap merasa bersalah karena tidak pernah menemani Ida periksa ke rumah sakit. "Pak, kondisi Bu Ida saat ini ... kritis. Pendarahannya masih berusaha kita hentikan. Mohon bantu doa!" Arnold terhenyak setelah mendengar ucapan dokter. Ia tidak bisa bicara apapun hingga dokter itu berbalik meninggalkan dia dan Elena di ruang tunggu. "Ya Tuhan, suami macam apa aku ini. Elena ... Elena ... Ida kritis. Aku harus bagaimana?" Arnold mengguncang-guncangkan tubuh Elena. Ia tampak frus

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab. 253

    "Ida, kamu baik-baik saja, kan? Apa Arnold mengurusmu dengan baik?" Tanya Elena panik ketika Ida menghubunginya. Suara Ida terdengar serak dan parau hingga Elena merasa khawatir. "Kak, kapan kak Elena kembali ke Indonesia? Aku ingin Kak Elena ada di sini saat aku melahirkan." "Loh, memangnya Arnold kemana? Apa dia masih nggak peduli sama kamu?" Elena makin cemas. Selama ini ia memang jarang sekali menerima panggilan dari Arnold, kecuali ada masalah kantor yang harus mereka bicarakan. "Bang Arnold ... katanya sangat sibuk dengan pekerjaannya, Kak." Elena menghela napas kasar. Dari suara Ida yang ia dengar, ia mendugaa adik madunya itu sedang dalam masalah. Tapi sepertinya wanita yang sedang hamil tua itu masih menutupinya. "Baiklah, Ida. Aku akan selesaikan pekerjaanku di sini. Aku usahakan secepatnya kembali sebelum kamu melahirkan. Kamu dan bayimu harus sehat, oke?" "Terima kasih, Kak. Terima kasih!" Setelah menutup panggilan dari Ida, Elena mengirim pesan pada Arnold agar su

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 252

    Serani kembali memekik saat tiba-tiba saja tubuhnya telah melayang karana diangkat oleh Pras. Kedua tangan kokoh suaminya itu menggendongnya ala bridal menuju sebuah ranjang berukuran sangat luas. Ranjang cantik itu dikelilingi kelambu tipis namun indah, serta taburan kelopak bunga mawar yang mengeluarkan aroma harum semerbak pada kamar itu. "Dokter bilang, kita sudah boleh ..., ehm jadi ... boleh, kan?" Pras membaringkan tubuh Serani perlahan di atas pembaringan yang begitu mewah dan nyaman. Sera tersenyum dengan wajah bersemu kemerahan saat pras sudah berada di atasnya. Wajah pria itu begitu dekat dengannya. "Aku juga rindu, Pras!" Wanita cantik itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Pras, hingga pria itu tak lagi bisa menunggu. Ia pun mulai memberikan kecupan demi kecupan pada wajah Serani. Hingga kecupan itu berlanjut menjadi lumatan dan sesapan pada bibir Sera yang telah membuatnya candu. Entah siapa yang memulainya lebih dulu, beberapa menit kemudian keduanya telah mele

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 251

    "Sayang, sudah bangun?" Pras membelai wajah Sera. Istrinya itu mengerjap karena baru saja terjaga dari tidurnya. Sera memiringkan tubuhnya menghadap pada Pras. "Sudah pukul berapa, Pras?" "Pukul enam pagi. Kita jadi ke kantor, kan hari ini? Sera pun bangkit. "Tentu, Pras. Kamu juga mulai ke kantor, kan?" "Ya, Sayang. Oh ya, bagaiman stok ASI baby Raja? Apa sudah cukup?" "Lebih dari cukup," sahut Sera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Diam-diam Pras menyusul Sera ke kamar mandi yang ternyata memang tidak dikunci. Sera sepertinya lupa, karena sejak setelah melahirkan Raja, Sera selalu tak lupa mengunci pintu. "Praaass ...!" Sera memekik melihat Pras sudah berdiri di belakangnya, sementara ia baru saja melepaskan seluruh pakaiannya. Jantung Pras berdebar melihat tubuh polos istrinya yang hampir dua bulan tidak ia sentuh. Pagi ini Pras memberanikan diri mendekati Sera setelah sore kemarin dokter mengatakan bahwa Sera telah pulih. Istrinya itu juga telah melewati mas

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 250

    "Abang, kita pulang sekarang?" Ida duduk di atas brankar. Jarum infus di tangannya baru saja dilepas. Wajah wanita itu masih terlihat pucat. "Sebentar!" Jawaban singkat dan tanpa menoleh dari Arnold lagi-lagi membuat Ida harus menarik napas panjang, guna menghalau rasa nyeri yang terus menderanya. Sejak kepergian Elena tadi, Ida melihat Arnold bolak balik mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. Ia menduga. Arnold mencoba menghubungi Elena tapi wanita itu tidak mengangkatnya. Ida hanya diam menunggu Arnold yang masih mondar-mandir di depannya. Tiur yang berjanji akan datang lagi ternyata tidak jadi kembali. "Ya sudah, ayo kita pulang. Kamu bisa jalan, kan?" Arnold hanya memandangi Ida yang sedang berusaha turun dari brankar dengan tubuh yang lemah. "Permisi, Bu Ida pakai kursi roda ini saja. Tubuhnya masih sangat lemah." Seorang petugas UGD menyodorkan sebuah kursi roda. Ida yang sudah berdiri di tepi brankar perlahan duduk di kursi roda itu. Lalu petugas itu mendorong kurs

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 249

    "Ya, Sekali lagi selamat atas kehamilan istri Bapak. Sore ini pasien boleh pulang setelah hasil observasi bagus." Arnold hanya mengangguk mendengar penjelasan dokter. Ia masih terdiam hingga dokter yang memeriksa Ida kembali ke ruangannya. Apa yang barusan ia dengar sungguh diluar dugaannya. "B-baang. Apa Abang tidak suka aku hamil?" tanya Ida dengan suara parau. Dadanya sesak karena tidak menemukan sedikitpun kebahagian di wajah Arnold setelah mendengar kehamilannya. Ia justru melihat Arnold bingung dan terkejut. Ida mencoba menekan rasa sedih dan kecewa yang ia rasakan. "Apa karena bukan Kak Elena yang hamil?" tanya Ida lagi. Kali ini ia berusaha lebih kuat untuk mendengar jawaban dari Arnold. "Sudahlah, jangan pikir macam-macam. Mamak dan bapak pasti senang. Aku ke depan dulu." Arnol pun meninggalkan Ida menuju ruang tunggu yang berada di depan UGD. "Hanya mamak dan bapak yang senang. Bang Arnold tidak." Ida menekan dadanya yang terasa penuh sesak. Berusaha agar air matanya tid

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status