Semenjak bu Niken mencoba memancing kecurigaan di antara rekan-rekan sanggarnya, hubungan antara bu Sinta, bu Aliyah, dan bu Tia sedikit berubah menjadi canggung, hal ini berarti umpan yang dilontarkan oleh bu Niken berhasil dimakan oleh ketiga orang tersebut.
Sejak kejadian itu pula, bu Aliyah semakin menjauhi suaminya meski di lain sisi beliau juga tidak pernah berhenti mengamati suaminya dari jauh. Segala gerak-gerik pak Rio selalu diperhatikan oleh bu Aliyah, selagi suaminya itu berada di rumah.
“Hari ini Ayah pulang jam berapa?” tanya bu Aliyah ketika sedang sarapan bersama keluarganya.
Pak Rio terlihat sedikit tidak yakin untuk menjawab. “Aku masih belum tahu, soalnya nanti ada rapat lanjutan sama klien baru,” ujar pak Rio sambil menggaruk ringan ujung hidungnya.
Bu Aliyah memperhatikan gelagat pak Rio tersebut. Lalu tidak lama kemudian, pak Rio mengalihkan perhatian istrinya dengan ber
Beberapa hari telah terlewati, dan masing-masing keluarga telah memiliki ceritanya sendiri. Jika bu Tia sudah tidak mencurigai suaminya sedikit pun, bu Aliyah justru semakin mencurigai suaminya setelah kejadian Dito meneleponnya itu. Apalagi, bu Aliyah juga melihat Hani memakai gelang yang bu Aliyah lihat ada di isi paket mencurigakan dulu, jadi mau tidak mau bu Aliyah semakin menaruh kecurigaan yang tingkat tinggi.Untuk bu Tia sendiri, beliau bisa tidak mencurigai lagi suaminya, karena beliau menanyakannya langsung ke suaminya tentang kejadian yang diceritakan bu Niken beberapa hari yang lalu itu.“Kamu nggak seperti itu, kan?” Tanya bu Tia setelah menceritakan hal itu secara rinci.“Maksudnya aku nggak selingkuh dengan temanmu sendiri gitu?” Pak Andrian balik bertanya, sembari mendekatkan tubuh istrinya ke pelukannya. Bu Tia dan pak Andrian sedang bersiap untuk tidur di kamarnya, sehingga merek
Bu Sinta pulang dari sanggar dengan perasaan yang campur aduk, beliau merasa bersalah karena telah meninggalkan Zahra sendirian di rumah, dan di lain sisi bu Sinta juga merasa menemukan kebahagiaan yang sudah lama beliau impikan dari Sanggar Seni Kenangan.Di sana, bu Sinta merasa seperti telah menemukan kembali jati dirinya yang sempat hilang semenjak beliau menikah. Sejak bu Sinta menikah dengan pak Helmi, bu Sinta tidak pernah sempat menemukan kebahagiaannya sendiri, karena beliau terlalu sibuk memberikan kebahagiaan untuk keluarga kecilnya itu.Bu Aliyah selalu berusaha dengan keras untuk memberikan kebahagiaan dan rasa puas terhadap keluarga kecilnya, sehingga beliau sudah lupa dengan apa yang bisa membuatnya merasa bahagia.“Lagi-lagi Bunda terlalu asik di sanggar sampai lupa sama anak.” Lontaran pedas itu datang dari pak Helmi ketika melihat bu Sinta masuk ke rumah.Bu Sinta semaki
Selang berjalannya waktu, hubungan antara bu Sinta dan pak Helmi semakin merenggang. Pak Helmi mulai jarang pulang ke rumah, dan bu Sinta pun hanya ke rumah ketika ingin bertemu dengan Zahra. Sejujurnya hal ini menyiksa batin bu Sinta, karena beliau harus berpisah dengan anak semata wayangnya yang sangat dicintainya melebihi siapapun, bahkan melebihi dirinya sendiri pun.“Bu, kemarin saya niatnya mau mampir ke rumah bu Sinta, soalnya mumpung lewat, tapi kata bibinya Zahra, ibu lagi ada perlu di luar selama beberapa hari ini,” bu Niken memberitahu tentang rencananya yang gagal karena beliau tidak bisa bertemu dengan bu Sinta di hari itu.Bu Sinta terlihat kikuk ketika mendengar ucapan bu Niken tersebut. “Memangnya kapan bu Niken ke rumah?” bu Sinta mencoba sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan sikap salah tingkahnya.“Kapan ya?” bu Niken mempertanyakan hal itu ke diri sendiri. “2
Bu Niken pulang ke rumah dengan tidak sabar, karena beliau ingin menceritakan tentang kejadian tadi kepada suaminya. Bu Niken merasa percaya diri karena menurut beliau hubungannya dengan pak Surya sudah membaik, dan sudah tidak aneh jika mereka berdua saling bertukar cerita semacam itu.Bu Niken bersenandung dengan riang, sambil menunggu kemacetan yang ada habisnya. Jika biasanya bu Niken uring-uringan pada saat terkena kemacetan panjang seperti ini, kali ini bu Niken menikmatinya dengan baik.Tiba-tiba ponsel milik bu Niken berbunyi, dan layar menunjukkan nomor yang tidak dikenal oleh bu Niken. Sebenarnya bu Niken sempat ragu untuk menjawab telepon tersebut, tapi karena takut telepon tersebut merupakan hal yang penting, jadi beliau mengangkatnya.“Halo?” bu Niken menjawabnya dengan penuh tanda tanya.Sempat terjadi kesunyian sejenak di seberang sana, namun samar-samar bu Niken bisa mende
Setelah kurun waktu 12 jam telah terlewati, akhirnya pak Surya sadar dan begitu beliau membuka kedua matanya, ada sosok bu Niken di depannya. Pak Surya segera meminta maaf kepada bu Niken, karena beliau melihat kedua mata istrinya itu berkaca-kaca.Setelah itu beliau menceritakan kronologi bagaimana beliau bisa sampai menjadi korban tabrak lari. Dan ternyata, pada saat itu pak Surya hendak menyeberang untuk bertemu dengan temannya yang sudah menunggu di kafe dekat kantornya. Namun, celakanya ketika pak Surya menyeberang, tiba-tiba ada sebuah motor yang dikendarai secara ugal-ugalan oleh seorang anak yang sepertinya masih berusia di bawah umur.“Terus bagaimana bisa Ayah luka sampai separah ini?” kedua mata bu Niken masih berkaca-kaca.“Pada saat aku hendak menghindar, sudah terlambat, dan kepalaku terbentur di aspal dengan cukup kencang, untungnya semua warga yang ada di sekitar situ langsung berusaha k
Setelah merasa semua barang sudah dibawa, bu Niken kembali ke mobilnya dan berangkat ke rumah sakit lagi untuk menemui dan menjaga suaminya. Di perjalanan, bu Niken melihat toko-toko yang ada di sekelilingnya, karena memang sekarang jalanan seperti biasa sedang macet-macetnya.Sambil menunggu jalanan kembali lancar, bu Niken bersenandung pelan. Bu Niken sudah agak tenang dibanding semalam, karena beliau merasa kondisi pak Surya sudah mendingan.Tadi pagi, bu Sinta sempat mengajak bertemu bu Niken, tentu saja bu Niken menolak ajakan tersebut dengan cara yang sopan. Bu Niken menolak ajakan bu Sinta, yang katanya juga akan bertemu dengan bu Tia untuk saling sharing.“Ini ada apaan sih di depan, lama banget,” keluh bu Niken, karena sudah lebih dari 30 menit mobil yang dikendarainya tidak bergerak sama sekali. Meskipun awalnya bu Niken terlihat tenang, tetapi lama-kelamaan bu Niken mulai mengkhawatirkan kondisi su
Sepulang dari rumah sakit untuk menjenguk suami bu Niken yaitu pak Surya, bu Tia langsung menuju rumahnya tanpa mampir ke suatu tempat lagi. Sejujurnya, bu Tia termakan omongan bu Niken, yang beliau tahu hanya diucapkan untuk memanas-manasi bu Tia. Bu Tia sempat berpikir, mengapa tiba-tiba bu Niken berusaha memanas-manasi dirinya, padahal menurut beliau, dirinya tidak melakukan sesuatu yang bisa menjadi alasan untuk bu Niken berlaku seperti itu.Bu Tia sampai di rumahnya, dan karena beliau melihat pak Andrian belum pulang, jadi bu Tia menghampiri kamar Bita terlebih dahulu untuk bermain dengan anak semata wayangnya itu.Namun, pada saat bu Tia hendak membuka pintu kamar Bita, sosok pengasuh Bita keluar dari kamar tersebut.“Oh Ibu sudah pulang? Bita barusan tertidur Bu,” pengasuh Bita memberitahu bu Tia bahwa Bita saat ini sedang tidur.Bu Tia tersenyum mendengar kalimat tersebut, karena
Bu Sinta datang ke sanggar dengan mengendarai mobilnya sendiri. Tadi pagi, bu Sinta sempat mampir ke rumahnya yang dulu, untuk menjenguk Zahra sejenak. Yang sangat disyukuri adalah, ketika bu Sinta baru sampai di depan rumah, Zahra ada di depan rumah untuk menunggu mobil antar-jemputnya, bersama bibi pengasuhnya.“Zahra,” sapa bu Sinta ketika turun dari mobilnya. Begitu melihat bundanya ada di depannya, tentu langsung membuat Zahra menghambur ke pelukan bu Sinta. Zahra dan bu Sinta saling berpelukan dengan cukup lama, sampai pelukan tersebut dipisahkan oleh bibi pengasuh Zahra, dengan alasan Zahra sudah waktunya berangkat sekolah. Padahal, bu Sinta sangat tahu kalau mobil antar-jemput anaknya itu belum sampai.“Maaf Bu, tapi Zahra sudah rapi jadi tolong jangan dibuat berantakan lagi,” meskipun bibi pengasuh Zahra berusaha dengan keras untuk berpura-pura bersikap sopan, akan tetapi tetap saja bu Sinta merasa apa yang d